Mohon tunggu...
Adhicipta Wirawan
Adhicipta Wirawan Mohon Tunggu... Desainer - Professional Game Designer dan Dosen Praktisi International Program Digital Media Petra Christian University (PCU), Penulis Buku Yuk Bikin Board Game Edukasi: https://bit.ly/bukubikinboardgame

Ciptakan Pendidikan yang Mudah dan Menyenangkan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Generasi Strawberry di Balik Kasus Persekusi Siswa SMA Surabaya

14 November 2024   08:15 Diperbarui: 14 November 2024   10:22 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus kekerasan menimpa seorang siswa swasta di Surabaya, di mana ia dipaksa sujud dan menggonggong oleh seorang wali murid, telah menggemparkan publik. Tindakan wali murid tersebut sebagai bentuk "balasan" terhadap bully yang dilakukan terhadap anaknya.

Kejadian ini bukan hanya sekadar tindakan main hakim sendiri, tetapi juga menjadi cerminan dari permasalahan yang lebih kompleks, yakni fenomena generasi strawberry dan gaya pengasuhan yang diterapkan pada generasi muda saat ini.

Generasi Strawberry: Rentan atau Manja?

Istilah "generasi strawberry" sering digunakan untuk menggambarkan generasi muda saat ini yang dianggap terlalu sensitif, mudah menyerah, dan tidak tahan menghadapi kesulitan. Mereka sering kali diibaratkan seperti buah strawberry yang mudah rusak jika terkena tekanan.

Namun, apakah stigma ini benar-benar berlaku? Atau, apakah generasi muda saat ini hanya sedang beradaptasi dengan lingkungan yang semakin kompleks dan penuh tantangan? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dikaji lebih mendalam untuk memahami akar permasalahan yang sebenarnya.

Kasus bullying ini dapat dilihat sebagai salah satu manifestasi dari fenomena generasi strawberry. Korban bullying, yang masih berusia remaja, mungkin saja merasa kesulitan untuk menghadapi tekanan dari pelaku bullying. Ia mungkin merasa tidak memiliki kemampuan untuk membela diri atau mencari bantuan.

Di sisi lain, pelaku bullying sendiri mungkin juga merupakan bagian dari generasi strawberry. Ia mungkin merasa frustrasi karena tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari orang tuanya atau karena merasa tekanan untuk selalu tampil sempurna. Akibatnya, ia melampiaskan frustrasi tersebut dengan cara yang menyakitkan, yaitu dengan mem-bully orang lain.

Pemicu munculnya generasi strawberry

Faktor Internal

  • Perubahan Sosial dan Budaya: Tekanan untuk Berprestasi: Persaingan yang tinggi dalam dunia pendidikan dan pekerjaan membuat generasi muda merasa tertekan untuk selalu berprestasi. Kegagalan dapat memicu rasa rendah diri dan menjadi sasaran bullying. Penggunaan gadget dan media sosial yang berlebihan dapat memengaruhi kesehatan mental dan keterampilan sosial. Ketergantungan pada dunia maya dapat membuat individu kesulitan berinteraksi secara langsung dan rentan terhadap cyberbullying.
  • Perubahan Pola Asuh: Orang Tua yang Overprotective: Pola asuh yang terlalu melindungi anak dapat membuat mereka kurang mandiri dan kesulitan menghadapi tantangan. Anak-anak yang terbiasa dengan kenyamanan mungkin kesulitan beradaptasi dengan lingkungan yang keras dan menjadi sasaran bullying. Kurangnya disiplin dan batasan dapat membuat anak-anak tumbuh menjadi individu yang egois dan tidak menghargai orang lain. Sikap ini dapat memicu perilaku bullying.
  • Faktor Psikologis: Anak-anak yang merasa tidak aman atau memiliki harga diri rendah cenderung menjadi korban bullying. Anak-anak yang kesulitan bersosialisasi atau memiliki sedikit teman mungkin menjadi sasaran bullying.

Faktor Eksternal

  • Lingkungan Sekolah: Suasana sekolah yang tidak kondusif, seperti adanya kelompok geng atau diskriminasi, dapat memicu terjadinya bullying. Kurangnya pengawasan dari guru atau staf sekolah dapat memberikan kesempatan bagi pelaku bullying untuk bertindak.
  • Media Massa: Media massa sering kali menampilkan citra tubuh dan gaya hidup yang tidak realistis, yang dapat membuat anak-anak merasa tidak cukup baik dan menjadi sasaran bullying. Tayangan kekerasan di media dapat memengaruhi perilaku anak-anak dan membuat mereka meniru tindakan kekerasan.

Gaya Pengasuhan: Peran Penting Orang Tua

Gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter anak. Orang tua yang terlalu protektif terhadap anak-anaknya mungkin akan kesulitan untuk membesarkan anak-anak yang mandiri dan tangguh. Sebaliknya, orang tua yang terlalu permisif juga dapat melahirkan anak-anak yang egois dan tidak memiliki rasa empati terhadap orang lain.

Dalam kasus di Surabaya ini, gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua pelaku bullying patut dipertanyakan. Apakah orang tua tersebut telah memberikan pendidikan yang cukup kepada anaknya tentang nilai-nilai moral dan etika? Apakah orang tua tersebut telah mengajarkan kepada anaknya untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang baik dan damai? Begitu pula sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun