Mohon tunggu...
Adhicipta Wirawan
Adhicipta Wirawan Mohon Tunggu... Desainer - AI Enthusiast, Dosen International Program Digital Media Petra Christian University (PCU), Penulis Buku Yuk Bikin Board Game Edukasi: https://bit.ly/bukubikinboardgame

Ciptakan Pendidikan yang Mudah dan Menyenangkan

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Korban Hoax Pornografi Menggunakan AI

2 Mei 2023   16:30 Diperbarui: 2 Mei 2023   22:18 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Video kesaksian korban hoax pornografi AI yang beredar di Twitter (Sumber: Akun Twitter Youresyou)

Beberapa waktu lalu sempat ramai di twitter tentang seorang wanita di luar negeri yang menjadi korban kejahatan seksual, dimana seorang yang masih belum diketahui identitasnya mengambil foto-foto dari korban dari media sosial. 

Foto-foto ini digunakan untuk data training dalam AI agar dapat dimanipulasi dengan mudah dijadikan foto-foto telanjang. Hasil foto-foto telanjang tersebut lalu diberi watermark dan diperjualbelikan dengan versi tanpa watermark bagi yang berminat.

Pelaku tentu mengeruk keuntungan dari menjual foto-foto telanjang yang bukan foto asli dari korban. Kerabat dan teman korban sempat meyakini foto-foto tersebut asli dibuat oleh korban. Di sinilah salah satu keunggulan AI dalam melakukan proses manipulasi gambar.

Lalu apa yang membedakan antara era manipulasi foto telanjang dengan menggunakan software grafis vs menggunakan AI?

Yang membedakan dalam hal ini tentu saja dari kualitas output foto yang dihasilkan. Hasil manipulasi AI jauh lebih baik dari pengerjaan editing foto secara manual. Proses editing manual terhadap 1 buah foto butuh waktu beberapa jam untuk menghasilkan kualitas yang optimal. Selain itu perubahan pose juga tidak mudah dilakukan dengan pengerjaan manual.

Penggunaan AI dengan waktu yang singkat mampu menghasilkan puluhan poses dan variasi latar hingga pencahayaan yang sangat natural dan realistis. Jauh lebih unggul dibandingkan menggunakan editing foto manual.

Bahkan tidak menutup kemungkinan di masa datang kualitas video pornografi hasil manipulasi AI akan semakin menjadi-jadi.

Siapa saja korban Hoax Pornografi AI?

Tentu saja korbannya tidak hanya selebritis ternama baik internasional maupun yang lokal dan kini merambah orang-orang yang ada di sekitar kita. 

Siapapun korbannya tentu dirugikan secara moril dan materiil, namun akan sangat kesulitan untuk menelusuri siapa pelakunya. Kalopun ingin ditelusuri butuh biaya yang tidak kecil karena sudah lintas negara.

Bagaimana agar tidak menjadi korban Hoax Pornografi AI?

Agar tidak menjadi korban hoax pornografi AI tentu tidak mudah. Yang bisa dilakukan adalah memperkecil peluang untuk dijadikan "data training" AI. Sebab pelaku hoax pornografi AI hanya membutuhkan minimal 20 foto orang yang ingin dijadikan korban.

Pelaku tentu akan berburu foto korban melalui media sosial atau berbagai media lainnya. Bahkan cara yang "lebih rumit" yaitu dengan mengambil foto korban secara langsung sangat dimungkinkan dilakukan pelaku dalam kategori "maniak".

Membatasi akses foto-foto pribadi di media sosial bisa menjadi solusi jangka pendek dan tidak terlalu over expose di media sosial. Namun saat ini hal ini tentu sangat tidak mudah dilakukan.

Apakah Tools AI perlu dibatasi bahkan diblokir Pemerintah?

Tentu hal ini bukanlah cara yang bijak, tools apapun bisa dapat disalahgunakan untuk membuat konten pornografi. Pemblokiran tidak akan memberikan efek jera bagi para pelaku. Sebab penyalahgunaan tools ini hanya dilakukan oleh sekelompok oknum.

Yang bisa dilakukan pemerintah adalah melakukan pelacakan dan pemblokiran terhadap penyebaran konten pornografi baik yang dikembangkan melalui AI atau bukan. 

Aparat hukum melalui cybercrime harus mulai meningkatkan kemampuan penelusuran penyebaran agar bisa menangkap pelaku dan memberikan hukuman yang cukup berat melalui UU ITE dan penunjang hukum lainnya.

Pemuka agama serta para pendidik harus tetap mengingatkan dan mengedukasi perbuatan terkait pornografi adalah melanggar hukum agama serta negara. Sehingga mampu meminimalisir pelaku pembuat hoax pornografi atau sebagai penikmat konten pornografi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun