Apa yang terlintas dalam benak Anda ketika mendengar kata BOARD GAME atau Permainan Papan?
Monopoli, Halma, Catur, Congklak atau Dakon?
Bagian sebagaian orang awam tentu beranggapan bahwa board game sangat terbatas sekali judulnya. Tentu hal ini sangat wajar karena popularitas board game di Indonesia sendiri baru berkembang pesat pada tahun 2015. Pada saat itu Koran Kompas bekerja sama dengan Kummara mengadakan event nasional "Board Game Challenger 2015" yang diselenggarakan di 5 kota besar lalu dipilih 5 pemenang terbaik dari tiap kota dan berkompetisi di Jakarta untuk dipilih 5 Juara Nasional. Hadiah untuk para pemenang berupa uang dan produksi kelima judul board game dengan distribusi di hampir semua jaringan toko buku Gramedia di Indonesia.
Sejak saat itulah board game semakin dikenal masyarakat luas, tidak lagi hanya monopoli, halma, catur, tetapi ada judul-judul board game lokal dari Penerbit Kompas seperti Waroong Wars (Tema Kuliner Surabaya), Pagelaran Yogyakarta, Monas Rush, Perjuangan Jomblo, dan Balap Kuliner. Selain kelima judul board game di atas, Kompas juga menerbitkan board game dengan tema edukasi "Ekspedisi Cincin Api" dengan judul Candrageni dan Selebes. Hingga akhir tahun 2020, telah hadir puluhan judul board game lokal dengan penjualan yang sangat besar seperti Mathcat, Linimasa Card Game, Kata Emak, Lagak Jakarta, dll.
Lalu apa hubungan antara board game sebagai media edukasi & rekreasi di masa pandemi?
Board game bukanlah sekadar permainan seperti game digital di gawai, console, dan PC. Board game memiliki keunggulan interaksi verbal, motorik, dan audio yang langsung dirasakan oleh para pemain. Interaksi dalam board game bukanlah dibatasi layar monitor tetapi tatap muka langsung. Di mana interaksi nyata ini sudah mulai berkurang, bahkan di dalam lingkungan keluarga.
Bermain board game ibarat membaca sebuah novel, di mana imajinasi para pemain tidak dibatasi dan ditentukan seperti dalam sebuah film yang berasal dari novel. Pemain board game memiliki imajinasi yang lebih bebas dan luas dalam mengintepretasikan tema hingga pengalaman saat bermain.
Semua board game memiliki nilai edukasi yang berdampak positif bagi pemainnya. Board game memiliki durasi waktu yang berkualitas dibanding bermain video game yang membuat para pemainnya dipaksa berjam-jam untuk menyelesaikan misi (bahkan tanpa akhir).
Waroong wars sebagai juara pertama Board Game Challenge 2015 memiliki manfaat sebagai media edukasi sekaligus rekreasi. Nilai edukasi dalam Waroong wars terkandung dalam pengenalan kuliner tradisional Kota Surabaya sekaligus mengenalkan komposisi bahan. Selain itu para pemain belajar menjadi seorang wirausaha di bidang kuliner sehinga harus mampu melayani konsumen dengan baik. Hal ini sekaligus menjadi media rekreasional yang menyenangkan. Banyak pemain Waroong wars yang tidak berasal dari Surabaya, kemudian tertarik dengan Rujak Cingur, Lontong Balap, Sate Klopo, dan aneka hidangan khas Surabaya yang lezat.
Bermain board game di Masa Pandemi tentu menjadi sarana "DIGITAL DETOX" yaitu mengurangi dampak negatif penggunaan media digital yang berlebihan selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).Â
Dengan bermain board game di masa pandemi dapat mengembalikan interaksi sosial yang semakin berkurang. Maka dari itu mulailah mencoba bermain board game bersama keluarga. Manfaatnya tidak hanya  sebagai hiburan tetapi bisa menjadi media edukasi sekaligus rekreasi di masa pandemi yang berkepanjangan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H