Kemudian, tulisan itu juga membahas mengenai Sunny Tanuwidjaja, Sekretaris Dewan Pembina PSI. Dengan ilmu cocokologi seadanya yang sama, tulisan ini memframing mantan staf Basuki Tjahaja Purnama itu sebagai jembatan PSI mendapatkan pundi-pundi dana untuk mendirikan partai.Â
Sunny memang sudah ada sejak awal pembentukan PSI, jauh sebelum dirinya dipanggil berkali-kali oleh KPK sebagai saksi dan pada akhirnya tidak terbukti sebagai aktor dalam kasus suap reklamasi.
Penulis WA tersebut menganggap masyarakat Indonesia mudah dibodohi. Dengan logika serampangan, penulis menframing seolah dipanggil sebagai saksi oleh KPK sama dengan ikut melakukan tindak pidana korupsi. Jika demikian, apa kabar dengan Pak JK, Pak Boediono, Mahfud MD, serta tokoh lainnya yang pernah bersaksi di KPK ?
Selain itu, sebagaimana juga JG, nama Sunny sudah beredar sejak lama dalam dokumen pendirian PSI ke suluruh Indonesia. PSI pun tidak pernah menutupi keberadaan Sunny dan JG. Mengapa baru dipermasalahkan sekarang? Jelas ini adalah ulah politisi lama yang mungkin resah dengan keberadaan PSI.Â
Silahkan cek berbagai fakta ini dalam link berikut:Â satu, dua, tiga, empat, lima dan enam.
Terakhir, tulisan WA itu juga berupaya memframing bahwa PSI sedang memecah suara pendukung 01. Karena dalam pidato Ketua Umum PSI, Grace Natalie di Medan (11/03), yang mempertanyakan komitmen partai nasionalis yang irit berbicara, bahkan bungkam terhadap berbagai kasus dan praktik intoleransi di Indonesia.
Buat saya, Pidato Grace Natalie, Ketua Umum PSI, pada Festival 11 sungguh spektakuler. Pidato itu jelas menggugat beberapa hal yang selama ini absen dalam keriuhan pemilu 2019. Pertama, PSI menggugat kesadaran publik bahwa sebenarnya peserta pemilu bukan hanya pasangan capres dan cawapres, namun juga partai politik. Untuk itu, penting bagi kita mengetahui seperti apa ide, gagasan dan program tiap-tiap parpol untuk Indonesia ? Siapa caleg-calegnya ? Bagaimana latar belakangnya ?
Partai politik jangan hanya sekadar tempat kumpul-kumpul dukung presiden, bikin ramai surat suara, bahkan mengotori ruang publik dengan spanduk, baliho, poster dan berbagai alat peraga kampanye lainnya.
Buktinya, dalam masa kampanye yang tinggal menghitung hari. Namun, saya belum pernah tuh mendengar seperti apa ide, gagasan dan program partai-partai lain. Maka, wajar jika Grace menuntut adanya Debat Partai Politik.
Kedua, gugatan PSI ditujukan secara khusus kepada partai - partai yang mengaku nasionalis lainnya. Fakta menohok pada studi Michael Buehler, The Politics of Shari'a Law, menyatakan bahwa ternyata PDIP dan Golkar adalah partai politik yang paling getol mengadopsi perda syariah.
Sungguh fakta, yang bagi saya setidaknya, sangat mengejutkan. Bukan hanya karena ketidaktahuan saya selama ini, namun juga keberanian luar biasa dari sebuah partai baru yang lantang menggugat kebisuan partai mapan, sekaligus menegaskan posisinya terhadap isu intoleransi.