Mohon tunggu...
Adhi Cahyono
Adhi Cahyono Mohon Tunggu... -

dibesarkan di sebuah kota kecil di Jawa Tengah, dimana hampir semua Jenderal di Republik ini pernah belajar dan menghirup udara segarnya. Sempat merasakan dingin dan sejuknya udara kota Bandung, dan sekarang menetap di Bekasi. Ngeblog di Kompasiana dengan niat dan tujuan sederhana, belajar menulis. Itu saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mbak ANI, Pupus Sudah Harapanku

8 Mei 2010   09:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:20 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Well, when the bough breaks, the cradle will fall.

And it has fallen here, it has fallen! Makers of men, creators of leaders

- be careful what kind of leaders you're producing here

– Lt. Col. Frank Slade (Al Pacino – Scent of a Woman)

Mbak Ani, anda sekali lagi menjadi “news-maker”, dengan pengunduran diri anda sebagai Menkeu dan bergabung dengan World Bank sebagai Managing Director. Dari beberapa tulisan mengenai keputusan anda itu (walaupun saya meragukan kalau ini adalah keputusan anda sendiri), ada beberapa tulisan yang menurut saya, patut untuk dijadikan referensi, untuk menyelami situasi psikologis yang melingkupi proses pengambilan keputusan itu.

Tulisan pertama adalah tulisan yang berjudul “Sri, Kapan Kowe Bali?” yang ditulis oleh Romo Sindhunata dan dimuat di Kompas, Jumat 7 Mei 2010 kemarin.Romo Sindhu dalam tulisan itu, dengan kehalusan & kesantunannya sebagai budayawan, seperti dalam tulisan lainnya, memberikan sebuah atribut kepada anda. Anda digambarkan sebagai pejabat negara yang dikenal tegas dalam melakukan reformasi birokrasi dan pemberesan bidang pajak dan pabean. Anda juga memperlihatkan komitmen mendalam untuk memberantas korupsi. Romo Sindhu juga bertanya “mengapa anda justru pergi saat kita amat membutuhkan anda dan saat anda sendiri gerah karena kasus Bank Century yang memojokkan itu? Inikah sebuah tanda zaman bagi kultur kita?”

Dengan pertanyaan itu, sebuah atribut tambahan dilekatkan kepada anda. Atribut yang tersembunyi di dalam pertanyaan itu adalah, anda secara pribadi, dengan keteguhan hati berkeinginan kuat untuk “menuntaskan” segala kontroversi yang meliputi kasus Century. Bukankah hal yang sama, keteguhan hati & keinginan kuat itu, pernah anda tunjukkan ketika ada tekanan2 untuk tidak “men-suspend” penjualan saham sebuah perusahaan di Jakarta Stock Exchange beberapa waktu yang lalu?.

Romo Sindhu menutup tulisannya dengan kembali menegaskan atribut tersembunyi itu, dengan menyatakan bahwa memang dalam keadaan zaman dimana kebaikan itu tumbang, zaman dimana segala maksud baik yang diinginkan tak bisa terwujud, benak orang2 bijak dilanda keraguan, mereka ingin tinggal di sini, di negerinya sendiri, tetapi sekaligus ia ingin sejauh-jauhnya pergi dari sini. Dan kembali sebuah pertanyaan dilontarkannya, adakah itu terjadi karena kita tidak bisa menyenangkan hatinya lagi: Sri, kapan kowe bali?. Entah siapa saja yang dimaksud sebagai “kita” dalam pertanyaan itu. Mbak Ani, hanya anda yang bisa menjawab pertanyaan ini.

Tulisan kedua mengenai kepergian anda adalah tulisan Rhenald Kasali. Berjudul “Ekonomi RI tanpa Sri Mulyani”, dimuat di Kompas, Kamis 6 Mei 2010 kemarin. Tulisan ini dibuka dengan sebuah paragraph yang “meneriakkan” datangnya kejatuhan sebuah bangsa, manakala bangsa itu mengandalkan pemimpin-pemimpin yang lebih mengedepankan motif2 afiliasi, bagi2 kekuasaan, daripada motif2 yang mengedepankan “achievement”. Sungguh tragis penggambaran Rhenald Kasali tentang orang-orang yang ingin dan sedang melakukan perubahan, seorang “change-maker”.Beberapa contoh global dan local dijabarkan. Pertanyaan yang bernuansa sama dengan pertanyaan Romo Sindhu pun dilontarkan, “apakah anda kehilangan rumah dan dibiarkan pergi?”. Mbak Ani, hanya anda yang bisa menjawab pertanyaan ini.

Mbak Ani, ketika berita tentang bagaimana hangatnya pertemuan di hari Kamis, yang mendiskusikan sebuah format baru tentang bagaimana sebuah “koalisi” seharusnya dibangun muncul di media, yang pertama terlintas di kepala saya adalah “closing speech”nya Letnan Kolonel Frank Slade (diperankan oleh Al Pacino dengan acting yang luar biasa) dalam film “Scent of a Woman”. Saya mencoba membayangkan bagaimana kompleksnya “cross-road” yang anda hadapi. Tapi saya gagal dalam melakukannya. Bisakah anda gambarkan “cross-road” itu untuk saya Mbak Ani?.

Harus saya sampaikan di sini Mbak Ani, bahwa saya akan tetap memandang anda sebagai seorang Profesional dan bukan sebagai seorang politikus, dalam mengakhiri pusaran kasus Century. Seperti harapan saya dan pernah saya tulis sebelumnya di forum ini.

Selamat jalan Mbak Ani dan jangan lupa “tasbih”mu.

Salam Indonesia Raya

Referensi:

1.Sri, Kapan Kowe Bali?

2.Ekonomi RI tanpa Sri Mulyani

3.Closing Speech of Lt. Col. Frank Slade

4.Mbak Ani “Strikes Back”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun