Mohon tunggu...
APutri Adhiba
APutri Adhiba Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Farmasis di Era Revolusi Industri 4.0

1 April 2019   22:02 Diperbarui: 2 April 2019   00:14 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jutaan pekerjaan baru yang tak terpikirkan oleh kita akan muncul. Jadi, menurut saya cenderung optimis soal ini, ya kan, Setiap revolusi industri sebetulnya adalah proses yang rumit dengan pengaruh luar biasa luas maupun dalam di masyarakat. Saya menulis artikel ini baru menyentuh permukaan setiap revolusi industri, di saat revolusi industri keempat sedang berlangsung.

Jadi, sebenarnya kita masih belum tahu sejauh mana revolusi industri 4.0 ini akan memberikan dampak bagi peradaban manusia-manusia. Namun, saya ingin mengajak pembaca agar untuk berspekulasi, dengan basis segala hal yang terjadi pada ketiga revolusi industri sebelumya, kita dapat membayangkan apa-apa saja yang akan terjadi di masa mendatang.

Jujur saja, saya bisa dikatakan seringkali lebih pesimis dari pada orang-orang lain. Namun, untuk kasus ini, saya sangat merasa  optimis. dikarenakan, setiap revolusi industri, walaupun mengguncang Ekonomi, Politik, bahkan budaya, meski memiliki banyak sekali sisi negatif dan masalah, selalu membawa kita ke masyarakat yang lebih baik. Revolusi industri keempat ini akan mempengaruhi banyak orang.

Nah sekarang saya akan membahas perihal pendapat dari salah satu seorang dosen dari universitas indonesia (UI) pada kuliah umum besar perdana di gedung Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia (UI),  tepat hari senin, tanggal 10 september, tahun lalu dua ribu delapan belas (2018) dosen tersebut bernama Prof. Dr. Amarila Malik, M.Si., Apt.

Pembicara Kuliah umum ini diadakan oleh Dewan Guru Besar Fakultas Farmasi universitas indonesia (UI) dan merupakan jadwal rutin yang akan diisi oleh guru besar secara bergantian setiap bulannya. Kuliah umum ini membahas tentang Bioteknologi Farmasi di Era Industri 4.0. Pada kuliah umum tersebut, Prof. Dr. Amarila Malik, M.Si., Apt mengatakan bahwa Bioteknologi yang dapat diterapkan IR 4, yaitu ilmu molekular dasar terhadap hewan, tumbuhan, dan lain-lain untuk menghasilkan suatu senyawa.

Senyawa inilah yang dapat digunakan sebagai pengobatan dan preventif penyakit. Namun, masih terdapat masalah dalam pengembangannya, salah satunya adalah membutuhkan bahan baku dalam skala besar. Pada keadaan saat ini, Indonesia masih mengimpornya serta belum tersedianya wadah dari pemerintah untuk melakukan riset skala besar.

Solusi yang dapat diberikan untuk kedepannya, Indonesia dengan kekayaan alam yang dimiliki dapat memproduksi bahan baku sendiri dan pemerintah dapat lebih memfasilitasi untuk pengembangan bioteknologi. Agar kedepannya Indonesia dapat menerapkan Bioteknologi Farmasi di Era Revolusi Industri 4.0 dengan baik.

      Revolusi Industri (RI) keempat memberikan dampak yang begitu besar pula bagi industri bioteknologi terutama bioteknologi kesehatan. Penggunaan bioteknologi dalam industri obat-obatan dan farmasi adalah perkembangan yang bisa di katakan paling berpengaruh di dunia teknologi di abad ke-21 (dua puluh satu) ini. Dalam upaya untuk memahami biologi, memberantas penyakit dan menjaga kesehatan dan kekuatan, bioteknologi telah mencapai tingkat yang sangat tinggi dalam usaha menemukan rahasia kehidupan serta dapat memanipulasi kehidupan. Untuk meraih apa yang dijanjikan bioteknologi dalam industri farmasi, alat-alat diperlukan untuk identifikasi struktur molekul, penciptaan molekul aktif dan pengembangan terapi yang novel dan komprehensif seperti immunotherapy, terapi seluler dan organisme dengan sel rekayasa genetika. Namun, sejumlah besar data-data dan informasi saja bisa dikatakan tidaklah cukup untuk mendapatkan entitas molekul baru dan terapi baru, karena melakukan sintesis  jutaan senyawa-senyawa tetap tidak akan mengisi dunia struktur molekul yang potensial maupun tidak akan memungkinkan identifikasi struktur-struktur 3 (tiga) dimensi khusus yang berinteraksi dengan target. Bioteknologi adalah dasar dalam hampir semua proses bioterapi farmasi dalam era RI keempat. Teknologi-teknologi ini banyak diterapkan untuk memanipulasi berbagai bahan biologis yang dapat digunakan sebagai terapi untuk berbagai jenis kondisi penyakit, terutama yang bersifat mematikan. Bioteknologi modern menggunakan mikroorganisme hasil rekayasa genetika seperti Escherichia coli (E.Coli), ragi untuk produksi senyawa-senyawa biologi seperti antibiotika dan insulin sintetis, maupun sel mamalia untuk memproduksi golongan antibodi monoklonal. Akhir-akhir ini, bioteknologi farmasi juga dapat menggunakan hewan transgenik atau tanaman transgenik sebagai medium pembuatan obat. Aplikasi bioteknologi lainnya yang juga menjanjikan adalah pengembangan bidang diagnostik secara molekuler. Hal ini mengarah ke terapi personal dicocokkan pada genom pasien. Misalnya, wanita yang menderita kanker payudara dengan sel kanker yang mengekspresikan protein HER2 dapat diberikan Herceptin. Herceptin merupakan obat pertama yang disetujui untuk digunakan pada pasien kanker payudara dengan tes diagnostik yang cocok, yaitu pasien yang mempunyai ekspresi protein HER2, yang merupakan target bagi obat tersebut untuk dapat bekerja. Ada beberapa teknologi yang sangat revolusioner yang di pakai dibidang bioteknologi kedokteran dan akan semakin berkembang pada era RI keempat:

  • Clustered regularly interspaced short palindromic repeat (CRISPR) / CRISPR-associated protein (Cas) 9 system. Pengembangan cara yang efisien dan dapat diandalkan untuk membuat perubahan yang ditargetkan pada genom sel-sel hidup secara tepat adalah tujuan-tujuan lama bagi para peneliti biomedis. CRISPR / Cas9 system telah berkembang pesat hanya dalam waktu yang sangat-sangat singkat dan sudah digunakan untuk berbagai gen target yang penting dalam berbagai macam sel dan organisme, termasuk manusia, bakteri, ikan zebra, cacing C. elegans, tanaman, Xenopus tropicalis, ragi, lalat Drosophila, monyet, kelinci, babi, tikus serta mencit. Beberapa peneliti telah menggunakan metode-metode ini untuk membuat point mutation (penghapusan atau sisipan) dalam gen target tertentu, melalui gRNA tunggal. Suatu perkembangan yang dapat menarik baru-baru ini adalah penggunaan versi dCas9 dari sistem CRISPR / Cas9 dalam menargetkan domain protein untuk regulasi transkripsi, modifikasi epigenetik, dan visualisasi mikroskopik dari lokus genom tertentu. Alat pengedit dan penarget genom ini telah sangat meningkatkan kemampuan-kemampuan kita untuk mengeksplorasi patogenesis penyakit dan memperbaiki mutasi penyakit serta fenotipe. Dengan panduan singkat RNA,Cas9 dapat tepat diarahkan ke target area DNA tertentu, dan sangat berfungsi sebagai enzim endonuklease yang efisien untuk menghasilkan pemotongan pada DNA untai ganda. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, CRISPR telah berkembang dari alat "pengurut DNA dengan fungsi biologis yang tidak diketahui " menjadi "pengedit genom" yang sangat menjanjikan dan telah berhasil digunakan dalam percobaan yang menggunakan berbagai sel dan organisme. Teknologi pengedit genom ini juga dapat diimplementasikan untuk biologi sintetis, skrining genom fungsional, modulasi transkripsi, dan terapi gen.
  • Metoda komputasi dalam pencarian obat-obat baru. Pencarian obat dengan bantuan-bantuan alat komputasi in silico ini telah memainkan peran utamanya dalam pengembangan molekul kecil lebih dari tiga dekade. Pencarian obat-obat baru cara ini ialah strategi yang sangat efektif untuk mempercepat dan menghemat penemuan dan pengembangan suatu obat baru. Oleh karena itu sering terjadi peningkatan besar dalam ketersediaan informasi makromolekul biologis dan molekul kecil, penerapan komputasi penemuan obat telah banyak diperluas dan telah diterapkan pada setiap tahap dalam alur kerja penemuan dan pengembangan obat-obat. Termasuk di antaranya ialah Identifikasi dan validasi target obat, pencarian dan optimalisasi calon obat, serta tes-tes praklinis. Selama dekade terakhir, metode komputasi penemuan obat-obat diantara lain seperti Docking, molekuler, pemodelan dan pemetaan,pharmafore, desain de novo, perhitungan kemiripan molekuler dan penapisan virtual berbasis urutan protein telah sangat meningkat. Banyaknya pekerjaan yang masih harus dilakukan dalam menemukan molekul yang cocok untuk dikembangkan sebagai obat baru dari berbagai kemungkinan senyawa-senyawa yang tersedia secara teoritis membutuhkan tekonologi komputasi in silico yang sangat canggih. Tantangan ini dijawab dengan menggunakan program in silico yang lebih canggih dan komputer yang sangat mumpuni yang mendasari proses high throughput screening. Sekitar 90% dari senyawa yang ditapis dengan menggunakan teknologi in silico ini berpotensi gagal di tahap terakhir proses penapisan. Dengan demikian, apabila penapisan dilakukan secara efisien maka molekul yang mempunyai efek toksik akan dapat disingkirkan lebih dini, sehingga keseluruhan projek riset dapat menghemat waktu, uang dan tenaga. Ruang kimia adalah himpunan semua senyawa yang berpotensi menjadi obat (druggable). Dibutuhkan lebih dari jumlah atom di alam semesta untuk membangun senyawa-senyawa tersebut. Walaupun berbagai sistem pada area biologi telah dieksplorasi dan digunakan untuk mencari protein-protein baru yang bersifat farmakologis, namun pekerjaan riset yang ini masih akan terus berlangsung bertahun-tahun ke depan nya karena masih banyak protein-protein yang harus ditemukan untuk mengobati penyakit-penyakit yang kronis. Tambahan lagi, mencari obat sintetik maupun biologis yang dapat secara akurat dan tepat berikatan dengan target biologis, dalam ruang yang juga relevan secara biologis,seperti analogi "mencari  jarum di tumpukan jerami" Ada banyak tantangan bagi molekul obat untuk menembus berbagai hambatan biologis agar dapat berikatan secara efektif dengan target, bahkan pada konsentrasi rendah. Seringkali, adanya reaksioff-target dari suatu molekul dapat menimbulkan efek toksik pada organisme, sekalipun potensi obat tersebut secara farmakologis cukup tinggi. Toksisitas adalah masalah utama dalam pengembangan suatu obat, dan seringkali toksisitas baru terdeteksi belakangan dalam tahap pengembangan.
  • Mikrobiota usus sebagai target terapi. Keterlibatan langsung dari mikrobiota usus dalam menjaga kesehatan dan timbulnya penyakit tertentu pada manusia menunjukkan bahwa perubahan komposisi mikroba komensal melalui kombinasi antibiotik, probiotik dan prebiotik dapat menjadi pendekatan terapi baru. Suatu perspektif "sistem" dibutuhkan untuk membantu memahami interaksi kompleks bakteri dan " sel host ", serta hubungan mereka secara patofisiologis fenotip sehingga perubahan dalam komposisi mikrobiota usus di status penyakit dapat dilakukan. Saluran gastrointestinal manusia adalah rumah bagi konsorsium kompleks triliunan mikroba (sekitar 1 X 10^13 to 1 X 10^14), ribuan filotipe bakteri, serta metanogen archaea yang menggunakan hidrogen sebagai energi, yang  dapat menjelajah sepanjang usus dengan jumlah genom kolektif (disebut sebagai mikrobiom) yang berisi setidaknya 100 (seratus kali) kali lebih banyak gen dari genom kita sendiri. Walaupun sebagian besar belum diselidiki dan masih banyak yang harus dipelajari, mikrobiota usus kita memainkan peran yang rumit dan penting untuk kesehatan kita. Munculnya teknologi 'omics' , seperti metagenomik dan metabonomik, dapat diterapkan untuk mempelajari ekologi usus mikroba pada tingkat molekuler. Data-data ini akan menghasilkan wawasan baru sekaligus peluang untuk mengungkapkan fungsi fisiologis dari mikrobiota usus untuk kesehatan manusia. Strategi terapi masa depan untuk berbagai penyakit yang makin kompleks akan memanfaatkan mikrobiota usus dalam pengobatan pasien. Mikrobioma manusia mungkin memiliki banyak target potensial, dengan jumlah lebih dari 3.000 target pada genom manusia. Kombinasi antibiotika, probiotik dan prebiotik dapat digunakan sebagai rejimen terapi bertarget dalam mikrobiota usus untuk mengatur mikrobioma dan, akibatnya, memulihkan homeostasis ekologi usus dari host. Pendekatan terapi tersebut dapat dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan platform teknologi 'omics' metagenomik dan metabolomik seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, dengan menangkap variasi biokimia holistik dan dinamis yang terkait dengan kondisi patofisiologi dari host. Integrasi data metagenomik dan metabonomik akan menghasilkan data farmakologi dan klinis yang dapat menjadi dasar pengembangan alat diagnostik dan prognostik yang komprehensif mengenai penyakit kompleks. Biologi sistem dan kesehatan masa depan. Pandangan kontemporer penyakit manusia yang didasarkan pada korelasi sederhana antara sindrom klinis dan analisa patologis dimulai dari akhir abad ke-19. Meskipun pendekatan untuk diagnosis penyakit, prognosis, dan pengobatan ini memang baik bagi dunia kedokteran dan sudah dipakai berpuluh-puluh tahun, namun cara ini belum sepenuhnya sempurna dan mempunyai kekurangan serius untuk era modern kedokteran genomik karena cara ini adalah derivatif berasal dari prinsip-prinsip eksperimentasi dan analisa secara reduksionis. Ada suatu cara baru yang lebih menjanjikan untuk melihat pengobatan dari sisi holistik. Munculah era baru biologi sistem, yang dapat secara holistik mengkuantifikasi perubahan sistem pada manusia. Hal ini dapat diterapkan pada dunia kedokteran untuk menegakkan diagnosis, mendefinisikan predileksi penyakit, dan mengembangkan strategi pengobatan secara individual (pribadi) berdasarkan patobiologi molekuler modern dan seperangkat lengkap data genom lengkap yang tersedia untuk populasi dan individu. Dengan cara ini, patobiologi sistem menawarkan janji untuk mendefinisikan bidang kedokteran dan penanganan terhadap penyakit.
  • Biologi sistem merupakan cara baru yang mengaplikasikan model komputasi dan matematika pada sistem biologis yang kompleks. Dalam hal ini digunakan pendekatan rekayasa teknik pada riset biologi ilmiah. Oleh karena itu, biologi sistem adalah area pembelajaran yang interdisipliner berbasis biologi yang mempelajari interaksi kompleks dalam sistem biologis menggunakan pendekatan secara holistik (keseluruhan) daripada secara reduksionisme yang selama ini selalu dipakai. Pemakaian sistem holistik ini dimulai tahun 2000, di mana salah satu proyek besar yang sudah dilakukan adalah proyek sequencing genom manusia yang merupakan proyek kolaboratif dalam bidang genetika. Salah satu tujuan dari biologi sistem adalah mencari model yang memberikan pengertian tentang bagaimana sel dan jaringan berinteraksi satu sama lain, sehingga suatu organisme dapat berfungsi sebagai suatu sistem. Interaksi ini berhubungan dengan jaringan metabolik atau  jaringan sinyal sel. Hal ini memungkinkan para ilmuwan di masa depan mengerti aplikasi patobiologi sistem pada dunia kedokteran. Keuntungan menggunakan pendekatan holistik berbasis jaringan adalah bahwa kita dapat mengkarakterisasi berbagai penyakit tanpa mengikuti prinsip-prinsip sistem reduksi semi empiris, namun menggunakan suatu sistem yang berdasarkan interaksi molekuler antar sel dan jaringan serta organ. Di masa depan, pengobatan yang didapatkan dengan biologi sistem ini akan membawa revolusi baru pada praktek kedokteran.   Nah, itulah Beberapa pembahasan saya mengenai teknologi yang dikembangkan dalam bidang bioteknologi yang akan merajai era Industri 4.0, sekian dari saya, bila ada kesalahan kata-kata ataupun kesalahan saya dalam membahas mengenai materi ini mohon dimaafkan waasalamualaikum warahmatullahi wabarokatu.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun