energi fosil seperti minyak bumi, gas bumi dan batubara. Menurut IRENA (2017), sekitar kurang lebih sepertiga pasokan listrik Indonesia berasal dari pembakaran batubara.Â
Konsumsi energi di Indonesia masih didominasi olehKetergantungan terhadap bahan bakar fosil seperti batubara dapat mengakibatkan kerentanan ketahanan energi nasional karena merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable).Â
Cadangan batubara Indonesia pada tahun 2021 mencapai 38,84 miliar ton dengan rata-rata produksi sebesar 600 juta ton per tahun dan diperkirakan akan habis selama 65 tahun ke depan jika tidak ditemukan cadangan baru (ESDM 2021).Â
Penggunaan batubara akan berdampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan (Fitriyanti 2016; Juniah et al. 2013). Selain itu, emisi gas rumah kaca yang yang disumbangkan batubara dalam industri produsen listrik terus mengalami peningkatan. Emisi gas rumah kaca yang yang disumbangkan batubara pada tahun 2007 adalah sebesar 129,035 Gg C02e dan meningkat menjadi 247,350 Gg C02e pada tahun 2016 (ESDM 2017).
Penggunaan sumber energi baru dan terbarukan (EBT) dapat menjadi salah satu solusi dalam menangani berbagai permasalahan atau dampak dari energi fosil.Â
Energi baru terbarukan sendiri merupakan energi yang berasal dari sumber-sumber yang dapat diperbaharui tanpa batas, seperti tenaga hidro atau air, tenaga surya, tenaga bayu atau angin maupun tenaga dari sumber terbarukan lainnya. Energi baru terbarukan memiliki dampak yang rendah terhadap kerusakan lingkungan dan menjamin keberlanjutan energi hingga masa mendatang (Setyono et al. 2019).
Menurut PP No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), Pemerintah menetapkan target kontribusi EBT dalam Bauran Energi Primer Nasional yang ditetapkan minimal sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050. Penggunaan energi baru terbarukan ini menjadi salah satu komitmen Indonesia dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagaimana tercantum dalam Paris Agreement (Lestari 2021).
Energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan di setiap wilayah bergantung pada letak geografi dan topografinya. Energi terbarukan yang paling cocok dan efisien untuk dibuat pembangkit listriknya di Indonesia yaitu air, panas bumi, dan biomassa. Â Direktur Utama PT PLN (Persero) Djoko R. Abumanan mengungkapkan efisiensi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) berada pada kisaran 80 persen hingga 100 persen. Untuk panas bumi dan biomassa, efisiensinya sebesar 80 persen.Â
Bukan berarti energi terbarukan yang lain tidak dapat dimanfaatkan di Indonesia, namun energi terbarukan lainnya dinilai belum dipergunakan secara efisien seperti tenaga surya, ada juga tenaga angin yang kurang efisien karena letak geografi dan kondisi lokalnya yang kurang mendukung sehingga hanya cocok di beberapa wilayah di Indonesia. tenaga surya memiliki efisiensi 20 persen dan pembangkit tenaga angin atau bayu sebesar 30 persen.
Kementerian ESDM mengatakan bahwa potensi energi terbarukan Indonesia adalah sebesar 417,8 GW dengan sebagian besar didominasi energi surya. Hingga saat ini pemanfaatannya masih rendah hanya 2,5 persen atau 10 GW dari total potensi.Â
Maka dari itu, diperlukan dukungan sains dan teknologi agar dapat memaksimalkan potensi dari setiap energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan di Indonesia untuk mengurangi penggunaan energi berbahan bakar fosil. Bukti bahwa pembangkit listrik tenaga bayu atau angin hanya cocok di beberapa daerah di Indonesia adalah sebagai berikut.
Peta di atas menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Utara dan Kalimatan Timur memiliki rata-rata kecepatan angin yang rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Utara dan Kalimatan Timur tidak direkomendasikan apabila dimanfaatkan untuk pembangunan PLTB.
Azzahra Zaita Putri Aulia, Muhammad Youri Azreal, Sapa'at, Sifa Istiqomah, Adhia Arya A, Iqbal Dony Parwoko, Kayla Resti Alifya, Dhea Lavidathaya, Mahasiswa IPB University Departemen Geofisika dan Meteorologi.
Daftar Pustaka:
[ESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.2021. Cadangan batubara masih 38,84 miliar ton, teknologi bersih pengelolaannya terus didorong. Diakses pada tanggal 31 Mei 2022 pukul 7.11 WIB. https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/cadangan-batubara-masih-3884-miliar-ton-teknologi-bersih-pengelolaannya-terus-didorong.
Fitriyanti R. 2016. Pertambangan batubara: dampak lingkungan, sosial dan ekonomi. Jurnal Redoks Teknik Kimia. 1(1):34-40.
Juniah R, Dalimi R, Suparmoko M, Moersidik SS. 2013. Dampak pertambangan batubara terhadap kesehatan masyarakat sekitar pertambangan batubara (kajian jasa lingkungan sebagai penyerap karbon). Jurnal Ekologi Kesehatan. 12(1):252-258.
[ESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2017. Kajian Penggunaan Faktor Emisi Lokal (Tier 2) dalam Inventarisasi GRK Sektor Energi. Jakarta(ID): Pusat Data dan Teknologi Informasi ESDM.
Setyono JS, Mardiansyah FH, Astuti MF. 2019. Potensi pegembangan energi baru dan energi terbarukan di Kota Semarang. Jurnal Riptek. 13(2):177-186.
Lestari VP. 2021. Permasalahan dan Tantangan Program Peningkatan Kontribusi Energi Baru dan Terbarukan dalam Bauran Energi Nasioanl. Jakarta(ID): Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-Badan Keahlian Dewan DPR RI.
Prasetyo A, Notosudjono D, Soebagja H. 2019. Studi potensi penerapan dan pengembangan pembangkit listrik tenaga angin di Indonesia. Jurnal Online Mahasiswa Bidang Teknik Elektro. 1(1):1-12.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H