Mohon tunggu...
Adhe Junaedi Sholat
Adhe Junaedi Sholat Mohon Tunggu... Buruh - Memahamimu. Memahamiku

Catatan pendek dari pikiran panjang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Salahkan kalau Peneliti Tak Lagi Peduli

6 Februari 2022   18:35 Diperbarui: 6 Februari 2022   19:38 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita harus tahu bahwa tulisan, terlebih itu sebuah hasil penelitian membutuhkan proses panjang dan berliku serta biaya yang tidak murah. Itu pun tidak akan bisa dijalankan, kalau penulisnya sendiri tidak memiliki kepekaan sosial, rasa empati dan kepedulian terhadap persoalan yang terus-menerus dipertontonkan selama ini. Semua alasan itu, mereka memilih mengambil risiko yang lebih buruk dari yang dibayangkannya. Semua demi masa depan yang lebih baik.

Tapi, kemudian kita datang dan mengatakan dengan entengnya bahwa "Itu bohong. Tidak mungkin seperti itu. Ini mencemarkan nama baik".

Tapi apa mau dikata, terkadang situasi seperti ini orang-orang cenderung bertindak berdasarkan naluri dan isi hati yang sudah tak jernih. Penuh kepanikan dan keresahan. Lebih memilih mengenyampingkan buah pikiran atas ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Akibatnya, bagaimana pun suatu penjelasan tidak ada gunanya.

Penulis sepakat jika situasi apa pun manusia harus bertindak cepat untuk menyelamatkan diri. Namun, nalar yang baik adalah pilihan bagi manusia untuk meminimalisir dampak terburuk.

Dan akhirnya, sampailah kita di dunia yang di mana, makna hoaks sudah bergeser dari ruh aslinya. Tak lagi soal benar atau salah. Lebih pada: apakah itu menguntungkan atau merugikan.

Hujatan kita kepada anak-anak muda yang mencoba mengungkap fakta bahwa tidak ada hal yang menyimpang dari perbuatan manusia yang terlahir di kampung suci melalui tulisan hasil penelitiannya, juga lebih parah dibanding sikap kita yang tidak memandang perilaku korupsi sebagai sesuatu kejahatan luar biasa. Padahal, penulis percaya, segala persoalan yang timbul di negara ini, bermula dari korupsi.

Koruptor, bagaimana pun vonis yang diberikan, mereka tetap tak dimusuhi masyarakat, terutama yang ngotot menganggap koruptor itu tak bersalah. Legitimasi etis dan moralnya sebagai seorang pejabat (kalau pun itu pejabat) juga tak lantas runtuh.

Koruptor tetap memperoleh privilege secara sosial dan politis. Masih bisa menghadiri acara-acara yang bersifat kepublikan. Tak heran, budaya korupsi tak bisa putus. Negara dan warganya sendiri masih menganggap praktik korupsi bukan kejahatan luar biasa.

Oh, tapi tunggu dulu, tulisan ini tidak seperti yang kalian pikirkan. Seluruh alinea yang tersaji tidak untuk menyinggung siapa-siapa. Murni diperuntukkan kepada penulis sendiri agar bisa memperlakukan orang  sebaik mungkin.

Tulisan seperti ini saja, penulis takut. Semua isi kepala yang seharusnya tercurahkan di sini, penulis tarik kembali sesaat sebelum diunggah. Penulis pikir, lebih baik disimpan sendiri dari pada berakhir di laporan polisi. Padahal, kalau segala sesuatu dibicarakan baik-baik dan tidak mengedepankan emosi belaka, bukankah itu lebih baik dan bijak?

Mamuju, 6 Februari 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun