Terpenting juga, bagaimana warga dapat mengenali informasi atau berita hoaks yang menyebutkan vaksin Covid-19 itu berbahaya. Sebab, awal mula warga ragu divaksin karena maraknya persoalan disinformasi yang disebut dengan Infodemi.
"Ada beberapa (yang katakan begitu, red) kan dari instansinya mewajibkan vaksin. Ada juga yang yakin jika vaksin itu untuk mencegah penyakit. Intinya kami memberi penjelasan sesuai yang kami terima bahwa vaksin ini mencegah virus, meski pun tetap bisa terpapar tapi tidak terlalu parah ketimbang tidak divaksin," terang Marwah.
Menekan penyebaran Infodemi memang sejak dulu sudah diseriusi pemerintah. Namun, seiring terus meningkatnya penggunaan media sosial dan mudahnya akses perangkat komunikasi membuat upaya-upaya pemerintah tidak ampuh sama sekali. Faktanya, hingga saat ini masyarakat tidak hanya menerima informasi hoaks, namun juga aktif menyebar informasi tersebut. Inilah yang mengakibatkan sulitnya seseorang dalam mengambil keputusan.
"Meski ada berita-berita di medsos yang kurang baik, mungkin teman-teman media bisa bantu meluruskan itu. Lebih baik lihat yang positifnya daripada negatifnya. Karena kalau negatifnya, pasti pikirannya aneh-aneh. Tidak mungkin pemerintah memberikan yang terburuk untuk masyarakat, pasti yang terbaik," tutur Marwah.
Tulisan pernah dimuat di Radar Sulbar, 31 Mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H