Mohon tunggu...
Adhe Junaedi Sholat
Adhe Junaedi Sholat Mohon Tunggu... Buruh - Memahamimu. Memahamiku

Catatan pendek dari pikiran panjang

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Durian dari Para Petani

30 Desember 2018   23:59 Diperbarui: 31 Desember 2018   06:35 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut informasi yang saya ambil dari Wikipedia.com mengatakan bahwa durian adalah nama tumbuhan tropis yang berasal dari wilayah Asia Tenggara, sekaligus nama buahnya yang bisa dimakan. Nama ini diambil dari ciri khas kulit buahnya yang keras dan berlekuk-lekuk tajam sehingga menyerupai duri. Sebutan populernya adalah "raja dari segala buah" (King of Fruit). Durian adalah buah yang kontroversial, meskipun banyak orang yang menyukainya, namun sebagian yang lain malah muak dengan aromanya.

Bicara soal buah durian, di kampung saya sudah masuk musim durian. Musim di mana durian berbuah sangat banyak. Tetapi, biasanya dalam setahun bisa dua kali musim durian, tergantung intensitas curah hujan. Semakin tinggi curah hujan, semakin baik dan banyak buahnya.

Karena jarang berbuah, durian paling dinanti-nantikan banyak orang. Apalagi orang yang berasal dari kota-kota besar. Mereka rela merogoh kocek dalam-dalam demi makan buah durian. Meski berkulit tebal dan berduri tajam rasa buah durian memang tiada tandingannya sehingga menjadi salah satu buah yang paling enak di jagad raya.

Tetapi, untuk mendapatkan buah durian perlu usaha dan proses yang ekstra keras hingga sampai ke pembeli. Jika musim panen tiba, biasanya para petani durian (saya menyebutnya) menunggu di Pangeppeang (rumah kecil petani durian). Biasanya hanya dengan duduk dan baring di dalam Pangeppeang sambil mendengar-dengarkan suara durian jatuh. Iya, jatuh. Durian tidak dipanjat. Pohon yang begitu besar dan tinggi menjulang mustahil dipanjat manusia biasa (kecuali durian otong, yang memiliki pohon lebih kecil).

Nah. Saya sempat mengabadikan Pangeppeang. Berikut foto-fotonya. 

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Para petani durian biasanya menunggu sampai larut malam tiba. Seperti petani durian yang saya wawancarai. Pak Abd. Rahman (59) dan Pua' Heli (56). Mereka berdua ini setia menunggu durian jatuh dan mengumpulkannya untuk selanjutnya dibawa keluar kebun (biasanya ke rumah petani durian) untuk selanjutnya dibawa ke pasar. Jarak dari kebun ke rumah tidak dekat. Mereka harus berjalan melewati bukit dan menyeberang sungai yang airnya sangat deras. Jika diperkirakan, Pak Abd. Rahman dan Pua' Heli jalan kaki sejauh 1 KM lebih dengan tidak menggunakan alas kaki.

"Biasanya saya masuk kebun kalau sudah salat Subuh, tapi biasa juga soreka ke mari, karena biasanya tengah-tengah malampi duria banyak jatuh karena natiup angin". Pak Abd. Rahman bercerita.

Durian jatuh adalah pertanda bahwa durian sudah matang. Jika para petani durian mendengar suara jatuhnya durian, mereka langsung mencari dan memungutnya satu persatu dan dibawa ke Pangeppeang.

"Kalau adami didengar jatuh durian ya langsung diambil, apa kalau didiami, biasanya na ambil saja orang kalau ada lewat. Tapi, kalau kita-kita ji tidak adaji yang ambil." Pua' Heli berikutnya.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Biasanya petani durian merasa jengkel, jika ada orang luar (orang luar yang datang (karena diundang) makan durian di kebun) lalu melihat ada durian di tanah (habis jatuh dsri pohon) langsung diambil begitu saja, padahal bukan hak mereka. Sedangkan para petani sampai bermalam menunggu durian jatuh untuk dijual demi menghidupi keluarga.

Kalau durian sudah terkumpul banyak selanjutnya dibawa ke rumah dengan cara ditenteng untuk dilanjutkan oleh orang ke dua, dan orang ke dua melanjutkannya sampai ke orang ketiga begitu sampai ke konsumen. Perut kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun