"Ibu tidak akan memaksamu, tapi pertimbangkanlah permintaannya. Betapapun dia itu ayahmu" ucap ibu dengan pandangan penuh harap.
"Beri saya perlu waktu untuk berfikir", ibu berlalu tersenyum bijak.
"Andai bisa kau pinjamkan hati baikmu padaku bu, Â tentu tak sesulit ini memenuhi permintaan ayah," gumamku.
****
Notifikasi Whatsapp handphone-ku berbunyi saat meeting berlangsung, aku lihat sekilas dari Dian, kuacuhkan karena harus melanjutkan meeting.
Sebelum tidur kebiasaanku mengecek semua jadwal, email dan pesan masuk di  gadget maupun laptop. Mataku tertuju pada video dari Dian yang tadi siang aku lewatkan.
Video yang berdurasi 4 menit 27 detik itu kubuka, seorang laki laki tua terbaring lemah. Tubuhnya kurus tinggal tulang terbalut kulit, tangannya terlihat memegang erat sebuah foto, bibirnya gemetar seperti ingin mengucapkan sesuatu dan matanya memandang lekat foto. Dari sudut matanya mengalir bulir bulir air mata.
Kubaca pesan pengantar dari Dian. "Semoga video ini bisa mencairkan hatimu yang membatu. Pemandangan ini yang aku saksikan setiap hari. Ayah terus menatap foto kalian, beliau hampir buta karena glaukoma tapi berharap bertemu sebelum matanya benar benar tidak bisa melihat".
Hatiku berkecamuk. Menyesali keegoisanku.
"Aku akan segera datang Ayah" bisikku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H