mereka berdua memang suka jalan-jalan, romantis :) . Tapi ada yang berubah dengan ayah, tidak lagi pendiam, setiap acara kumpul keluarga selalu ingin berphoto, setiap ingin melakukan perjalanan jauh juga selalu telpon saudara untuk berangkat bareng saja. Apalagi beliapun mengurus surat-surat pemindahan hak apabila ia meninggal maka gaji pensiun akan jatuh ke istri, semua suratnya ia selesaikan sampai tingkat pusat ( dinas terakhir di Polda Metro Jaya Jakarta ). Ayah saya memang sangat bertanggung jawab, sampai itu sudah ia pikirkan.
Dirasa keadaan sudah membaik, beliau ingin kembali ke rumahnya di kampung, kami semua membolehkan. Semua saudara bangga kepada ibu yang bisa merawat ayah saya dengan sangat baik sehingga pulih. setelah di kampung berkomunikasi lewat telpon semakin intens saya lakukan untuk mengetahui kabar ayah dan ibu, Alhamdulillah mereka baik-baik saja...
Aneh saya rasakan, ada 3 kali bermimpi ayah saya meninggal tapi tak pernah saya ceritakan ke siapa-siapa bahkan ibu. 27 September malam saya tak bisa tidur karena banyak sekali nyamuk di kamar padahal biasanya tidak, beberapa kali terbangun untuk menutupi diri dengan kain, saking kesalnya saya menutup tubuh dengan kain dari ujung kaki sampai kepala seperti mayat baru kemudian bisa tertidur. Bangun tidur pagi seperti biasa saya pergi kerja di daerah Mangga Dua.Â
Tempat saya bekerja itu memang sinyal gak bagus, rupanya tetangga ada sms dan telpon saya mengabari soal ayah tapi terpending, ketika jam 10 an baru terdengar bunyi dering sms di hp, saya baca betapa terkejutnya saya tapi berusaha tenang, langsung saya telpon ibu dan diujung telpon ia menangis..runtuh ketika itu pertahanan saya...langsung berlari ke lantai 4 untuk minta izin ke atasan dan mengatakan apa yang terjadi pada ayah saya. Atasan pun terkejut dan langsung bicara kepada kawan-kawan semua serta ia berniat mengantarkan saya untuk pulang ke rumah,Â
sampai di dekat rumah saya langsung berlari tapi belum ada ketiga kakak saya..sebagian tetangga datang untuk mengetahui kabar yang sebenarnya. Setelah menunggu kakak-kakak datang, kami langsung berangkat, sepanjang perjalanan banyak teman yang mengirimkan pesan ucapan duka cita tapi ketika itu saya masih tak bisa terima, saya marah kepada Tuhan, kenapa mengambil Ayah saya ketika ia dalam keadaan sehat..hati saya berkecamuk dengan begitu banyak pertanyaan, kenapa...mengapa...
Dini hari kami semua sampai dirumah ibu, langsung saya berlari ke dalam rumah..Ahhh laki-laki yang sangat saya cintai itu sudah terbujur kaku dalam tidur panjangnya, sudah tak bisa beliau menyambut saya dengan cinta kasihnya. Setelah selesai menatapnya saya cari ibu, karena ibu ada dikamar sedang duduk ketika saya hampiri pecahlah tangisnya...airmata saya kembali bercucuran, saya tak bisa menguatkan hatinya kehilangan belawan jiwanya karena hati sayapun sedang hancur kala itu.
Ibu berkata, bapak ga sakit, pagi bangun sholat subuh, habis itu ganti baju olahraga, jalan pagi sampai balai desa lalu pulang, ibu siapin sarapan seperti biasa oatmeal, selesai sarapan bapak sholat dhuha, selesai sholat bapak pamit mau ke sawah bawa cangkul katanya ada aliran air macet...ibu pamitan mau ke pasar dan bapak juga sempat bilang ga usah belanja banyak karena mau ke jakarta nengok saya. bapak pesan minta dibelikan kaos oblong putih katanya. sesudah ibu pulang dari pasar, kakak ipar dari bapak teriak-teriak minta tolong, katanya ia memanjat pohon randu untuk memanen dan dibawah ada melihat orang tergeletak di genangan (kala itu pakde saya tak tahu yang tergeletak adalah ayah saya).Â
Lalu orang semua berdatangan untuk membantu dan membawa ayah ke puskesmas terdekat tetapi sudah tak tertolong ( sejatinya ayah sudah berpulang ketika ditolong banyak orang, karena kakinya terhambat lumpur sehingga tidak bisa ia gerakan karena panik mungkin serangan jantung itu langsung datang) semua orang bilang bahwa ayah sudah bersedekap tangannya, sudah sangat siap seperti orang sholat.Â
28 Sepetember 2004 menjadi hari kelabu bagi saya..tak ada September ceria seperti lagu Vina Panduwinata, lama bagi saya untuk menerima keadaan itu sampai pada akhirnya saya sadar, bahwa kita tak memiliki jiwa ini, kita tak memiliki tubuh ini, Ada sang pencipta, sang Ilahi Robbi pemilik tubuh dan jiwa ini, kapanpun dan siapapun akan kembali kepadaNya. Tak ada yang bisa saya berikan ke Ayah selain doa agar ditempatkan dalam surgaNya. Aamiin...
Salam Sehat untuk semua Kompasianer...Jagalah orang-rang yang anda cintai dengan sepenuh hati agar tak ada penyesalan nanti.