Mohon tunggu...
Ade Supartini
Ade Supartini Mohon Tunggu... Guru -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Toleransi Manjur dari Bumi Cianjur

15 Maret 2017   13:44 Diperbarui: 15 Maret 2017   13:54 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pola asuh anak di dalam keluarga ternyata berpengaruh terhadap perilaku anak dalam bertoleransi di masyarakat. Harus dilakukan penekanan mengenai pentingnya pendidikan di rumah. Pertama, ajarkan anak untuk patuh terhadap aturan yang berlaku di rumah, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Ajari anak bertata krama dan sopan santun, tentu saja dengan disertai alasannya. Anak yang menjunjung tinggi tata krama dan sopan santun akan menjadi anak yang taat hukum.

Kedua, perlakukan anak dengan adil dan ajarkan dia untuk menghargai orang lain. Berikan kasih sayang tanpa berlebihan. Biarkan anak menjalani fase sesuai tahapan umurnya, dan berikan dia kesempatan untuk dapat menyelesaikan masalahnya sehingga anak tidak akan merasa terkekang.

Ketiga, terapkan reward and punishment dalam hal ketaatan hukum dan kedua hal ini harus berjalan secara seimbang dan berkesinambungan.

Kasih sayang tentunya dapat diterapkan dengan menunjukkan perhatian dan selalu ada ketika anak membutuhkan kita sebagai orang tua. Namun ketegasan juga perlu ditunjukkan ketika anak melakukan sebuah kesalahan, termasuk tidak membela perilaku anak yang salah di depan siapa pun.

Apabila anak-anak di rumah hatinya merasa kosong, pasti akan mencari pelampiasan kegiatan di luar rumah. Dan apabila kebetulan mendapatkan ajakan yang positif, hasilnya akan membuahkan prestasi. Namun apabila mendapatkan ajakan yang negatif, maka akan membuahkan perilaku negatif pula.

Yakinkan pada anak tidak ada yang lebih hebat atau lebih berkuasa, semua warga masyarakat sama bahkan setiap yang melanggar aturan, tetap akan ada sanksinya. Tanamkan empati yang tinggi pada anak, agar ia dapat merasakan perasaan, pikiran, atau keadaan orang lain. Dengan empati anak akan berusaha memahami perbedaan kelompok, sehingga ia akan berpikir ulang jika akan melakukan suatu hal yang bersifat intoleransi.

Sebagai pengajar dan pembelajar yang tinggal di Kota Santri Cianjur, sikap bertoleransi bukan hal yang jauh dan mengawang-awang. Penulis mencoba menerapkan sikap bertoleransi kepada anak-keluarga dan anak didik di lingkungan sekolah. Bekal serapan dari jejak sejarah para ulama di Bumi Beras Pandanwangi Cianjur merupakan nilai tambah yang tak bisa dimungkiri dan tidak bisa dinafikan, tentu. Apalagi dengan jargon berkesan kuat dan jantan: CianjurJago dengan lambangnya Ayam Pelung khas ras jenis unggas ini. Bila Si Pelung berkokok, iramanya indah dan panjang: hingga 28 detik.   

Toleransi Manjur dari Bumi Cianjur

Ade Supartini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun