Mohon tunggu...
Ade Suerani
Ade Suerani Mohon Tunggu... -

Orang Muna, tinggal di Kendari Sultra.\r\nklik juga :\r\nadetentangotda.wordpress.com\r\nadesuerani.wordpress.com\r\nadekendari.blogdetik.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sadisnya Pemilukada

13 Maret 2010   13:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:27 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tekad Helmy Yahya untuk menjadi pimpinan puncak eksekutif di daerah rupanya tak terbendung. Setelah gagal bersama  Syahril Usman dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Sumatera Selatan (Sumsel), kali ini Helmi turun tingkatan mendaftar melalui KPU Kabupaten Ogan Hilir, Sumatera Selatan.

Tentu masih hangat di benak kita, Helmi dan sang adik Tantowi Yahya pernah bersitegang akibat Pemilukada Sumsel. Helmi yang maju sebagai Calon Wakil Gubernur mendampingi Syahril Usman, dan Tantowi bersama partainya mendukung Alex Nurdin, calon terpilih.

Perseteruan itu tidak banyak diketahui publik, mungkin sekali dua kali sempat terpublikasi, karena keduanya mampu menutupi rapat-rapat.

Kita tinggalkan Helmi dan Tantowi. Kabar terbaru, di Kabupaten Muna (Sultra) sang Bupati mesti berseteru dengan sang istri termasuk keluarga besar sang istri. Saling lontar kata-kata terucap melalui koran lokal setempat. Kabarnya, sang bupati yang sudah dua periode ini memiliki calon penggantinya untuk Pemilukada Muna. Sementara sang istri mendukung sang adik yang juga mantan Kepala Dinas Kesehatan Muna. Akhirnya perang dingin kedua belah pihak tidak terbendung, dan hingga kini isunya langka perceraian kemungkinan akan diambil pasangan pasustri itu. Sikap politik yang berbeda nyaris membuat retak hubungan kekerabatan.

Pasca Pemilukada tidak sedikit dijumpai para kandidat yang saling bermusuhan. Salah satunya, ada upaya pelengseran melalui mekanisme hak angket di DPRD Sultra terkait hak angket.  Salah satu anggota DPRD Sultra yang gagal di Pemilu Gubernur 2008, sangat berambisi mencari celah untuk menjatuhkan Gubernur terpilih, Nur Alam.

Kabar dari Kementerian Agama, angka percerian meningkat salah satunya karena gagal di pemilu.

Itu mungkin cuma segelintir cerita dari puing-puing yang berserakan akan sadisnya politik Indonesia khususnya Pemilukada. Konflik horisontal bukan hanya sesama keluarga tapi sesama warga, sekampung, se erte kerap terjadi karena pilihan politik yang berbeda. Pasca pemilukada, "permusuhan" rupanya tidak serta merta berakhir, tapi malah menjadi dendam kesumat.

Hampir dipastikan setiap calon terpilih tidak dapat menggandeng calon yang gagal untuk sama-sama mengurus pemerintahan daerah. Calon gagal pun biasanya langsung terbang keluar daerah dan memilih stay disana. Hmmm....  tuh kan dendam kesumat!

Dampak lain dari pemilukada yang dilaksanakan dengan pilih langsung, perilaku money politic para kandidat.  Sikap ini tentu tidak baik buat pendidikan politik rakyat. Rakyat menjadi tergantung disetiap iven pemilukada, dan rakyat pula yang pada akhirnya tertipu calon terpilih. Saya bilang tertipu, karena bukan hal baru, janji-janji kampanye biasanya hanya sekedar janji karena calon terpilih lebih mementingkan bagaimana mengembalikan dananya yang habis puluhan milyar akibat biaya kampanye. Belum lagi mengembalikan dana para donatur dengan memenangkan di tender proyek walaupun tidak memenuhi syarat.

Akhirnya, sudah tepatkah Pemilukada kita? Apa atau siapa yang mesti dibenahi? Diformulasikan seperti apapun, kalau mental manusianya korup dan serakah, rakyat akhirnya jualah yang jadi korban. Dulu, DPRD yang pilih, DPRDnya yang korup. Sekarang, rakyat yang pilih, siapa yang korup? Wallahu'Alam (***)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun