Mohon tunggu...
TRI ISNAENIADES
TRI ISNAENIADES Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi - UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Hobi Meditasi, ingin menjadi vegetarian dan keliling dunia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Globalisasi dan Konsekuensinya terhadap Manusia (Teori Globalisasi - Zygmunt Bauman)

15 Desember 2022   01:02 Diperbarui: 15 Desember 2022   01:06 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

GLOBALISASI DAN KONSEKUENSINYA TERHADAP MANUSIA 

( Teori Globalisasi -Zygmunt Bauman )

Perhatian kalangan akademisi terhadap isu globalisasi termotivasi, terutama, oleh arti penting dari globalisasi, perhatian terhadap munculnya globalisasi dan kecemasan terhadap adanya globalisasi.  Globalisasi adalah penyebaran praktik, hubungan, kesadaran, dan organisasi di seluruh dunia. Globalisasi telah membuat kehidupan hampir setiap negara dan miliaran orang di seluruh dunia mengalami transformasi. Pertemuan tingkat tinggi organisasi global yang membahas masalah internasional menggambarkan perasaan yang sangat kuat bahwa orang-orang di seluruh dunia sedang menghadapi masalah yang sangat penting.

Teori globalisasi juga muncul akibat serangkaian perkembangan di dalam teori sosial, terutama reaksi menentang beberapa perspektif sebelumnya, seperti teori modernisasi. Hal yang menjadi karakteristik dari teori tersebut adalah bias Barat, keunggulan yang ditunjukan oleh negara-negara Barat dan gagasan bahwa negara lain tidak memiliki pilihan selain semakin menjadi seperti Barat.

Zygmunt Bauman memandang globalisasi sebagai "perang ruang". Dalam pandangannya, mobilitas merupakan faktor penting dan pembeda dalam stratifikasi sosial di dunia saat ini. Oleh karena itu, pemenang dalam perang ruang ini adalah mereka yang memiliki mobilitas luas dan mampu bergerak bebas secara global dalam proses menciptakan makna bagi diri mereka sendiri. Mereka dapat bergerak cukup bebas di ruang dan ketika harus "mendarat" di suatu tempat, mereka mengisolasi diri di ruang yang dipagari dan diawasi dengan ketat, di mana mereka akan aman dari pecundang dalam perang ruang ini. Mereka yang kalah bukan hanya mereka yang tidak bisa melakukan mobilitas, tetapi juga dikucilkan dan dikurung di wilayah-wilayah yang dilucuti maknanya.

Jika para elit global dimabukkan dengan kesempatan mobilitas mereka, yang lain merasa terpenjara dalam wilayah mereka dan tidak memiliki banyak peluang untuk bergerak. Pihak yang menang bisa dikatakan hidup dalam waktu dari pada ruang karena mampu menjakau setiap ruang dengan cepat. Sedangkan pihak yang kalah dapat dipandang sebagai mereka yang tinggal dalam ruang.

Zygmunt Bauman membedakan dua istilah pelaku mobilitas, yaitu Tourist (turis) adalah mereka yang bergerak secara sadara karena kehendak mereka sendiri. Sedangkan yang disebut sebagai Vagabond (pengembara) adalah mereka yang melakukan pergerakan karena keadaan lingkungan yang tidak lagi ramah yang mendorong mereka. Aspek-aspek positif dari apa yang disanjung-sanjung sebagai globalisasi adalah yang dikaitkan degan Tourist, sedangkan efek samping yang tidak terhindarkan adalah banyaknya aspek yang ditransformasi menjadi Vagabond. Dengan demikian, globalisasi diterjemahkan menjadi keresahan bagi banyak orang.

Bagaimanapun, mereka yang tampaknya menjadi pemenang dalam globalisasi memiliki masalah mereka sendiri. Pertama, terdapat beban yang dikaitkan dengan ketidakmungkinan untuk memperlambat karena tidak mudah untuk selalu bergerak. Kedua, moblitas berarti serangkaian pilihan yang tidak ada habisnya dan setiap pilihan memiliki ketidakpastian. Katiga, setiap pilihan memiliki resikonya tersendiri. Dunia global merupakan dunia yang semakin cair, sebagai akibatnya dunia global terus mengalai perubahan dan semakin sulit dikendalikan atau ditentuka suatu pemahaman yang tetap terkait globalisasi itu sendiri.

Pada 24 September 2018 Boy Band asal Korea Selatan menciptakan sejarah dengan menjadi Boy Band asal Korea Selatan pertama yang menyampaikan pidatonya pada siding PBB. Boy Band asal Korea Selatan tersebut berpidato pada peluncuran kampanye Generation Unlimited di UNGA (United Nations General Assembly ) ke-73, di Kota New York, AS. Menurut UNICEF,  badan dunia untuk urusan anak-anak, alasan Boy Band asal Korea Selatan, yaitu BTS dipilih untuk berpidato di depan majelis umum PBB karena mereka memiliki kesamaan maksud dengan kampanye yang dilakukan oleh UNICEF, yaitu Generation Unlimited.
Kampanye tersebut dibuat untuk meningkatkan kesempatan dan pemberdayaan anak-anak dan anak muda.

Berdasarkan pernyataan UNICEF Korea, seperti dikutip dari SBS via Naver, kampanye Love Myself dari BTS, yang menyatakan bahwa semua potensi manusia berasal dari mencintai dan menghargai diri sendiri, dan agenda Generation Unlimited dari UNICEF, yang bertujuan membuka potensi yang tidak terbatas dari anak muda, keduanya memiliki tujuan yang sama. Dikutip dari Forbes, secara umum kampanye ini bertujuan untuk memastikan setiap pemuda di dunia memperoleh pendidikan, pelatihan, dan pekerjaan per tahun 2030 mendatang.

BTS adalah salah satu wujud sukses Hallyu atau gelombang budaya popoler Korea Selatan. Popularitas dan penunjukan mereka dalam agenda internasional dianggap sebagai penyebarluasan soft power Korea Selatan. Soft Power adalah kemampuan mempengaruhi orang lain melalui penggunaan daya tarik dan bukan melalui paksaan, kekerasan ataupun imbalan. Dalam berbagai kesempatan pemerintah Korea Selatan melibatkan selebriti dalam acara diplomatik. Pemerintah juga mendukung produksi dan penyebaran budaya pop korea melalui kebijakannya. Pada kasus BTS ada strategi eksplisit dari pemerintah Korea Selatan menjadikan mereka senjata untuk menyebarkan budaya korea ke seluruh dunia. Semua hal tersebut tentunya tidak lepas dari faktor ekonomi dimana BTS dapat menyumbang 3,6 miliar USD per tahunnya untuk perekonomian korea selatan melalui musik dan dorongan kunjungan wisata.

Sedangkan melihat fenomona di belahan bumi lainnya yaitu Gaza, sebuah survei PBB tahun 2018 menunjukkan bahwa satu dari empat anak di Gaza membutuhkan dukungan psikologis karena trauma. Blokade Israel selama 15 tahun tidak hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi juga melukai secara psikologis warga Palestina. Anak-anak Palestina yang tinggal di Gaza juga merasakan situasi ini. Mereka yang telah menyaksikan berbagai aksi kekerasan yang dilakukan oleh Israel sejak lahir kini diklaim mengalami masalah kesehatan mental.

Menurut laporan LSM Save the Children, jumlah anak Palestina yang menderita depresi akibat blokade Israel telah mencapai 800.000 selama 15 tahun. Angka ini mewakili 80% anak-anak Gaza dan 47% dari 2juta penduduk Gaza. Gangguan mental yang mereka alami akibat blokade Israel adalah depresi, kesedihan dan ketakutan. Faktanya, empat dari lima anak di Jalur Gaza menderita tekanan psikologis.

Penelitian terbaru dari Save the Children menunjukkan bahwa kesehatan mental anak-anak, remaja, dan pengasuh telah merosot drastis sebesar 55% menjadi 80% sejak laporan pertama diterbitkan empat tahun lalu. Save the Children juga melaporkan bahwa lebih dari separuh anak-anak Gaza mempertimbangkan untuk bunuh diri, dengan tiga dari lima memilih untuk menyakiti diri mereka sendiri.

Berdasarkan fenomena Hallyu BTS dan strategi Soft Power Diplomatk Internasional Pemerintah Korea Selatan dan dipilihnya BTS mewakili suara generasi muda untuk berpidato di Forum Internasional PBB menyuarakan terkat masa depan generasi muda diseluruh dunia. Bagaimana dengan generasi muda di Gaza, apakah mereka bukan bagian dari generasi muda di dunia ini yang berhak mendapatkan hak pendidikan dan masa depan yang lebih baik. Sebagai badan perdamaian internasional apakah PBB adalah badan yang berpihak pada negara-negara yang tidak berkonflik saja. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul tersebut sejalan dengan yang disampaikan Zygmunt Bauman dalam teori globalisasinya yang melihat mobilitas sebagai kunci dalam dunia saat ini, dan pemenang dari globalisasi adalah pihak yang dapat memiliki mobilitas yang luas sedangkan pihak lainnya adalah mereka yang terpenjara dalam wilayahnya tanpa kesempatan melakukan mobilitas sebagai wujud dari dampak globalisasi terhadap manusia.

Sumber :

George Ritzer & Jeffrey Stepnisky. 2019. "Teori Sosiologi". Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

https://kumparan.com/kumparannews/kiprah-bts-di-sidang-umum-pbb-2018-ajak-anak-muda-cintai-diri-sendiri-1wXEmu8xpab

https://www.bbc.com/indonesia/dunia-57229521

https://www.pikiran-rakyat.com/internasional/pr-014749639/imbas-15-tahun-blokade-israel-80-persen-anak-anak-di-gaza-alami-depresi?page=2

Narasi Newsroom. 2021. "BTS : Soft Power ala Korsel".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun