Mohon tunggu...
Ade SetiawanSimon
Ade SetiawanSimon Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Scribo Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ada Cerita pada Selembar Kain Tenunan Perempuan Sumba

4 Februari 2023   10:34 Diperbarui: 4 Februari 2023   10:39 1027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kain tenun Sumba milik ibu Danga Mbandar dengan motif patola dan lambang kerajaan Belanda (doc. pribadi)

Dibalik keterbatasan penduduk Nusa Tenggara Timur mengejar pendidikan dan bersaing mengembangkan sektor ekonomi yang berdikari, masyarakat NTT sebenarnya telah dikaruniai sekian banyak potensi alam  mulai dari bentang alam pulau Flores dengan potensi pertanian, perikanan dan eko wisata yang belum dikelola secara bijak; Pulau Timor termasyur lewat harumnya cendana hingga mengundang para pedagang datang menjarah habis sebelum masyarakatnya sendiri menyadari akan berharganya tanaman yang tumbuh liar sepanjang daratan Timor; wilayah Sumba terkenal dengan luasnya padang savana dengan potensi pengembangan peternakan dan pertanian serta ekosistem budaya dan wisata alam serta pantai yang menakjubkan; belum lagi wisata bahari pada pulau-pulau kecil diwilayah Nusa Tenggara Timur yang sebagian besar masih dikuasai serta dikelola perorangan dan belum berdampak pada ekonomi kerakyatan.  

Selain potensi alam, masyarakat Nusa Tenggara Timur memiliki beragam warisan budaya dan produk intelektual, setiap kabupaten di Nusa Tenggara Timur memiliki perbedaan budaya seperti bahasa, alat musik maupun pakaian adat. 

Perbedaan karakter sosial masyarakat berdasarkan topografi alam  menjadikan Kawasan tenggara Indonesia ini tetap lestari dengan produk intelektual lokal yang perlu mendapat  dukungan pemerintah dalam usaha meningkatkan pola kreatifitas dan produksi lokal, sehingga membantu pertumbuhan ekonomi keluarga dan masyarakat dengan cara memperkenalkan dan memasarkan, juga pelatihan dan pemberdayaan masyarakat wilayah tapak. 

Tradisi tenun pada masyarakat NTT bersifat partikular, berbeda antar daerah dikarenakan tradisi tenun sangat berkaitan dengan pengetahuan lokal, kepercayaan, sosial-budaya serta lingkungan alam masyarakat oleh sebab itu seni tenun pada setiap masyarakat NTT memiliki bentuk dan teknik yang berbeda, seperti pada masyarakat daratan Flores yang memiliki dua teknik tenun yakni jenis tenun ikat tradisional yang menyebar dari wilayah Ende hingga ke wilayah Lembata dan sebagian pulau Sumba, sementara teknik tenun sulam songket banyak dijumpai pada masyarakat Nagekeo hingga Manggarai Barat.

Tradisi tenun sendiri telah digeluti oleh kaum perempuan diwilayah Mesopotamia, Mesir, India dan Turki jejak ini dapat ditemukan pada jalur  sutra yang digunakan oleh masyarakat eurasia pada masa lampu untuk kegian kelompok nomaden, pedagang, para biarawan serta menjadi jalur untuk menginvasi suatu wilayah. 

Tradisi dan teknik menenun komunitas perempuan di wilayah ini telah melintasi kota dan pelosok, menjadikan kegiatan menenun sebagai identitas perempuan pada masanya yang konon dianggap sebagai salah satu kesiapan seorang perempuan menjadi  dewasa dalam mengambil keputusan oleh sebab menenun memiliki makna filosofi mendalam, perempuan penenun adalah mereka yang memberikan perhatian terhadap ketelitian, menghargai proses serta menjiwai setiap pekerjaan dan kehidupannya.

Tradisi kelompok penenun telah melewati rentang waktu melintasi jalur sutra hingga tiba di wilayah tenggara Nusantara, hingga saat ini perempuan adat di pulau Sumba tetap menjalankan kegiatan menenun sebagai bagian aktifitas rumah tangga, bagi masyarakat adat kain tenun merupakan bagian penting yang tak dapat dipisahkan pada kegiatan serimonial adat setempat seperti acara adat peminangan dan serimonial kematian masyarakat di Sumba.

Perempuan adat penenun kain Sumba adalah kelompok  pendukung aliran romantisisme namun bedayanya para perempuan penenun ini melukiskan masa lalu pada motif-motif kain tenunan tangan mereka, hasil sebuah proses kreatif pemikiran kelompok perempuan penenun Sumba yang berlangsung ratusan tahun untuk mengembangkan motif, menemukan teknik pewarnaan serta menurunkan hasil proses intelektual kepada generasi berikutnya. 

Bagi perempuan adat Sumba saat ini, menenun bukan semata-mata mendukung perekonomian rumah tangga tetapi juga merawat nilai-nilai pelestarian budaya dan sejarah masyarkat Sumba.

Danga Mbandar, perempuan adat penenun kain Sumba asal kota Waingapu masih tetap aktif menenun pada selah waktu rutinitasnya sebagai salah satu staf diinstansi pemerintahan beberapa waktu silam, ia berkisah kepada saya terkait kain hasil tenunannya. Perempuan Sumba membuat motif berdasarkan apa yang mereka lihat dilingkungan sekitarnya, ada karakter kuda, buaya, singa sampai dengan naga. 

Semuanya itu berdasarkan hasil pengamatan serta proses belajar panjang hingga dapat dituangkan dalam karya intelektual kelompok perempuan penenun. Menurutnya perempuan adat  penenun kain Sumba adalah kelompok kerja kolektif kolegial yang bersama-sama mereka menemukan, memproses, menciptakan motif hingga mendistribusikan pengetahuan kepada penenun lain secara turun temurun.

kain tenun Sumba milik ibu Danga Mbandar dengan motif patola dan lambang kerajaan Belanda (doc. pribadi)
kain tenun Sumba milik ibu Danga Mbandar dengan motif patola dan lambang kerajaan Belanda (doc. pribadi)

Pada kesempatan yang sama Danga Mbandar menunjukan kepada saya salah satu kain tenun hasil karyanya, ia menceritakan pada kain tenun tersebut terdapat dua motif yaitu patola dan lambang kerajaan ratu Belanda. 

Menurut beliau kain dengan motif serupa hanya boleh digunakan oleh orang yang memiliki kedudukan tinggi dan dihormati dalam masyarakat seperti raja atau bangsawan. Motif patola pada kain tenun masyarakat sumba merupakan hasil modifikasi pada motif kain India hasil asimilasi budaya yang dibawah oleh pedagang India di Sumba Timur. 

Selain itu menurut penulusuran sejarah motif patola merupakan tanda kepangkatan yang diberikan oleh kerajaan Majapahit dalam bentuk sehelai kain sutra kepada raja di wilayah sumba. Para raja dengan kepangkatan dari Majapahit ini disebut Sundarangga Rapatola. 

Sementara itu motif lambang kerajaan Belanda didapat perempuan adat penenun Sumba dari mata uang logam dan panji kerajaan yang dibawah pada saat pendudukan Belanda di Sumba. 

Ada pula motif buaya atau Apuh sebutan oleh masyarakat lokal wilayah Lewa, di mana karakter ini memiliki kaitan dengan legenda dan mitologi masyarakat setempat.

Kegiatan menenun perempuan adat Sumba adalah usaha perempuan sumba merawat ingatan dan identitas orang sumba. Menurut Danga Mbandar, ada proses usaha dari komunitas perempuan adat penenun kain Sumba melindung hak pengetahuan karena menurutnya komunitas perempuan adat dan hasil tenunannya adalah bagian dari masyarakat adat di mana setiap hasil kreatifitasnya merupakan identitas dari masyarakat adat itu sendiri. 

Hak cipta dan intelektual ini perlu mendapat pengakuan dan dilestarikan sehingga tetap menjaga iklim tradisi masyarakat adat serta mengangkat nilai ekonomi, menghindari plagiasi hak cipta dan intelektual yang dapat merendahkan nilai dari hasil budaya sebagaimana yang pernah dialami oleh masyarakat India saat mengalami pendudukan Inggris, Imperium Mughal menjadi salah satu pusat produksi tekstil yang memiliki orientasi ekspor, teknik pemintalan dan produksi sudah jadi bagian dari hak cipta dan intelektual yang berkembang pada masyarakat Mughal dan India pada umumnya sejak 3000 SM sebelum  Inggris datang menguasai India. 

Namun melihat potensi ekonomi tinggi pada sektor tersebut pada akhirnya membuat Inggris berusaha mentrasformasi sektor tekstil di wilayah India dari yang beroriantasi ekspor menjadi impor dengan cara merampas alat produksi untuk menekan jumlah produksi di wilayah India serta membuka lahan perkebunan penghasil bahan baku tekstil dan menjadikan India sebagai pasar ekspor tekstil Inggris. Pristiwa sejarah ini memberikan pelajaran bagi masyarakat adat untuk terus memperjuangkan kekayaan warisan intelektual mereka dalam merawat kesadaran dan identitas masyarakat lokal.

SUMBER: 

Ekspedisi Jejak Peradaban NTT, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2011

https://id.wikipedia.org/wiki/Tenun

https://www.republika.id/posts/34821/dominasi-inggris-di-india

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/32610/f.%20BAB%20II.pdf?sequence=6&isAllowed=y

Soelarto B., Budaya Sumba Jillid I. Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Ditjen Kebudayaan-Oepartemen P & K Republik Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun