Sejatinya konsep rumah adat Uma Kalada merupakan rumah panggung dengan mengadopsi konsep arsitektur rumah Joglo Jawa, hal ini memiliki keterkaitan dengan catatan sejarah terkait pengaruh Maja Pahit pada masyarakat Sumba.
Ini dapat kita temukan dalam tuturan pada upacara adat masyarakat setempat sebagai bentuk pengormatan terhadap leluhur: Sang Ia Ratu Jawa, Sang Aji Ratu Bima serta dalam catatan negarakertagama yang menyebutkan Sumba sebagai bagian dari wilayah nusantara.Â
Setidaknya terdapat dua penamaan lain selain Uma Kalada untuk menyebut rumah induk atau rumah menara yakni Uma Bokul yang umum digunakan masyarakat Sumba dan Uma Mangu Toko yang biasa digunakan oleh masyarakat kampung Prai Ijing.
Uma Kalada memiliki tiga bagian penting dan menjadi filosofi masyarakat Sumba melihat rumah induk sebagai simbol kehidupan, bagian pertama adalah Sali Kabungu atau bagian bawah rumah yang dapat difungsikan sebagai kendang hewan. Sali Kabungu berkaitan dengan tanah atau bumi tempat manusia berziarah.Â
Bagian rumah kedua adalah Katungu atau bagian dalam rumah tempat penghuni rumah bercengkrama, menyelesaikan masalah dan tempat perdamaian. Terdapat tungku api di dalam rumah yang dapat dilambangkan sebagai kehidupan harus tetap menyala atau bermanfaat bagi seisi rumah dan kampung.Â
Pada bagian Katungu terdapat dua pintu yang masing-masingnya diperuntukan untuk pria dan wanita ketika hendak masuk atau keluar dari rumah.Â
Bagian rumah ketiga adalah Uma D'ana atau menara sebagai simbol bersemayamnya sang pencipta sebagai mana atap rumah yang menjulang mencakar langit bertemu sang pencipta. Pada bagian ketiga ini terdapat tempat penyimpanan hasil panen dan benda pusaka.
Bagi masyarakat Sumba, Uma Kalada adalah rumah tempat asal dari kehidupan dan pada akhirnya menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi setiap anggota, tempat melakukan hajatan atau ritual adat, pertemuan adat serta menjadi tempat rekonsiliasi, karenanya Uma Kalada dianggap sakral bagi setiap masyarakat setempat dan terus melestarikan tradisi kepada generasi selanjutnya.
SUMBER:
Hasil wawancara dengan penduduk Prai Ijing desa Tebara -- Sumba Barat