Mereka Para pria seperti hilang birahi setalah ditinggal wanitanya, layaknya anjing Laconian yang ogah menggiring dan mengatur kawanan domba di bukit-bukit batu Ithaca, menyusuri lembah dan menghantar domba-domba lugu itu pulang ke peternakan, karena mereka tau tak ada lagi betina di sana. Semenjak Yunani berhasil disatukan oleh Heracles, si Aristos Achaion Yang terbaik di antara bangsa Yunani gelar yang membeku seperti aliran air sungai Scamander di Anatoli pada musim dingin; gelar yang akan berakhir pada ukiran mangkok emas para bangsawan; gelar yang seolah-olah akan menjadi miliknya seorang hingga keabadian; setiap wilayah Yunani kembali bersolek, sudah tak ada lagi perang di antara kami, setiap raja sibuk membangun wilayahnya sampai lupa cara membuat intrik agar ada alasan menyerang kerajaan tetatanggannya. Masa-masa damai ini telah membawa kaum pria kami menjadi melankolis, hilang insting dan rasa mawasnya, kami kini seperti anjing jantan Molossian yang berbaring dekat perapian dapur majikannya sambil sibuk menjilati anak-anaknya.
Sekembali dari bangsal tempat pelatihan anak laki-laki; lembing, pedang dan perisai biasanya kami simpan dengan rapih terkadang seperti barang hiasan di sudut ruangan, bahkan pedang logam, ketopong tembaga berhiaskan surai kuda untuk melingungi kepala milik orang tua kami tinggal menunggu waktu akan menjadi pusaka keluarga. Para pria kini tak lagi mengotori dirinya dengan peluh, darah dan debu di lapangan untuk melatih ketangkasan menggunakan lembing dan pedang, para pria kami memilih memanggul cangkul mereka dan pergi keladang menggagahi tanah hingga langit menjingga di barat, kembalilah mereka ke peraduan kepada keluarganya.
Ithaca tanah air ku, tak seperti Athena dan Sparta yang subur di tempatku tak banyak tanah subur untuk ditanami dan tempat bertumbuh pohon-pohon besar serta pohon Ara.Â
Ithaca wilayah perbukitan, ditumbuhi rumput dan batu-batu cadas tumbuh subur menyumbul keluar dari tanah Ithaca, namun demikian wilayah kami jadi tempat menyenangkan bagi kambing dan domba-domba, kami sangat berkelimpahan akan daging segar dan pakan ternak; yang terakhir ini penting karena ketika musim dingin tiba banyak hewan di hutan dan peternakan menjadi kurus, sementara di tempat kami para peternak membuat lumbung-lumbung berkelimpahan persedian pakan ternak. Orang-orangku di Ithaca adalah pengrajin kulit terampil, mereka memproduksi baju perang dari kulit terbaik diseantero wilayah Yunani untuk dijual ke pasar pada pusat kota di kerajaan lain.
Pasukan perang kami bukanlah yang terbaik jika dibandikan dengan Sparta, Argos, maupun Phthia yang dipimpin oleh Peleus dengan pasukannya Myrmidon si manusia semut. Konon menurut legenda orang-orang Phthia diciptakan Zeus dari semut, pasukan ini merupakan satu dari beberapa pasukan tempur terbaik di Yunani.Â
Menurut cerita Leartes ayahku, Mereka orang-orang Myrmidon seperti koloni semut yang gemar menyerang koloni lain. Mereka rapi dalam bertahan, gembira dalam menyerang serta ceria ketika berbondong-bondong menggotong hasil jarahan seperti semut.Â
Kami tidaklah sebanding dengan mereka, kami orang Ithaca terkurung dan terpencil dari orang-orang Yunani itu, kami seperti dibuang para dewa, menyendiri di perairan Ionian dan diasingkan seperti anak yang dikucilkan ibu tiri di rumah ayah.Â
Setiap pagi pada musim panas kami dibangunkan oleh suara kambing dan domba yang minta makan pada tuannya, disuguhkan pemandangan garis  biru dipenhujung pandangan serta hamparan padang rumput yang ditumbuhi batu-batu karang di halaman rumah dipedesaan. Namun demikian orang-orang kami adalah pedayung, kelasi dan nahkoda yang tangguh semasa perang, mereka cekatan dan terlatih di armada perang, gesit dan piawa membaca arah angin dan gelombong, lagi pula kami seperti ditakdirkan dapat mengendalikan amuk lautan.Â
Kini sebagian besar dari generasi muda kami telah beralih menjadi bagian dari armada dagang kerajaan untuk menghantar hasil bumi kami ke seantero dermaga di wilayah Mediterania serta sekitar perairan Ionian, sebagian lagi lagi dari kami pandai merajut jaring dan handal melepas jala dilautan, saking akrabnya kami pada lautan hasil tangkapan nelayan kami selalu melimpah.
Di negeri kami yang tenang dan jauh dari gangguan legion asing, tinggal lelaki tua bersahaja Laertes namanya, bertubuh tinggi tegap dengan janggut putih menggantung menutupi kulit coklat wajahnya. Tatapan matanya tajam dan terdapat warna gelap ditengahnya seperti lubang hitam yang menyeret tubuh kami masuk ke kedalamnya ketika ia menatap dan berbicara. Ia memperanakan  aku dan adikku Ctimene dari istrinya Anticlea anak Autolycus. Dari ibu kami Ctimene, kami memperoleh garis sedarah dengan si Jason, salah satu pahlawan legendaris Yunani.
Pernah suatu malam di dekat perapian kamar ayah, ia bercerita tentang Jason, dalam terang perapian yang temaram aku dapat melihat bola mata hitam ayah menyeretku masuk dalam kisahnya. Jason anak Aeson raja Lolcos, usianya baru seumur gandum ketika ayahnya mangkat, maka Pelias saudara ayahnya berusaha menyingkirkan Jason ke gunung Pelion dan di sana ia dibesarkan oleh Chiron si Centaur manusia bertubuh kuda.Â
Master centaur itu dikenal sebagai guru bijak yang berwawasan luas, ia mengusai ilmu pengobatan, ilmu alam, Â dan seni perang, kelak ilmu itu digunakan Jason dalam memimpin Argonauts. Setelah Chiron merasa sudah waktunya, Jason kembali ke negeri asalnya untuk menuntut balik tahta kerajaannya. Ayahku ada di sana bersamanya mengalahkan naga yang menjaga mantol emas lambang kemuliaan Zeus.Â
Mantol emas bagi rakyat kami menjadi pratanda kemulian dan kepemimpinan atas raja-raja Yunani. Mantol ini pernah dimiliki raja Aeetes namun terjadi perbantahan diantara mereka dan Aeetes menyembunyikannnya jauh di bawah perut bumi. Jason nekat perbuat ini saat menerima tantangan Pelias atas tuntutan Jason mengambil alih  haknya. Mendengar cerita ayah membuatku bangga menjadi orang Itcaha, karena dibalik kesendirian Itcaha di tengah amarah lautan, berdiam seorang pembunuh naga, pahlawan Yunani, sahabat Jason Yang Agung dalam ketenangannya diusia senja. Bersambung.........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H