Lebaran atau Idul Fitri sebentar lagi. Seluruh keluarga muslim di kampung kami mulai sibuk mempersiapkan bahan olahan berbagai masakan khas Lebaran seperti semur daging, anguen lada, dan gemblong
Ya, merayakan Lebaran di kampung kami, kurang afdol tanpa ketiga menu wajib tersebut.
Tak heran, menjelang lebaran, hewan kerbau banyak dicari di kampung-kampung.
Biasanya kerbau dibeli secara patungan (iuran), atau warga setempat menyebutnya matung.
Nantinya, sehari menjelang Lebaran, biasanya warga berkumpul dan bersama-sama memotong kerbau, mengulitinya dan memotong daging untuk kemudian dibagikan secara merata pada warga yang matung
Begitu juga dengan beras ketan sebagai bahan utama pembuatan gemblong atau uli ketan (nasi ketan yang ditumbuk).
Gemblong baik yang dibakar (gegemblong), dicocol ke kuah semur daging kerbau, adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari budaya warga setempat saat menjelang dan saat lebaran.
Maka tidak heran, jika hal itu tidak dilakukan, seperti ada sesuatu yang kurang.
Sementara semur daging kerbau, yang merupakan pasangan dari gegemblong, yakni hidangan daging rebus yang diolah dalam kuah kental berwarna coklat pekat yang terbuat dari kecap manis.
Nah, gegemblong yang dicocol ke kuah semur daging kerbau ini, hanya ada saat menjelang dan saat lebaran.
Adapun Angeun Lada, yang dalam bahasa Sunda "Angeun" berarti sayur dan "Lada" memiliki makna pedas.
Biasanya, Angeun Lada disajikan sebagai hidangan wajib pada perayaan besar, salah satunya adalah ketika Lebaran atau perayaan Idul Fitri.
Biasanya juga porsi masakan saat menjelang Lebaran sengaja dibuat agak banyak lantaran sebagiannya akan dibagikan kepada sanak saudara dan tetangga terdekat.
Baca juga:Â Memaknai Toleransi, Keseragaman, dan Keberagaman dalam Berpuasa
Budaya saling mengirimkan makanan ini disebut nganteuran yang bermakna mengantarkan atau bertukar makanan saat menjelang hari raya Lebaran
Menyambut hari besar Lebaran, warga akan saling bertukar hidangan khas lebaran, hingga aneka kue-kue Lebaran seperti Rangginang atau Jipang.
Bagi saya dan keluarga, momen seperti ini selalu antusias untuk turut serta mengantarkannya.
Tradisi nganteuran makanan ini sudah biasa terjadi secara turun temurun.
Oh ya, tradisi nganteuran memiliki filosofi mendalam yang mengajarkan pentingnya menyambung dan mempererat tali silaturahim
Selain itu, tradisi budaya sunda ini juga mengajarkan pentingnya berbagi dengan sesama.
Hal itu terjalin di keluarga besar kami. Yang muda akan mengantar ke yang tua. Begitupun sang anak yang sudah berkeluarga akan mengantarkan makanan pada orangtuanya.
Nah, beberapa tahun belakang tradisi nganteuran makanan memang masih banyak dilakukan, namun seiring waktu sudah banyak yang melakukan dengan cara yang lebih modern.
Selain makanan berat seperti masakan lauk matang dan kue-kue tradisional, kini nganteuran Lebaran modern juga bisa berupa bingkisan Lebaran atau yang lebih populer dengan hampers atau parcel lebaran.
Isiannya tetap makanan, namun nganteuran dalam versi modern, bisa berupa sirup, kue kering, wafer, permen, hingga kudapan lain yang bisa jadi suguhan saat lebaran. Termasuk di dalammnya ada yang berupa sembako.
Meskipun cara nganteuran yang berbeda, tapi tetap makna dan tujuannya sama yakni mempererat tali silaturahim. Semoga bermanfaat!
Salam Literasi
 Ade Setiawan, 02.04.2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H