Lantaran mazhab serta metode yang digunakan berbeda, akibatnya penentuan awal bulannya juga kerap waktunya tidak berbarengan. Dan itu sudah biasa terjadi.
Nah, perbedaan itu baru mengemuka jadi perbincangan tatkala akan memasuki penentuan awal puasa Ramadan dan lebaran Idul Fitri.
Bahkah melalui surat edaran, Kemenag jauh hari sudah mengimbau, "Umat Islam diimbau untuk tetap menjaga ukhuwah Islamiyah dan toleransi dalam menyikapi potensi perbedaan penetapan 1 Ramadan"
Imbauan Menteri Agama tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2024 tertanggal 26 Februari 2024 tentang "Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi" yang ditujukan kepada masyarakat muslim di Indonesia.
3. Lalu, apa perbedaannya?
Umat Islam di Indonesia memulai ibadah puasa Ramadan dan Idul Fitri mengikuti dua metode, yakni metode hisab (hitungan astronomi) dan metode rukyat (melihat langsung) yang masing-masing memiliki landasan yang kuat dari ayat Al-quran dan hadis.
Kedua metode itu kerap disimbolkan pada dua ormas Islam di Indonesia. Di mana Nahdlatul Ulama (NU) direpresentasikan sebagai mazhab rukyat, sedangkan Muhamadiyah diidentikkan sebagai mazhab hisab.
NU menggunakan metode yang disebut "rukyatul hilal" atau melihat langsung maupun lewat penyempurnaan (Istikmal).
Sedangkan Muhamadiyah dikenal dengan hisab atau perhitungan matematis berdasarkan garis edar rembulan hijriyah secara astronomis.
Adapun pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama melalui tim hisab rukyat menggunakan kombinasi metode keduanya.