Mohon tunggu...
ADE SETIAWAN
ADE SETIAWAN Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Kepala Puskeswan Pandeglang

All is Well

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Munggahan dengan Babacakan, Tradisi Makan Bareng Menjelang Ramadan

8 Maret 2024   03:00 Diperbarui: 8 Maret 2024   17:35 1320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Babacakan / Dokumentasi Pribadi

Khasanah budaya Indonesia kaya akan tradisi dalam menyambut bulan Ramadan. Salah satunya adalah tradisi Munggahan dengan Babacakan yang dilakukan masyarakat Pandeglang, Provinsi Banten.

Setiap daerah memiliki cara tersendiri dalam menyambut momen Ramadan, bulan dalam kalender hijriyah yang mewajibkan umat Islam berpuasa selama sebulan penuh.

Di Kabupaten Pandeglang contohnya, hari ini saya membaca pesan dari whatsapp grup (WAG) yang berisi, “Bp/ibu pegawai dpkp bsk ditunggu kehadiran nya.” Bunyi pesan itu yang dikirim Kamis 07/03/2024 sekira pukul 13.46

Ini adalah pesan singkat dari WAG dimana kami bekerja sebagai PNS.

Pesan ini disampaikan pimpinan yang ditujukan kepada seluruh pegawai untuk berkumpul bersama di kantor dalam rangka menyongsong bulan Ramadan 1445 H.

Pesan lain juga muncul dalam WAG yang sama , berisi menyampaikan info tambahan, “Dalam rangka munggahan kita adakan pengajian, siraman rohani untuk persiapan dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan. InsyaAllah akan di isi oleh guru ngaji kita Ustadz KH. Hasimi. Diharapkan kepada Bapak/Ibu semua setelah apel Jumat pagi langsung merapat ke mushola, nanti dilanjut munggahan/babacakan,” begitu bunyinya.

Baca juga: Perketat Pengawasan Lalu Lintas Hewan Jelang Ramadan

Kumpul bareng (baca: bersama) ini biasa kami lakukan setiap tahun menjelang bulan suci dan penuh berkah, Ramadan.

Tradisi ini disebut “Munggahan” kebiasaan turun temurun di kantor kami yang dilaksanakan dalam rangka menyambut datangnya bulan Ramadan.

Munggahan ini sebagai ajang silaturahmi untuk saling maaf memaafkan dan bersyukur atas nikmat yang dipertemukan kembali dengan bulan suci Ramadan.

*****

Munggahan berasal dari kata bahasa sunda “Munggah” (unggah) yang artinya naik.

Kata “naik” melambangkan perjalanan menuju ke tempat yang lebih tinggi derajatnya. Maksudnya dari bulan Sya’ban ke bulan Ramadan, yang dinilai lebih mulia dari bulan lainnya.

Munggahan ini dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT.

Juga, dalam rangka membersihkan diri dari hal-hal yang buruk selama setahun sebelumnya. Dan agar dihindarkan dari perbuatan yang tidak baik selama menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan.

Umumnya, munggahan dilaksanakan dengan cara berkumpul bareng keluarga, kerabat atau teman kantor, bahkan  bersama anak-anak sekolah.

Munggahan biasa dilakukan di masjid atau mushala, rumah-rumah, kantor, sekolah, hingga tempat di mana biasa dilakukan ziarah kubur.

Selain itu, ada pula yang mengunjungi tempat-tempat wisata bersama keluarga, kerabat dan handai taulan.

Di pelosok desa, munggahan juga biasa dilakukan masyarakat setempat dengan mengamalkan sedekah munggah yang digelar sehari atau dua hari menjelang bulan puasa.

Baca juga: Talas Beneng, Pangan Lokal asal Pandeglang yang Kaya Karbo

Dalam acara munggahan, biasanya kami saling bermaaf-maafan dan berdoa bersama agar mendapatkan kekuatan dan kemudahan selama menjalankan ibadah di bulan Ramadan.

Kemudian, munggahan diakhiri dengan tradisi makan bareng atau istilahnya “Babacakan” yang merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya lokal masyarakat Pandeglang.

Tradisi  babacakan ini biasanya diisi dengan makan bersama beralas daun pisang sambil duduk lesehan.

Menu yang disajikan mulai dari nasi liwet, tempe, ikan asin, serta sambal dan lalapan.

Babacakan diikuti oleh minimal dua atau tiga orang. Semakin banyak orang yang ikut babacakan, maka akan meriah tradisi makan bersama tanpa alas piring dan sendok ini.

Cara makannya dilakukan dengan cara memanjang, artinya makan babacakan dilakukan secara berhadap hadapan.

Pola makan ini terutama diikuti oleh orang yang lebih sedikit dan lebih bersifat tradisional lantaran menggunakan daun pisang sebagai media alas makan.

Berlainan halnya dengan babacakan dengan skala yang lebih banyak. Saat menyantap hidangan mereka kerap menggunakan pola ngariung (berkumpul membentuk lingkaran) secara berkelompok.

Tradisi munggahan jelang Ramadan dengan babacakan ini, sampai sekarang masih eksis dilaksanakan secara antusias oleh masyarakat Pandeglang.

Marhaban ya Ramadan! Bulan yang penuh keberkahan dan sarat keistimewaan, serta sangat dimuliakan Allah SWT.

Salam Literasi

Ade Setiawan, 07.03.2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun