Suatu hari diakhir pekan, anak kedua kami yang telah bekerja cukup lama di luar kota pulang ke rumah. Ia mengutarakan bongkahan isi hatinya. Bahwa dirinya mencintai seorang wanita yang sangat cantik. Wanita itu telah memikat hatinya, bahkan sejak semasa kuliah. Dan ia ingin menikahinya. Begitu penuturannya kepada kami selaku orang tua.
Mendengar cerita sang anak, saya dan sang istri yang saat itu berbincang bertiga agak kaget. Sebab kami tahu persis, sang anak belum pernah bercerita tentang wanita atau bahkan terlihat ia berpacaran. Bahkan juga, kami belum pernah sekalipun bertemu dengan sang dambaan hatinya itu.
Kami terharu dengan keterusterangan anak kedua kami yang lahir tahun 1999 ini dan secara spontan meng-aminkan permintaannya itu. "Tugas orang tua mendo'akan dan merestui," itulah ungkapan yang kami sampaikan kepada anak laki-laki kami.
Meminta dan mendapat restu dari orangtua untuk melangsungkan pernikahan memang relatif lebih mudah jika anak kita laki-laki. Berbeda jika anak kita seorang wanita yang -- biasanya -- acap kali harus mempertimbangkan bibit (garis keturunan), bebet (status sosial ekonomi), dan bobot (kepribadian dan pendidikan). Hal itu mengingat sang calon laki-laki kelak sesudah menikah akan menjadi kepala keluarga dan pemimpin rumah tangga.
Baca : 95 Tahun Sumpah Pemuda
Lantaran anak saya laki-laki, sebagai seorang ayah saya yakin kepada sang anak, bahwa apa yang ia utarakan untuk membangun rumah tangga segera adalah pilihan yang terbaik. Kami yakinkan pula bahwa yang penting ia dan pasangannya bisa saling menerima, saling ikhlas, dan tawakal satu sama lain.
Saya pun memaklumi niatannya untuk segera menikah. Sebab jatuh cinta itu alamiah bagi setiap orang. Kapan saja dan dimana saja cinta bisa tumbuh dan berkembang. Cinta adalah fitrah dan kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi bila waktu pemenuhannya telah tiba.
Hanya saja, demi terpeliharanya kehormatan dan harga diri seseorang, Agama kami - Islam - mengajarkan agar pemenuhannya dilakukan dengan cara-cara yang benar, yaitu melalui proses pernikahan.
Terlebih sang anak, saya kira sudah menjadi pemuda cakap dan cukup mampu menurut ukuran agama. Mampu disini mengacu kepada kemampuan secara fisik, keilmuan, mental, dan secara finansial sudah bekerja dan berpenghasilan pula.
Mendengar ceritanya itu, saya pun mendukung untuk tidak menunda-nunda pernikahan lantaran alasan yang tidak syar'i (melanggar tuntunan agama Islam), padahal ia sudah mampu.
Kami pun berbincang cukup panjang lebar dan agak lama membicarakan soal kapan kami harus melamar atau meminang untuknya. Prosesi lamaran ini diharapkan akan mempertemukan kedua keluarga baik dari pihak laki-laki dan wanita sebagai ajang silaturahim.
Lamaran merupakan bagian dari proses sakral sebagai langkah awal menuju jenjang pernikahan. Tujuannya menyampaikan maksud keseriusan keluarga kami untuk meminta anak wanita sebagai calon istri anak kami yang laki-laki. Karena ini bersifat sebatas perkenalan antar keluarga, jadi kami memutuskan untuk tidak perlu melibatkan banyak orang. Cukup keluarga inti saja yaitu saya, istri, dan seluruh anak-anak kami yang akan berangkat.
Baca juga :Â Selamat Datang KTP Digital, Selamat Tinggal KTP Elektronik
Prosesi Lamaran yang Sederhana
Hari demi hari berlalu, akhirnya kami bertandang mengunjungi keluarga besar wanita di ujung Kabupaten Serang Provinsi Banten. Persiapan kami sederhana saja. Secukupnya membawa sesuatu untuk pihak keluarga wanita. Juga sebagaimana lazimnya dalam istilah lamaran ada tukar cincin dan buah tangan lainnya.
Bagi kami, prinsip lamaran itu adalah bentuk kesungguhan dan niat baik dua keluarga sebagai landasan untuk melangkah di jenjang berikutnya, yakni pernikahan. Oleh karena itu, prosesi acara lamaran yang kami lakukan sengaja dibuat sederhana. Namun pesan yang kami bawa tersampaikan dan bisa diterima oleh keluarga besar pihak wanita. Yakni kami ingin melamarkan untuk menjadi calon istri anak saya.
Kedatangan kami pada siang hari itu disambut hangat keluarga sang wanita. Sambil mencicipi hidangan yang disediakan kami berbincang dan bercengkerama ditengah-tengah keluarga mereka.
Saya menyampaikan langsung maksud dan tujuan kedatangan keluarga kami. Tiada lain dalam rangka menjalin silaturahim agar tercipta saling mengenal lebih dekat.
Lalu saya memperkenalkan anggota keluarga kami satu persatu. Dan berikutnya, saya sampaikan, bahwa sebagai orang tua pihak laki-laki ingin menyampaikan niat baik anak kami - yang saya pikir sudah lama kenal dengan sang wanita - maka hari ini ingin menanyakan secara langsung apakah pihak wanita sudah memiliki laki-laki yang mengikat atau belum?
Baca : Menu Makanan Favorit Keluarga
Jika belum, pada kesempatan ini kami dari keluarga pihak laki-laki dengan niat tulus bermaksud melamar anak wanita sang bapak, dan sebagai wujud tanda ikatan, kami membawa ala-kadar bawa-an sebagai tanda ikatan lamaran. Mohon untuk tidak melihat nilainya. Tetapi ini bentuk niat tulus kami untuk melamar anak bapak. Begitu kira-kira yang saya sampaikan ketika melamar.
Fungsi utama dari lamaran adalah sebagai peresmian dari pihak laki-laki melamar atau meminang pihak wanita. Kami mengatakan kalau sudah jodoh, kita harus percaya bahwa yang namanya jodoh akan dimudahkan segalanya oleh yang Allah SWT.
Selanjutnya kami mendengarkan jawaban dari pihak keluarga wanita. Dan Alhamdulillah kesimpulannya adalah menerima lamaran kami.
Setelah itu saya sampaikan pula untuk mempertimbangkan kapan jadwal pernikahan keduanya. Namun rupanya tidak sesederhana itu menentukan jadwal sebuah pernikahan yang melibatkan dua belah keluarga. Akhirnya kami sepakat untuk saling mempertimbangkan jadwal pernikahannya nanti seiring berjalan waktu, sesuai kesiapan kedua belah pihak.
Baca juga :Â ASN Harus Siap Ditempatkan di Mana Saja
Cinta itu Penyakit, Obatnya Menikah
Secara pribadi, saya berpikiran dan ketika itu saya sampaikan juga persoalan pernikahan dalam kesempatan tersebut untuk disegerakan. Hal itu mengingat dan mempertimbangan keduanya sudah saling mengenal, sudah lama pula. Mau menunggu apa lagi?
Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. "Tidak ada obat mujarab bagi yang dimabuk cinta selain menikah." (HR Ibnu Majah).
Tersebab itulah Rasulullah SAW menyampaikan pesan untuk pemuda dan pemudi yang kasmaran."Hai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian sudah memiliki kemampuan, segeralah menikah, karena menikah dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum sanggup menikah, berpuasalah, karena puasa akan menjadi benteng baginya." (HR Muttafaq 'alaih).
Sejumlah ulama menafsirkan pesan itu bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW telah menawarkan dua obat untuk mereka yang dimabuk asmara, yakni obat asli dan obat pengganti. Obat asli adalah obat yang memang diciptakan untuk itu (maksudnya menikah). Dan obat ini tidak boleh diganti jika telah didapatkan. Sedangkan obat pengganti yang dimaksud yakni berpuasa.
Oleh karena itu, sebelum pernikahan itu datang, kami menganjurkan agar sang anak dan sang calon istri untuk rajin berpuasa. Sebabnya, puasa dipandang mampu mengendalikan motif seksual dan keinginan yang menggebu kepada lawan jenis. Puasa akan menyebabkan kadar gizi yang dikonsumsi seseorang menjadi berkurang.
Otomatis, hal ini akan menyebabkan hasrat seksualnya melemah. Jadi, puasa dalam konteks ini saya anggap sebagai pengalihan saja dan sifatnya sementara saja sebelum menikah. Di dalamnya termasuk pula ibadah-ibadah yang biasanya menyertai aktivitas puasa tersebut, seperti membaca Alquran, dzikir, doa, dan aktivitas pengalihan lainnya.
Baca juga :Â Menghalau Kemiskinan Ekstrem dengan Menjadi Petani Produktif
Menikah itu Sangat Mulia, Jangan Dipersulit
Pernikahan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu membentuk suatu keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hal ini sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 1 bahwa: "Pernikahan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa."
Oleh karena itu, tujuan yang mulia itu janganlah dipersulit. Lalu, apa persyaratan administrasi menikah? Dan bagaimana prosedur pendaftarannya?
Secara umum pendaftaran menikah dapat dilakukan dengan metode offline dan online. Â Melalui laman kemenag.go.id. Informasi layanan nikah dapat diakses dengan meng-klik 'layanan' lalu pilih 'layanan publik' kemudian klik 'Ditjen Bimas Islam' setelah itu tampil beberapa menu pilihan yang ada mulai dari 'daftar nikah', 'dokumen persyaratan nikah', prosedur layanan nikah' dan lain-lain termasuk tersedia 'layanan tanya jawab nikah'.
Jangan lupa disiapkan persyaratan administrasi pernikahan yang secara umum meliputi antara lain Surat Pengantar Nikah, Â Surat Permohonan Kehendak Nikah, Surat Persetujuan Calon Pengantin, Surat Izin Orang Tua, Surat Pernyataan Belum Menikah bagi Calon Pengantin ditandatangani dengan menggunakan Materai Rp10.000, Surat Rekomendasi Nikah dari KUA asal Calon Pengantin jika pendaftaran nikah dilakukan diluar KUA asal Calon Pengantin.
Lain itu sediakan pula, Fotokopi KTP dan Kartu Keluarga Calon Pengantin, Fotokopi KTP Orang Tua/Wali, Fotokopi Akta Kelahiran Calon Pengantin, Fotokopi Ijazah Terakhir Calon Pengantin, Pasfoto 2x3 3 lembar (background biru), serta Pasfoto 4x6 2 lembar (background biru).
Baca : Kado Kecil 15 Tahun Kompasiana
Apabila ingin melakukan pendaftaran nikah secara offline setidaknya ada tiga langkah yang harus dilakukan pasangan calon pengantin (catin) antara lain: Â Pertama, silahkan mendatangi ketua RT/RW untuk mengurus surat pengantar nikah yang akan dibawa oleh calon pengantin ke kelurahan. Setelah itu, mendatangi kantor kelurahan untuk mengurus surat pengantar nikah (N1-N4) yang akan dibawa oleh calon pengantin ke Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan setempat.
Apabila pernikahan diadakan diluar kecamatan setempat, maka perlu mengurus surat rekomendasi nikah untuk dibawa ke KUA kecamatan tempat calon pengantin melaksanakan akad nikah. Kemudian, apabila pernikahan kurang dari 10 hari kerja, maka harus mendatangi kantor kecamatan tempat akad nikah untuk memohon dispensasi nikah jika kurang dari 10 hari kerja.
Langkah kedua, melakukan pendaftaran nikah di KUA tempat dilaksanakan akad nikah. Disana disebutkan, apabila pernikahan dilakukan di kantor KUA, maka biaya layanan gratis.
Nah, apabila pernikahan di luar kantor KUA, maka membayar biaya layanan sebesar Rp600.000 di Bank persepsi yang ada di wilayah KUA tempat menikah, dan menyerahkan slip setoran bea nikah ke KUA tempat akad nikah.
Langkah berikutnya (Ketiga), pemeriksaan data nikah calon pengantin dan wali nikah di KUA tempat akad nikah oleh petugas KUA. Setelah itu baru pelaksanaan akad nikah dan penyerahan buku nikah di lokasi nikah apabila pernikahan dilaksanakan diluar kantor KUA. Begitu pula pelaksanaan akad nikah dan penyerahan buku nikah di kantor KUA apabila pernikahan dilaksanakan di kantor KUA.
Baca : Peneliti BRIN Sambangi Petani "Golden Melon"
Bagaimana dengan pendaftaran nikah secara online? Setidaknya ada tiga langkah - seperti juga offline - yang harus dilakukan calon pengantin untuk pendaftaran nikah secara online yakni: Pertama, Kunjungi laman Sistem Informasi Manajemen Nikah atau SIMKAH simkah4.kemenag.go.id. Â Lalu Pilih Menu 'Masuk' atau 'Daftar'.
Apabila pasangan calon pengantin sudah mendaftar dan sudah mempunyai akun, maka bisa langsung masuk. Nanti akan di arahkan ke menu dashboard area, silahkan lengkapi data diri calon pengantin.
Kedua, Pilih menu 'Daftar Nikah' pada dashboard area. Siapkan dokumen-dokumen yang diperlukan. Isi dan lengkapi semua form-form yang disediakan. Apabila pernikahan dilakukan di kantor KUA, maka biaya layanan gratis. Begitupun, apabila pernikahan di luar KUA, maka akan dikenakan biaya layanan sebesar Rp.600.000 Invoice pembayaran akan ter-generate otomatis oleh sistem. Bayar tagihan sesuai dengan informasi yang tertera alam Invoice pembayaran
Selanjutnya adalah calon pengantin bisa datang ke KUA yang dituju untuk melakukan pemeriksaan nikah dan membawa berkas yang diperlukan paling lambat 15 hari kerja sesuai dengan PMA No. 20 Tahun 2019 Tentang Pencatatan Pernikahan. Jika sampai 15 hari kerja Catin tidak juga datang ke KUA yang dituju, maka berkas pendaftaran online akan hangus dan harus mendaftar dari awal kembali.
Langkah Ketiga, pemeriksaan data nikah calon pengantin dan wali nikah di tempat akad nikah oleh petugas. Seterusnya proses pelaksanaan akad nikah dan penyerahan buku nikah di lokasi nikah.
Sebelum pernikahan disarankan pula calon pengantin mengikuti bimbingan pernikahan di Kantor KUA setempat dan tak lupa untuk suntik catin bagi calon pengantin wanita di Puskesmas terdekat. Suntik catin merupakan imunisasi yang dilakukan sebelum menikah. Imunisasi ini pun menjadi salah satu syarat untuk mendaftarkan pernikahan di KUA.
Salam Literasi
Ade Setiawan, 16.12.2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H