Mohon tunggu...
ADE SETIAWAN
ADE SETIAWAN Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Kepala Puskeswan Pandeglang

All is Well

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Warisan Arsitektur Kolonialisme di Kota Pandeglang yang Masih Lestari

8 Desember 2023   00:00 Diperbarui: 28 Desember 2023   19:56 2751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Balai Budaya Pandeglang (Dokumentasi Pribadi)

Pada tahun 1819, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van der Capellen, Banten diubah menjadi dua kabupaten, yakni Banten Utara dan Banten Selatan.

Perubahan terjadi lagi pada tahun 1828, Banten menjadi tiga kabupaten, yakni Banten Utara dengan ibukota Serang, Banten Barat beribukota di Caringin, dan Banten Selatan beribukota di Lebak.

Tahun 1854, Banten dibagi menjadi empat kabupaten dengan menambah satu kabupaten baru, yakni Banten Tengah yang beribukota di Pandeglang.

Adapun ketetapan hukum Kabupaten Pandeglang sebagai kabupaten berdasarkan Ordonansi tanggal 1 Maret 1874, yang mulai diberlakukan tanggal 1 April 1874, yang membawahi sembilan distrik atau kewedanaan.

Sejarahnya, Kota Pandeglang merupakan kota bentukan Kolonialisme Belanda. Ibu kotanya terletak di Kecamatan Pandeglang. Oleh karenanya sejak awal di tengah ibu kota yakni Kecamatan Pandeglang sudah dilengkapi dengan bangunan-bangunan untuk mendukung kegiatan pemerintahan pada masa itu.

Baca juga: Demi Masa Depan Anak, Guru dan Orangtua Dituntut Kompak

Tata Kota Pandeglang sendiri merupakan bentuk 'akulturasi' dan adaptasi dari tata kota lokal di Pulau Jawa dengan tata kota kolonial.

Tata kota lokal ditunjukkan dengan adanya alun-alun dan pendopo. Sementara itu, tata kota kolonial ditunjukkan dari langgam dan arsitektural bangunan yang bergaya Eropa, serta keletakan bangunan pemerintah di utara, timur dan barat alun-alun.

Tata letak tersebut berbeda dengan tata kota lokal Jawa yang memusatkan pemerintah di selatan alun-alun. Perpaduan dua budaya tersebut itulah mengapa kemudian disebut "Tata Kota Pandeglang, Warisan Kolonial Rasa Lokal"

Ade Setiawan, 07.12.2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun