Mohon tunggu...
Ade Riska
Ade Riska Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pagelaran Motekar: Jangan Mau Disebut Generasi Nunduk

1 Maret 2019   18:59 Diperbarui: 1 Maret 2019   22:13 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Album photo: pers pramuka UIN Bandung

Pada senin, 25 Februari 2019 tepatnya mulai pukul 18.30, Unit Lingkung Seni (Liska) Gerakan Pramuka UIN Sunan Gunung Djati mengadakan pagelaran seni sekaligus pelantikan anggota baru angkatan ke-22 Unit tersebut. Kegiatan yang dilaksanakna di Teras Sunda tersebut menampilkan berbagai kesenian khususnya kesenian Sunda yang sepenuhnya ditampilkan oleh calon anggota baru Unit Liska. Acara tersebut dinamakan 'Pagelaran Motekar' yang kata motekar sendiri diambil dari nama angkatan tersebut yang berarti 'Kreatif'.

Pagelaran tersebut dihadiri oleh para tamu undangan, diantaranya Pamong Unit Liska, Pamong Unit Protokol, Pembina Satuan SGD, Kementerian Seni dan Kebudayaan, para orangtua siswa/i calon anggota Unit Liska yang akan dilantik, dan para alumni Gerakan Pramuka. 

Selain seluruh Anggota Gerakan Pramuka dari mulai angkatan 36 sampai angkatan 39, banyak juga dari kalangan luar anggota termasuk para mahasiswa/i UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang turut hadir untuk menyaksikan acara tersebut.

Pukul 18.30 acara tersebut dibuka oleh pembawa acara yang kemudian dilanjutkan dengan tarian adat penyambutan bagi para tamu. Dengan waktu latihan yang begitu singkat, yakni sekitar dua hari, para siswa/i Unit Liska dapat menampilkan upacara adat dengan baik. Dalam upacara adat tersebut ada siswa yang berperan sebagai Abah dan Ambu (Lengser) yang akan membawakan acara menggantikan pembawa acara sebelumnya.

Album photo: Pers Pramuka UIN Bandung
Album photo: Pers Pramuka UIN Bandung
Dalam pelaksanaannya, pagelaran tersebut dimuat dalam rangkaian drama Abah dan Ambu serta cucu mereka yang akrab dipanggil Neng Alit. Dalam drama tersebut diselipkan penampilan-penampilan kesenian dari mulai modern dance, tari tradisional, perkusi dari barang-barang sederhana, dan kesenian lain yang dikemas dengan menarik sehingga tidak membosankan. 

Kemudian diakhir penampilan dilaksanakan pelantikan anggota baru Unit Liska tersebut.Dalam pagelaran tersebut terkandung pesan bahwa kehidupan anak muda sekarang sangat berbeda dengan masa muda Abah dan Ambu dulu. 

Jika dulu anak-anak mengisi waktu luang dengan bermain permainan tradisional bersama teman-temannya dengan begitu menyenangkan dan tanpa beban, sekarang anak-anak malah disibukkan dengan gadget yang tak lepas dari tangan mereka. Maka tidak heran anak-anak di masa milenial ini disebut 'generasi nunduk' karena memang pandangan mereka selalu ditujukan kepada gadget yang setiap hari mereka pegang.

Album photo: Pers Pramuka UIN Bandung
Album photo: Pers Pramuka UIN Bandung
Jika dahulu anak-anak merasakan dunia terasa begitu menyenangkan dan luas karena ada teman-teman disekitar mereka, dunia anak-anak muda sekarang hanya seluas layar ponsel yang selalu mereka pegang setiap saat. Sehingga sosialisasi dengan teman-teman sebaya yang ada di sekitar mereka dirampas dengan benda kecil yang selalu mereka bawa kemanapun itu.

Memang, dengan munculnya gadget-gedget yang bermunculan dan semakin canggih, anak-anak akan mendapatkan banyak manfaat dan pengetahuan yang luas. 

Namun tidak bisa dipungkiri bahwa jika yang menggunakannya anak-anak muda tanpa pengawasan orangtua, dampak negatifnya justru lebih banyak. Dalam social media seringkali terdapat konten-konten negatif yang akan ditiru oleh anak-anak muda yang memang sedang mengalami masa dimana rasa ingin tahu mereka yang begitu besar. 

Sehingga yang lahir bukannya generasi muda penerus bangsa yang melestarikan kesenian, permainan, dan budaya tradisional, namun generasi muda yang mengikuti budaya-budaya barat sehingga seiringnya waktu budaya nusantara akan hilang di telan masa.

s90301-14020749-5c791eb043322f02fe2962d3.jpg
s90301-14020749-5c791eb043322f02fe2962d3.jpg
Peran orangtua lah yang sangat dibutuhkan untuk mendidik, mengawasi, dan mengarahkan anak-anaknya untuk menggunakan teknologi dengan selektif dan bijaksana. Memperkenalkan dan menegembalikan mereka kepada masa kanak-kanak yang 'normal' seperti dulu kakek-nenek kita. Kalau bukan anak-anak muda masa sekarang, siapa lagi yang akan melestarikan budaya tradisional? 

Indonesia kaya karena budayanya yang begitu indah dan ramah, maka jagalah kekayaan tersebut. Jangan sampai tergantikan oleh budaya barat ataupun diambil dan diakui oleh Negara asing sebagai kebudayaan mereka.Itulah rangkaian acara pada Pagelaran Motekar tersebut. 

Abah dan Ambu mengembalikan acara kepada pembawa acara sebelumnya kemudian ditutup dengan pertunjukkan angklung dari anggota baru Unit Liska yang baru saja dilantik. diharapkan dengan diadakannya acara ini, akan menumbuhkan kesadaran generasi muda bahwa begitu berharganya kesenian dan budaya tradisional dan membangkitkan semangat mereka untuk terus berkarya dan melestarikan kesenian, permainan, dan kebudayaan tradisional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun