"Sedih rasanya kalau ada orang tua siswa bilang. Coach maaf, untuk sementara anak saya tak latihan bola dulu. Karena pelajaran sekolahnya menurun."
Kutipan diatas disadur dari status Facebook (FB), Haris Suhendar pada 31 Agustus 2015. Pria yang disapa Een itu adalah pelatih salah satu Sekolah Sepak Bola (SSB) di Batam. Lengkapnya seperti ini "keluhannya": Berapa lama sih dalam satu minggu anak latihan sepak bola? Latihan dalam satu minggu tiga kali. Satu hari sekitar dua jam. Jadi, dalam satu minggu hanya enam jam yg terpakai. Apa iya sampai mengganggu pelajarannya?
Lanjut Een, padahal dengan olah raga anak bisa jadi sehat. Stamina meningkat. Kalau fisik dan stamina bagus, konsentrasi belajar juga bagus. Di sepak bola disamping belajar teknik main bola, mereka juga diajarkan sportifitas. Bagaimana dia belajar mengambil keputusan. Belajar kerjasama, disiplin dan kepemimpinan.
Coba bandingkan berapa jam dalam satu minggu, kata Een, mereka bermain. Atau mereka di warnet. Sepak bola adalah hal positif. Bukan penyebab anak nilainya anjlok. Atau takut tak lulus dan tak masuk sekolah negeri favorit. Ingat, di sekolah negeri ada jalur prestasi. Salah satunya bisa dari sepak bola. Sudah banyak siswa SSB yang masuk SMP, SMA, dan SMK bahkan universitas negeri lewat keahlian sepak bola. Mari dari sekarang ubah pola pikir kita. Jadikan kebutuhan akan olah raga sebagai penunjang anak giat belajar di sekolah.
Hanya orang penggiat bola usia muda memahami "curhat" Een. Banyak yang mengomentari statusnya itu adalah pembina atau pelatih SSB yang datang dari seluruh Indonesia. Sepertinya tak ada satupun orang tua siswa yang melarang anaknya SSB, ikut komen atau like. Bahkan ada pembina SSB yang izin share di status FB-nya.
Saya, salah satu orang yang merasakan "curhat" Een itu. Sebagai Ketua SSB Erdeka Muda (milik Batam Pos Grup), saya tahu persis "gelombang" ketika tiba-tiba para ortu yang rajin antar anaknya SSB, menghilang. Terdengarlah kabar, nilai sekolah menurun. Mau persiapan UN. Padahal masih terngiang di telinga,"kalau saya pak, lebih baik anak ini latihan bola ketimbang bimbel. Ibuknya aja nih, yang merisaukan UN. Kalau saya tidak."
Makanya, ketika Festival U-14 yang digelar PSSI Batam 29-30 Agustus 2015 muncul analisa saya. SSB "top" di Batam, hanya menurunkan satu tim, biasanya dua hingga empat tim. Berarti siswa mereka tiba-tiba "hilang". Baru yakin saya, permasalahan yang dihadapi SSB sama. Bisa jadi malah, bukan hanya untuk Batam. Tapi seluruh Indonesia.
Sama-sama karena "dilarang" orang tua bergiat bola. Kedua, anak sudah puber. Gantian menyenangi teman-teman motornya. Atau malah, keranjingan game online. Atau karena ini yang dahsyat: tak punya waktu lagi sore hari, karena pulang sekolah saja sudah 15:30 WIB. Sekolah jauh dari rumah. Kapan lagi mau ke lapangan bola. Kalau pun bisa, sudah capek.
"Bapak ingat saat zaman kita sekolah dulu? Jam 12 kita sudah pulang. Makan siang di rumah. Anak-anak sekarang, makan siangnya di sekolah karena setengah empat sore selesai belajar. Kapan lagi mereka main bola dan olah raga lain. Jadi, prestasi bola atau olah raga Indonesia menurun karena andil pemerintah via sistem pendidikannya."
Ucapan di atas, asli saya yang omongkan. Bertepatan pula beberapa saat saya baca status Een. Uniknya, saya sampaikan kepada salah satu pejabat pemerintah Provinsi Kepri yang juga pengamat bola, Chris Triwinasis. Percakapan "lari" ke sana, karena beliau yang juga Pak RW saya di Tiban BTN lagi senang hati karena SSB Duta Tama yang berlokasi di Tiban BTN, juara IV Festival U-14 PSSI Batam. Beliau akan umumkan ke warganya, bahwa anak-anak Tiban bisa juga muncul prestasi bolanya. Dan semoga para orang tua makin dukung.
Saya sampaikan pada Pak Chris, penggiat bola usia dini dan muda tidak akan berhenti oleh "tantangan" yang ada termasuk tersandera oleh sikap orang tua siswa. Tapi akan terus maju walau keluh kesah tetap ada. Sesekali "curhat" seperti Een wajar, namanya juga manusia. ###(telah terbit di Batam Pos edisi Minggu 6 September 2015 dalam kolom MataBola)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H