Â
"Masih jalan bolanya?"
"Masih."
"Kan PSSI dibekukan?"
"Kami di Erdeka dan PSSI Batam jalan terus. Usai Lebaran banyak kejuaraan"
"Ooooo."
Perbincangan seperti itu muncul setiap kali saya ber-HariRaya tahun ini ke rumah tetangga, sepupu saya di Bengkong, sepupu istri di Batuaji atau tamu yang datang ke rumah. Nah, apakah hal yang sama dialami Imam Nahrawi dan La Nyalla ditanya bola?
Jawabannya bisa ya, bisa tidak. Saya sudah mention hal yang di atas ke twitter Imam Nahrawi dan La Nyalla pada 20 Juli 2015. Tak ada balasan keduanya. Lagian akun Imam Nahrawi belum aktif hingga Jumat 24 Juli sejak terakhir mengucapkan Lebaran 16 Juli 2015. Sedangkan akun La Nyalla juga tak meerespon. Tapi akunnya sudah aktif dari libur Lebaran sejak 20 Juli 2015. Isinya meretwit "petisi agar Imam Nahrawi selaku Mepora mencabut SK pembekuan PSSI.
Â
Tapi keduanya memiliki hal yang sama. Yakni, pada hari yang sama menulis status Idul Fitri 1436 H. Imam Nahrawi telah mengucapkan "Selamat Idul Fitri" pada 16 Juli 2015 yang dupdate di twitternya pagi 05.43 WIB. Sedangkan La Nyalla yang sering menyebut dirinya Presiden PSSI itu pada 21.47 WIB. Imam "lebih cepat". La Nyalla setelah diumumkan Menteri Agama Idul Fitri jatuh 17 Juli, baru mengucapkan "Selamat Idul Fitri". Namun kesamaan itu, belum menuntaskan persoalan.
Malah, saya punya kesimpulan begini. Meski sama-sama mudik ke Jawa Timur, Imam Nahrawi dan La Nyalla tidak tegur sapa. Baik via SMS, BBM atau WhatsApp. Apalagi teleponan dan bertemu langsung. Keduanya bisa jadi hanya hari pertama Lebaran, 17 Juli 2015 yang "fitri" setelah itu mikirkan "strategi". Yang satu atur "strategi" bagaimana bandingnya bisa menang. Yang satu atur "strategi" bagaimana segera "dicairkannya" PSSI, menyusul keputusan PTUN agar Menpora mencabut SK Pembekuan PSSI.
Nah karena tak ada "kabar positif" dari keduanya, maka ajang silaturahmi saya saat Lebaran, jika ditanya bola, saya jadi "menggosip" Imam Nahrawi dan La Nyalla. Tentu saja menurut versi saya pribadi. Dan makin asyik ""menggosip" karena ada yang suguhkan Soto Medan, Soto Padang, Tekwan atau kacang tojin.
"Gosip" baru terhenti, ketika ada yang bertanya tentang sepak bola Batam atau Erdeka yang saya pimpin. Karena memang bukan gosip. Tapi PSSI Batam segera menggelar event untuk usia 14 tahun, 17 tahun hingga senior. Sama dengan tahun lalu. Ketua panitianya juga sudah ditunjuk saat pengurus menggelar buka bersama Ramadan lalu.
Nah, tentu saja saya makin menggebu saat menceritakan Erdeka Muda. Baik yang Sekolah Sepak Bola (SSB) yang akan ikut U-14 dan U-17 PSSI Batam. Maupun klub yang akan bermain di Kompetisi Senior PSSI Batam yang pakai nama PS Batam Pos Grup dan yang akan main lagi di tingkat PSSI Kepri dalam Liga Nusantara, Erdeka Muda FC. Tegasnya, pembinaan kami dari SSB akan jalan terus meski PSSI Pusat dibekukan.
Tapi ketika ada yang bertanya, benarkah ada mafia dalam sepak bola Indonesia? Saya menceritakan pengalaman saya selama saat jadi manajer PS Batam tahun 2012 di Medan, manajer tim PON Remaja Kepri 2014 di Padang dan tentu saja saat langsung jadi manajer Erdeka Muda FC. Pengalaman yang tak akan bisa dibawa buktinya ke pihak berwajib. Dan saya setuju kata salah seorang nara sumber Mata Najwa, mafia bola Indonesia itu seperti kentut. Baunya ada, tapi susah membuktikan siapa pelakunya. ###(telah terbit di koran Batam Pos dan majalah.batampos.co.id dalam kolom MataBola edisi 26 Juli 2015)