Mohon tunggu...
Ade Ray
Ade Ray Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Freelance

Dengan dedikasi penuh, saya berusaha menciptakan konten-konten kreatif, informatif, dan inspiratif dalam berbagai genre. Keahlian saya meliputi artikel, esai, cerpen, dan konten web, dengan fokus pada menyampaikan pesan yang kuat dan memikat pembaca melalui kata-kata."

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Kesejahteraan: Tantangan dalam Mewujudkan Keadilan Sosial

9 Juni 2024   22:32 Diperbarui: 9 Juni 2024   22:47 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memperingati lahirnya Pancasila bisa terasa seperti mengenakan pakaian kebesaran yang dibalik. Meskipun kita bangsa Indonesia dengan bangga memiliki ideologi Pancasila yang tetap relevan, namun, saya merasa implementasinya dalam kehidupan sehari-hari dan di pemerintahan semakin menjauh dari harapan kita.

Kelihatannya kita hanya melanjutkan kegiatan politik tanpa memiliki visi, rencana yang jelas, atau arah yang ditetapkan. Saya tidak melihat adanya komitmen terhadap nilai-nilai, tata kelola yang kuat, atau kesejahteraan masyarakat. Negara kita bisa berubah haluan sewaktu-waktu tanpa arahan yang jelas. Diskusi publik tertindas oleh permainan politik, orang-orang yang berkompeten kehilangan kesempatan karena proses pemilihan yang kurang transparan, dan prinsip pemerintahan yang berlandaskan hukum melemah karena kecenderungan personalisasi kekuasaan.

Menurut saya, untuk mengatasi situasi ini, kita membutuhkan strategi yang mengintegrasikan tujuan dan cara mencapainya, menghubungkan antara aspirasi dan kemampuan yang dimiliki. Kita harus mengembalikan visi yang jelas dan konsisten, yang memberikan prinsip dan arah jangka panjang, tetapi tetap mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi.

Langkah awal yang harus diambil adalah mengakui dengan jujur realitas yang ada. Kita tidak bisa mengabaikan berbagai krisis yang mengancam keberlangsungan negara ini. Kita tidak bisa diam saja seolah-olah segalanya berjalan dengan baik.

Saya melihat bahwa, selain krisis ekonomi, kita juga menghadapi lima ancaman krisis yang sudah diidentifikasi oleh Bung Karno pada tahun 1952: krisis politik, krisis lembaga negara, krisis pola pikir, krisis moral, dan krisis kredibilitas. Krisis-krisis ini terus mengancam demokrasi kita.

Upaya yang gigih untuk memperjuangkan pemerintahan demokratis belum memberikan hasil yang nyata bagi masyarakat. Aparat negara belum berhasil menegakkan hukum dan ketertiban, politisi dan pejabat negara kurang memprioritaskan visi perjuangan, dan perilaku politik serta birokrasi terputus dari standar etika. Ironisnya, mereka yang memiliki otoritas sering terlibat pertikaian, merusak pencapaian dan kredibilitas negara.

Lebih memprihatinkan lagi, di tengah krisis multidimensi ini, para pemimpin negara dan elit politik tampak kehilangan kesadaran akan krisis dan tanggung jawab mereka. Kepemimpinan lebih berfokus pada citra daripada mengatasi realitas yang ada.

Saat negara menghadapi banyak tantangan, proses pemilihan pejabat negara lebih cenderung pada pembagian kekuasaan. Pertarungan antar kepentingan mulai menggerogoti kesatuan internal kekuasaan.

Dalam situasi krisis, semangat kerjasama sangatlah penting untuk memikul tanggung jawab sebagai negara yang melayani dengan memenuhi empat jenis kewajiban: perlindungan, kesejahteraan, pengetahuan, dan keadilan.

Negara yang melayani memiliki kredibilitas dengan menjaga keamanan warganya karena ketertiban dan keselamatan sangatlah penting bagi kehidupan dan kebahagiaan. Negara-negara dengan tingkat kebahagiaan yang tinggi, seperti Finlandia, Norwegia, Swiss, dan Denmark, adalah negara demokratis yang stabil yang mampu menjaga hukum dan ketertiban.

Negara memiliki tanggung jawab untuk memajukan kesejahteraan, yang berarti pemerintah harus aktif dalam memastikan kesejahteraan rakyat. Menurut Amartya Sen, kelaparan terjadi bukan karena kurangnya makanan, tetapi karena rakyat tidak memiliki hak kepemilikan dan daya beli yang memadai karena pelayanan pemerintah yang buruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun