Pekerjaan itu, atau lebih tepatnya rutinitasnya, sudah mulai terasa seperti jeratan. Setiap pagi, aku bangun dengan rasa yang sama---bukan kegembiraan, bukan semangat, tapi kekosongan. Seperti seorang yang terjebak di sebuah ruang sempit tanpa pintu keluar. Tahun demi tahun, aku telah berada di posisi yang sama, dengan jabatan yang tidak pernah berubah. Tak ada promosi, tak ada perubahan besar dalam karir, dan bahkan rasanya sudah tidak ada lagi hal yang baru yang bisa kutunggu.
Pagi itu, aku kembali memasukkan kaki ke dalam sepatu formal yang sama, mengatur dasi dengan hati-hati, dan berangkat ke kantor. Tanpa berpikir, tanpa merasa antusias. Hanya sekadar menjalani. Pekerjaan yang kulakukan selama ini memang tidak buruk, tidak ada yang bisa mengeluhkan itu. Namun, aku tahu sesuatu yang lebih dalam. Aku sudah tidak merasa tumbuh di dalamnya. Setiap hari, aku hanya mengulang hal yang sama. Rapat demi rapat, laporan demi laporan, dan akhirnya kembali ke rumah dengan perasaan kosong. Tidak ada rasa pencapaian, tidak ada rasa kemajuan.
Setiap kali ada teman yang bercerita tentang proyek baru yang mereka kerjakan atau tawaran pekerjaan yang lebih menjanjikan, aku merasa terasingkan. Rasanya seolah dunia bergerak maju sementara aku tetap di tempat yang sama. Aku memandang kalender di dinding kantor---tanggal berganti, bulan berlalu, tetapi semuanya tetap seperti ini. Pekerjaan yang sama, meja yang sama, dan posisi yang sama. Seolah aku terperangkap dalam roda waktu yang berputar namun tidak membawaku ke mana pun.
"Seharusnya aku sudah lebih jauh dari ini," pikirku suatu pagi, setelah melihat rekan kerja yang lebih muda mendapat promosi yang sama sekali tidak pernah kuterima. Rasa iri muncul, tapi lebih dari itu, rasa frustasi mulai menguasai. Bukankah aku juga sudah bekerja keras? Bukankah aku juga telah mengorbankan waktu dan tenaga untuk pekerjaan ini? Kenapa aku tidak berkembang? Apa yang kurang dari diriku?
Hari-hari berlalu dan semakin berat. Aku merasa terperangkap dalam rutinitas yang tak kunjung berubah. Bahkan, setiap kali bosku datang dengan rencana baru, aku merasa hanya menjadi bagian dari sebuah sistem yang tak pernah memperhatikanku sebagai individu. Mereka berbicara tentang target dan hasil, tetapi tidak ada yang menanyakan apakah aku merasa puas dengan apa yang kulakukan. Tidak ada yang peduli dengan bagaimana aku merasakan stagnasi yang menggerogoti semangatku.
Suatu hari, aku bertemu dengan seorang kolega lama yang sudah lama tidak kutemui. Ia menceritakan betapa pesatnya perkembangan karirnya di perusahaan lain. Dari seorang staf biasa, kini dia menjabat sebagai manajer. Cerita itu seperti tamparan bagi wajahku. Ia terlihat bahagia, penuh semangat, dan jelas merasa dihargai di tempat kerjanya. Aku, di sisi lain, hanya bisa tersenyum dengan kosong. "Aku tak tahu lagi apa yang aku cari," kataku padanya. "Aku merasa terjebak."
Setelah pertemuan itu, aku pulang dengan pikiran yang penuh kekacauan. Aku duduk di meja makan, menatap kosong ke piring yang belum kusentuh. Aku bertanya pada diriku sendiri, apakah aku masih ingin melanjutkan hidup seperti ini? Apakah aku rela menghabiskan sisa waktuku di tempat yang tidak memberikan ruang untuk berkembang?Â
Kehidupan ini bukan tentang pekerjaan semata, aku tahu itu. Tetapi pekerjaan adalah bagian besar dari siapa aku. Itu adalah cara aku mengukur pencapaian, cara aku melihat apakah aku maju atau mundur. Dan di sini aku, berdiri di tempat yang sama, bertanya-tanya apakah aku cukup berani untuk mengambil langkah yang berbeda.
Hari berikutnya, aku memutuskan untuk berbicara dengan atasanku. Aku sudah cukup lama merasa tidak dihargai, dan aku merasa perlu mengungkapkan apa yang kurasakan. "Saya ingin membicarakan karir saya," kataku dengan suara sedikit bergetar. "Saya merasa sudah berada di posisi yang sama terlalu lama. Saya ingin tahu, apakah ada peluang untuk berkembang di perusahaan ini?"
Percakapan itu berjalan lebih berat dari yang kubayangkan. Bosku hanya tersenyum dan memberiku beberapa janji kosong---"Kamu sudah bekerja dengan baik, tapi kami masih membutuhkan lebih banyak waktu untuk melihat potensi kamu." Kalimat yang sama yang sudah sering kudengar. Aku mulai menyadari bahwa mereka tidak akan pernah melihatku lebih dari seorang pekerja yang efisien. Tidak ada ruang bagi aku untuk berkembang lebih jauh di tempat ini.