Mohon tunggu...
Ade Ratno
Ade Ratno Mohon Tunggu... Administrasi - Percaya bahwa kemajuan lebih penting daripada kesempurnaan. Selalu belajar, selalu berkembang. Mengubah tantangan menjadi peluang, satu langkah pada satu waktu

Kemandirian bukan berarti berjalan sendirian, tetapi kemampuan untuk menghadapai dunia dengan kekuatan dan keyakinan diri, meski tanpa bergantung pada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Di Balik Pintu Terkunci; Part akhir

2 Januari 2025   01:00 Diperbarui: 1 Januari 2025   22:34 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/id/users/tama66-1032521/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=3237114

Aku melihat ke arah para sosok yang mendekat. Mereka tidak berbicara, hanya diam dan bergerak seperti robot, tetapi ada sesuatu yang sangat menakutkan dalam diam mereka. Mereka tahu apa yang aku rasakan. Mereka tahu aku takut.

"Pergi sekarang," suara Ayah kembali terdengar, lebih cemas kali ini. "Jika kamu tidak pergi, mereka akan menahanmu selamanya."

Aku terdiam. Pilihan itu tiba-tiba terasa sangat berat. Jika aku pergi, apa yang akan terjadi? Ke mana aku bisa lari? Siapa yang akan melindungiku dari mereka? Jika aku tetap tinggal, apa yang mereka inginkan dariku? Aku merasa seolah-olah berada di ujung jurang---setiap arah terasa sama menakutkannya.

Tanpa sadar, aku meraih pintu dan berlari. Tanpa berpikir panjang, aku membuka pintu jendela dan melompat keluar ke halaman belakang. Malam itu gelap, dan aku hanya bisa mendengar langkah-langkah mereka yang mengikuti, semakin mendekat.

Aku berlari, berlari sejauh mungkin, berharap aku bisa melarikan diri dari mereka---dari masa lalu yang mengejar, dari bayangan yang selalu membuntuti. Keringat membasahi wajahku, dan napasku terengah-engah. Aku melintasi jalan setapak, menyusuri lorong yang tidak aku kenal. Tidak tahu ke mana aku akan pergi, hanya tahu bahwa aku harus terus berlari.

Namun tiba-tiba, langkahku terhenti. Di hadapanku, di ujung jalan yang gelap, ada sebuah rumah tua yang tampak sangat familiar. Rumah itu... rumah milik Ayah. Aku terperangah, kebingunganku semakin dalam. Mengapa aku bisa kembali ke sini? Bukankah rumah ini sudah lama kosong, sejak Ayah pergi?

Aku melangkah mendekat, dan saat tangan menyentuh pintu kayu yang kusam, aku mendengar suara pelan di belakangku. Suara langkah kaki yang lebih banyak, semakin dekat. Aku tidak bisa berpaling. Aku tahu apa yang mereka inginkan. Mereka ingin aku kembali---kembali ke tempat yang seharusnya tidak pernah kutinggalkan.

Saat aku membuka pintu rumah tua itu, ada keheningan yang aneh. Begitu aku masuk, bayangan-bayangan itu berhenti di luar, tidak melangkah lebih jauh. Mereka berdiri di ambang pintu, menunggu sesuatu.

Aku menatap ke dalam rumah, dan untuk pertama kalinya, aku merasa seperti kembali ke masa lalu---ke masa yang penuh rahasia, yang tersembunyi di balik pintu-pintu tertutup.

"Selamat datang, Alia," suara Ayah terdengar dari dalam rumah, meskipun aku tahu ia sudah lama pergi. "Kamu akhirnya memilih."

Di dalam rumah itu, aku menemukan kenyataan yang selama ini tersembunyi---bahwa aku adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar, lebih gelap dari yang aku bayangkan. Dan kini, tak ada jalan kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun