Angin malam berdesir pelan, merayapi jalan-jalan sepi di sekitar rumahku. Di luar, hanya ada cahaya redup dari lampu jalan yang menyinari trotoar basah akibat hujan sore tadi. Namun, di dalam rumah, aku merasa ada yang tidak beres.
Telepon rumah yang biasanya jarang berdering, tiba-tiba berbunyi. Suara deringnya terdengar begitu keras, seakan memecah kesunyian malam. Aku menatap telepon itu sejenak, bingung. Hanya ada satu nomor yang muncul di layar: "Nomor Tidak ."
"Apa yang harus ku lakukan?" gumamku pelan, sambil ragu-ragu mengangkat gagang telepon.
Aku menarik napas dalam-dalam dan akhirnya mengangkatnya. "Halo?"
Sebagian besar orang pasti akan merasa cemas jika menerima panggilan dari nomor yang tidak dikenal. Apalagi di malam hari seperti ini. Namun, yang aku dengar justru suara yang sangat familiar, tapi terdengar begitu jauh.
"Alia... kamu harus segera pergi. Mereka sudah dekat."
Suara itu hanya berbisik, namun terdengar sangat jelas di telingaku. Aku merasa tubuhku merinding mendengarnya. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku langsung mengenali suara itu---suara Ayah.
"Ayah? Apa yang terjadi? Di mana Ayah?" tanyaku dengan gugup. Dadaku berdegup kencang, rasanya seperti ada sesuatu yang mengancam di luar sana.
Tapi suara di ujung telepon itu tetap saja terdengar cemas, bahkan lebih gelisah. "Tidak ada waktu untuk menjelaskan, Alia. Kau harus segera pergi dari rumah ini. Jauhkan dirimu dari tempat ini. Mereka sudah tahu kamu di sini."
Aku merasa seluruh tubuhku beku mendengar kata-kata itu. "Siapa mereka, Ayah? Apa yang terjadi?" aku memaksa, tidak ingin membiarkan percakapan itu berhenti tanpa penjelasan.