Mohon tunggu...
Ade Rahmat
Ade Rahmat Mohon Tunggu... Administrasi - Ekonomi & Politik

Berikan saya sesuatu yang paling sulit, saya akan belajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PSI dan Generasi Like & Share

14 November 2019   20:00 Diperbarui: 14 November 2019   21:00 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : hasil edit

Namanya William dia alumni UI salah satu kampus terbaik di negeri ini. Mendadak viral lewat twitnya terkait anggaran aibon. Beberapa hari ini saya perhatikan dia (William) cukup pintar analisisnya juga beberapa logis. Saya merasa tidak yakin kalau dia tidak tahu apa yang dia komentari jika melihat cara berbicara walaupun background pendidikannya hukum. Jikapun dia tidak paham secara detail proses perencanaan anggaran saya yakin secara konsep besar dia mengerti, toh dibelakangnya ada banyak senior-senior PSI yang pasti bisa membantunya. 

Saya menulis artikel ini berdasarkan 2 kegelisahan yang datang menghampiri. Pertama, banyak yang berkomentar tapi tidak tahu proses perencanaan anggaran maupun konsep besarnya dan kedua, kenapa isu ini terus naik padahal sudah jelas jika tidak ada yang perlu dipersoalkan toh anggaran aibon itu saya yakin pada tahap selanjutnya (jika memang nilainya tetap 82 miliar) tidak akan lolos. 

Kegelisahan saya yang pertama akan coba saya terangkan sedikit mengenai perencanaan anggaran khususnya proses input di aplikasi. 

Saya pernah beberapa kali dimintai untuk menjadi narasumber terkait pengelolaan keuangan di instansi tempat saya bekerja dulu. Sebelum saya memasuki materi biasanya saya mengatakan 

"Aplikasi ini bukan buatan Bill Gates tapi hasil karya anak negeri jadi" 

Mengapa hal ini saya ucapkan? Karena rata-rata pengelola keuangan sudah familiar dengan Microsoft Excel dikhawatirkan mereka menganggap sama cara kerjanya. Karena memang aplikasi ini masih memerlukan beberapa penyempurnaan kecil. 

Baik kita mulai masuk pada pengoprasian aplikasi. Sebagai contoh, jika saya di kasih waktu seminggu dalam merencanakan sebuah anggaran oleh pimpinan kemudian hari pertama saya akan menyelesaikan akun belanja keperluan kantor yang anggaranya misalnya 1 miliar.

Kemudian memasukan sub-sub akun seperti pulpen, buku, papan tulis dan lain-lain. Seharian itu saya input apa saja yang menjadi kebutuhan kantor tapi nilainnya belum sebesar 1 miliar (apalagi jika instalasi terkait belum semua mengajukan apa yang menjadi kebutuhan kantor) tapi hari sudah menunjukkan jam 4 sore (waktu pulang kantor) dan saya harus pulang tanpa menyelesaikan tugas membuat anggaran (toh masih hari pertama masih ada sisa 4 hari lagi untuk weekdays dan 6 jika ditambah weekdays).

Karena saya harus pulang otomatis pekerjaan yang sudah saya kerjakan mesti di save terlebih dahulu supaya besok bisa dilanjutkan. Ketika saya save ternyata sistemnya tidak menghendaki karena nilai belanja kantor yang sudah dianggarkan nilainya kurang dari 1 miliar. Hal lumrah yang biasa saya lakukan adalah melakukan penambahan unit atau menaikan harga (yang penting nilainnya tercapai dahulu 1 miliar, toh besok bakal dirubah lagi). Misalnya saya menambahkan pulpen yang awalnya Rp. 1. 000-,/pcs menjadi Rp. 10.000.000,-/pcs.

Penjelasan saya di atas berdasarkan pengalaman saya ketika membuat rencana anggaran. Anda mungkin bisa menjudge negatif pada saya seperti malas, manipulatif dan lain sebagainya. Saya pun bisa menyanggah misalnya, "Loh sistemnya (aplikasinya) memang di design perintahnya demikian lakukan update dong team software developmentnya atau ini kan saya baru mengerjakan hari pertama masih ada waktu beberapa hari lagi, besok-besok juga saya rubah." 

Kegelisahan kedua kenapa isu ini bergulir bahkan trending topik?

Husnuzon

1. Mas William ingin supaya Pemprov melakukan pembenahan sistem dan aplikasi. 

2. Mas William ingin masyarakat ikut ambil bagian dalam mengawasi anggaran,

3. Mas William ingin transparansi anggaran dan lain sebagainya. 

Suuzon

Mas William sengaja menaikan isu ini untuk menjatuhkan Pak Anies alasan saya sederhana jika memang isu itu berangkat dari ketidaktahuan harusnya dia (William) melakukan klarifikasi setelah tahu kesalahannya. Bayangkan jika Masnya (William) jadi Pak Anies yang disangkakan demikian. Berita ini merebah ke seluruh pelosok negeri. Masyarakat awam bisa saja mendapat informasi hanya dari headline beritanya saja kalau Pak Anies berlaku sesuai yang diberitakan. Apa itu tidak dosa. Apalagi buat pendidikan politik masyarakat Indonesia yang tingkat pendidikannya tidak merata ditambah lagi behavior generasi Z yang sebagian asal baca, copas dan share.

Atau memang politik demikian? Bukannya PSI menginginkan milenial melek isu politik? Ini menurut saya bisa masuk post truth. Kita tahu sendiri bahaya post truth. Saya pikir seiring berkembangnya pemahaman dan ilmu pengetahuan era post truth ini akan segera berganti dan isu seperti ini bisa jadi bom waktu bagi PSI di masa yang akan datang. 

Salam Hangat

Semoga Bermanfaat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun