Mohon tunggu...
Ade Rahmat
Ade Rahmat Mohon Tunggu... Administrasi - Ekonomi & Politik

Berikan saya sesuatu yang paling sulit, saya akan belajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Esemka dan Livi Zheng dalam Lingkaran Post-truth?

7 September 2019   19:24 Diperbarui: 7 September 2019   19:31 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : hasil edit

Post-truth

Tahun 2016 kamus oxford menobatkan post-truth sebagai word of the year. Kata post-truth meningkat penggunaannya sampai 2000 persen dibanding tahun sebelumnya. Penyumbang penggunaan kata post-truth adalah Pemilu AS yang dimenangkan oleh Donald Trump dan brexit Britania Raya. 

Kata post-truth sendiri sebenarnya telah digunakan pada tahun 1992 oleh Steve Tesich dalam 2 artikel di majalah The Nation yang menyatakan bahwa " We, as a free people. have freely decided that we want to live in some post-truth world".

Post-truth sendiri merujuk pada sebuah kebohongan atau opini yang terus-menerus dibicarakan akan menjadi sebuah kebenaran. Post-truth terjadi karena emosi atau perasaan dikedepankan sedangkan objektivitas dikesampingkan. Dalam kasus post-truth biasanya hanya terjadi pada peristiwa politik. Karena peristiwa politik cenderung menggunakan perasaan dalam mengambil keputusan atau pilihan.

Presiden Donald Trump menjadi salah seorang yang sukses dengan post-truth. Pada masa kampanye Trump dinilai mengeluarkan kebohongan dan klaim sepihak atas suatu isu tapi tetap saja kenyataannya Donald Trump memenangkan Pemilu AS. Padahal harian new york times telah melakukan pemeriksaan fakta-fakta atas pernyataan yang dilontarkan Trump. Namun publik AS opininya terlanjur sudah terbangun oleh kata-kata Donald Trump.

Esemka

Kunjungan Presiden RI ke PT Solo Manufaktur Kreasi menjadi salah satu perbincangan hangat hari ini. Sudah hampir 4 jam esemka bertengger di top topic media sosial. Entah apa yang menjadi fokus Jokowi mengunjung pabrik esemka karena banyaknya asumsi yang terbangun pasca kunjungan Jokowi. Apakah Jokowi ingin membuktikan pada publik yang seolah memberikan angin surga menjadi Walikota Solo atau ada agenda lain?

Ramainya pembicaraan mengenai esemka tidak terlepas dari publik yang belum move on pasca Pilpres. Karena banyak yang memakai isu ini dari kalangan pendukung maupun simpatisan pasangan calon presiden kemarin. Karena bagaimana pun esemka adalah salah satu penyumbang terbesar yang menjadikan Jokowi duduk di kursi gubernur DKI maupun presiden. Pertanyaan selanjutnya yaitu apakah esemka merupakan bagian post-truth?

Jika ingatan kita diputar kebelakang, pemberitaan media terkait Jokowi selama meniti karir sebagai Walikota Solo sebagian besar diisi dengan dua berita utama yaitu esemka dan relokasi pasar. Dua hal ini terutama esemka terus di genjot media guna menaikan popularitas Jokowi. Hingga pada akhirnya Jokowi punya kesibukan lain yaitu bolak-balik Jakarta menghadiri undangan stasiun televisi.

Esemka yang masih abu-abu menjadi salah satu penyumbang suara terbesar Jokowi pada Pilkada DKI dan Pilpres 2014.

Ada dua sudut pandang yang bisa menggambarkan esemka sukses atau tidak dari kacamata post-truth yaitu sudut pandang bisnis atau profesional (seperti halnya yang terjadi pada Livi Zheng) dan politik. Untuk sudut pandang bisnis nampaknya perlu pengujian terlebih dahulu. Salah satunya yaitu esemka harus diproduksi masal kemudian laku keras (pembeli mengesampingkan fakta-fakta mobil esemka misalnya mengenai kualitas). 

Pembeli memutuskan membeli esemka karena opini publik yang sudah terbangun ditambah bumbu-bumbu sosok Jokowi. Sedangkan untuk sudut pandang politik, esemka telah cukup sukses meraup hati publik. Indikasinya tergambar jelas dari suksesnya Jokowi di Pilkada DKI dan dua kali Pilpres.

Presiden Jokowi telah mendapatkan efek dari esemka (Gubernur DKI Jakarta dan Presiden) dan sekarang tinggal Presiden Jokowi beserta esemkanya memberikan efek pada rakyat.


Livi Zheng

Sama seperti esemka nama nama Livi Zheng juga ikut menjadi perbincangan hangat media. Perbincangan tentang Livi Zheng laku keras di pasar. Hingga Livi banyak diundang di beberapa media ternama negeri ini. Bukan tanpa sebab Livi menjadi salah satu nama yang paling diburu pemberitaan. Endorsement yang menggaet para elit di negeri ini seperti Jusuf Kalla, Luhut Binsar Panjaitan dan lain sebagainya memang cukup menggoyahkan industri perfilman.

Secara bisnis sebenarnya tidak ada yang salah dengan apa yang dilakukan oleh Livi. Itu merupakan salah satu strateginya dalam menaikan filmnya. Apalagi dunia yang Livi sasar adalah bisnis. Livi yang belakangan diketahui menimba ilmu di Amerika mungkin tidak cukup polos untuk tidak menyimak Pemilu AS. Kemungkinan gaya yang dilakukan oleh Trump diadopsi.

Jika benar demikian (adopsi post-truth) mungkin Livi lupa bahwa ini dunia profesional. Dalam sejarahnya post-truth tidak ditemukan di dunia profesional dia (post-truth) hanya digunakan dalam dunia politik. Livi mungkin gagal membangun kebenaran publik. Tapi bagaimana pun Livi terlanjur populis di negeri ini. 

Hal positif yang diterima Livi yaitu dia telah menginjakkan satu kaki dalam tangga sineas perfilman Indonesia walau dari jalur berbeda yaitu populis. Livi cukup membuat karya yang bagus dan publik akan melupakan apa yang terjadi hari ini. (Ade Rahmat)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun