Sebenarnya masih banyak hal terkait sepak bola sebagai industri seperti transfer pemain, sponsor, pajak, tiket dan lain sebagainya. Tapi poin utamanya bukan itu. Poin utamanya bahwa industri cenderung idealis, adil di mata industri adalah kasat mata. Mereka tidak memakai perasaan dalam menentukan keputusan karena orintasinya adalah uang, uang dan uang.
Football is art
Sang Pemimpi adalah film pertama yang saya saksikan di bioskop. Begitu antusiasnya saya menyaksikan film tersebut dan mungkin karena baru pertama.Â
Sepanjang pemutaran film saya seakan dibawa masuk pada petulangan Ikal dan Arai. Andrea Hirata selaku penulis novel dan Riri Riza sebagai sutradara berhasil membuat vellichore.Â
Dalam beberapa minggu setelah menyaksikan film saya masih memikirkan tentang film itu. Bahkan sampai sekarang saya sangat terinspirasi dengan karakter Arai. Dia berbeda dengan orang pada umumnya. Ide dan sikapnya sungguh jenius dan tidak bisa ditebak.
Dan itulah menurut saya yang dinamakan art. Dia (art) berhasil membawa saya pada dimensi dan perasaan lain. Seperti halnya menonton wayang, teater, baca novel, menyaksikan konser dan lain sebagainya.
"Seni adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia yang mengandung unsur keindahan dan mampu membangkitkan perasaan dirinya sendiri maupun orang lain" Wikipedia.
Saya sebagai fans Liverpool merasakan betul perasaan dan emosi menjadi seorang kopites. Ketika Liverpool mengalami kekalahan, selain menjadi bahan ejekan teman-teman. Saya selalu memikirkannya pasca pertandingan berakhir.Â
Bahkan bertingkah dan berfikir layaknya analis pertandingan. Coba kalau tidak pasang si A, coba kalau si B dilatih menjadi gelandang box to box, coba kalau bertahan saja kalau udah masuk menit-menit akhir dan lain sebagainya.
Berangkat dari alasan di atas tidak berlebihan nampaknya untuk mengatakan bahwa football is art. Karena sepak bola ikut membawa seorang fans pada sebuah emosi, perasaan dan imajinasi. Ketika Jim Beglin (komentator EPL) mengatakan dramatic last minute atau dramatic game, memang benar begitu adanya.Â
Sepak bola harus diisi oleh drama dan itu tidak boleh hilang sebagai bumbu-bumbu seni sepak bola. Biarkan kasat mata yang menghakimi. Karena sangat kecil sekali kemungkinan wasit untuk bertindak tidak adil.Â
Dari sekian banyak pertandingan yang telah dilalui hanya sepersekian persen referee error dan jika pun terjadi demikian anggap saja itu sebagai salah satu seni.
Kini EPL resmi menggunakan VAR (Video Assistant Referee) setelah sebelumnya liga-liga top eropa telah lebih dulu menggunakannya. Ini seolah telah mencabut salah satu unsur seni dalam sepak bola.
Sepak bola terkadang bukan hanya tentang keadilan tapi tentang perasaan dan emosional dan VAR telah merenggut itu.