Mohon tunggu...
Ade Rahmat
Ade Rahmat Mohon Tunggu... Administrasi - Ekonomi & Politik

Berikan saya sesuatu yang paling sulit, saya akan belajar

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Sampo Hijab dan Kumpul Kebo

14 Agustus 2019   19:27 Diperbarui: 14 Agustus 2019   19:59 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan hijrah sampe yang paling parah kumpul kebo atau perempuan mana yang nginep kemarin nampaknya jadi pertanyaan favorit ketika ada teman yang berkunjung ke kosan kemudian ikut ke toilet. 

Bukan tanpa sebab pertanyaan itu diajukan tapi karena mereka melihat sampo hijab di deretan alat mandi. Sebenarnya pertanyaan ini tidak mengganggu juga di telinga saya cuma karena artikel lain belum pada selesai masih cari referensi dulu. Jadi dari pada tidak ada artikel mending tulis yang sudah ada saja karena artikel ini sudah ditulis jauh-jauh hari buat di blog.

Sebagai bahan informasi seingat saya sampo hijab itu pertama ada di Indonesia di produksi oleh sunsilk (2010 kalau tidak salah). Waktu itu pernah dibahas oleh Aa Gym dan beliau sangat mengapresiasi atas produk tersebut. Sekarang sampo hijab ini sudah banyak di produksi oleh berbagai merk mulai dari wardah, rejoice dan lain-lain  (kayanya masih banyak lagi seiring dengan tren hijrah sekarang).

Jadi mengapa pake sampo hijab?

Pertama, saya adalah orang yang tidak mempersoalkan masalah-masalah pada rambut entah itu ketombe, rontok atau kulit kepala panas. Bukan tidak ada masalah pada rambut saya tapi lebih ke arah masalah rambut bukan prioritas. Bagi saya rambut itu yang penting sudah pake sampo saja itu cukup.

Kedua, saya lebih dari dari 10 tahun sudah tidak tinggal sama orang tua. Biasanya orang-orang seperti saya sudah tidak memikirkan merk maupun varian sampo, apapun itu yang penting rambut berbusa ketika digunakan dan kayanya semua laki-laki sama kecuali mereka yang ngekos di kosan-kosan eksekutif atau di apartemen. Kalau laki-laki yang sering ngumpul ngopi bareng, bergadang main game atau kartu dan tidur sana-sini saya pikir sama.

Ketiga, yaitu saya punya pengalaman menarik ketika berkunjung ke mall yang kebetulan di mall tersebut lagi ada promosi dari salah satu merk sampo populer yang sedang mengeluarkan dua varian jenis sampo. Promosi merk sampo yang pertama adalah produk sampo biasa (maksudnya sampo non hijab) dan yang kedua promosi sampo hijab.

Karena mereka berada di lokasi yang sama jadi terlihat sekali perbedaan antusias antara varian pertama dan ke dua. Varian pertama cukup banyak yang antusias sedangkan varian ke dua hanya terlihat beberapa orang saja yang didominasi oleh perempuan berhijab. 

Waktu itu sebagai mahasiswa ekonomi saya perhatikan apa keuanggulan varian produk pertama dan apa yang salah dengan varian produk ke dua (dari sisi promosi) karena waktu itu baru pada tahap promosi atau perkenalan produk belum sampai pada tahapan keputusan untuk membeli. 

Tapi sulit sekali menentukan keuanggulan dan kekurangan ke dua varian ini karena keduanya berada di lokasi yang sama, merknya pun sama, tim salesnya juga kelihatan berpengalaman (tidak ada yang malu-malu menawarkan ke pengunjung). 

Bahkan saya gunakan juga naruri saya sebagai lelaki, berdasarkan looknya SPG kedua varian tersebut sama-sama menarik. Sampai pada akhirnya saya berkesimpulan bahwa penyebabnya adalah segmentasi. Mengapa demikian? Karena yang ditawarkan adalah sampo hijab, jelas segmentasinya pasti orang-orang yang berhijab.

Setelah kejadian itu saya putuskan untuk membeli sampo hijab tapi sebenarnya tidak fanatik juga apalagi kalau dikaitkan judge yang lagi tren sekarang mengenai hijrah atau tidak, pake kerudung atau tidak dan pake kerudung sampe dada atau tidak. Toh saya juga mungkin masih gini-gini saja (dalam sikap dan ucapan), banyak teman-teman juga yang baik walau tidak berhijab bahkan kakak saya juga baru-baru ini pake hijab. Catatan saya tetang hijab dan hijrah simpel saja, yang hijrah dan tidak kemudian nyinyir itu buruk, yang bagus itu yang tidak nyinyir apalagi ketidak nyinyiran itu dibarengi dengan hijrah.

Selanjutnya saya juga teringat cerita yahudi yang sedang menunggu taksi. Dia tidak memberhentikan taksi yang hilir mudik didepannya dengan alasan pemiliknya bukan keturunan yahudi. Dia hanya mau naik taksi yang pemiliknya sama berasal dari bangsa atau keturunan yahudi.

Walaupun pemilik brand sampo juga belum tentu orang muslim. Tapi kalau lihat cerita di atas bisa jadi yang beli sampo itu hanya orang muslim karena segmen orang berhijab adalah muslim. Kalau bukan muslim yang beli siapa lagi? Ini juga sebagai salah satu bentuk apresiasi karena mereka (brand) setidaknya telah memperhatikan kami (di luar mereka lihat sebagai peluang heuheu). 

Kalau sudut pandangnya seperti saya (yang penting berbusa dan bersih), beli sampo biasa pake uang dan beli sampo hijab juga sama-sama pake uang, kenapa kita tidak memilih yang lebih berfaedah.

Semoga bermanfaat. (Ade Rahmat)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun