Bahkan saya gunakan juga naruri saya sebagai lelaki, berdasarkan looknya SPG kedua varian tersebut sama-sama menarik. Sampai pada akhirnya saya berkesimpulan bahwa penyebabnya adalah segmentasi. Mengapa demikian? Karena yang ditawarkan adalah sampo hijab, jelas segmentasinya pasti orang-orang yang berhijab.
Setelah kejadian itu saya putuskan untuk membeli sampo hijab tapi sebenarnya tidak fanatik juga apalagi kalau dikaitkan judge yang lagi tren sekarang mengenai hijrah atau tidak, pake kerudung atau tidak dan pake kerudung sampe dada atau tidak. Toh saya juga mungkin masih gini-gini saja (dalam sikap dan ucapan), banyak teman-teman juga yang baik walau tidak berhijab bahkan kakak saya juga baru-baru ini pake hijab. Catatan saya tetang hijab dan hijrah simpel saja, yang hijrah dan tidak kemudian nyinyir itu buruk, yang bagus itu yang tidak nyinyir apalagi ketidak nyinyiran itu dibarengi dengan hijrah.
Selanjutnya saya juga teringat cerita yahudi yang sedang menunggu taksi. Dia tidak memberhentikan taksi yang hilir mudik didepannya dengan alasan pemiliknya bukan keturunan yahudi. Dia hanya mau naik taksi yang pemiliknya sama berasal dari bangsa atau keturunan yahudi.
Walaupun pemilik brand sampo juga belum tentu orang muslim. Tapi kalau lihat cerita di atas bisa jadi yang beli sampo itu hanya orang muslim karena segmen orang berhijab adalah muslim. Kalau bukan muslim yang beli siapa lagi? Ini juga sebagai salah satu bentuk apresiasi karena mereka (brand) setidaknya telah memperhatikan kami (di luar mereka lihat sebagai peluang heuheu).Â
Kalau sudut pandangnya seperti saya (yang penting berbusa dan bersih), beli sampo biasa pake uang dan beli sampo hijab juga sama-sama pake uang, kenapa kita tidak memilih yang lebih berfaedah.
Semoga bermanfaat. (Ade Rahmat)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H