Mohon tunggu...
Ade PutriSarwendah
Ade PutriSarwendah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Feel Good By Doing Good

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengulik Perkembangan Pendidikan Khusus dan Implementasinya di Korea Selatan

30 April 2019   14:31 Diperbarui: 30 April 2019   14:50 1541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan khusus atau biasa dikenal dengan pendidikan bagi anak--anak dengan kebutuhan khusus tentunya sudah tidak asing bagi kita semua. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 32 ayat (1) Tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi dan bakat kecerdasan istimewa. 

Pendidikan khusus mengakomodasi peserta didik yang memerlukan layanan spesifik yang sesuai dengan kebutuhan dari peserta didik itu sendiri. Secara umum dapat diartikan bahwa Pendidikan khusus/pendidikan luar biasa merupakan suatu sistem layanan pendidikan yang diperuntukkan bagi anak atau individu yang memerlukan layanan khusus.

Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus diakomodir dalam pendidikan khusus. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik sesuai dengan kebutuhannya. Kauff dan Hallahan (Bandi,2006) menyebutkan jenis-jenis anak berkebutuhan khusus yang paling banyak memperoleh perhatian dari guru antara lain tunagrahita, kesulitan belajar (learning disability), hiperaktif (ADD dan ADHD), tunalaras, tunarungu -- wicara , tunanetra, autis, tunadaksa, tunaganda, dan anak berbakat. 

Layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus merupakan pengajaran yang dirancang untuk mengakomodasi karakteristik anak yang memiliki kebutuhan khusus yang tidak dapat diakomodir oleh kurikulum sekolah pada umumnya. Adapun layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang ada dan berkembang di Indonesia yakni Sekolah Luar Biasa (Segregasi) , Sekolah Integrasi (Terpadu), dan Sekolah Inklusi.

Sekolah Luar Biasa/Segregasi merupakan layanan pendidikan khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang terdiri dari unit-unit pendidikan dimana penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan (TKLB,SDLB,SMPLB,dan SMALB). Bentuk layanan pendidikan terpadu atau sekolah integrasi merupakan layanan pendidikan yang memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus untuk dapat belajar bersama anak-anak umum di sekolah regular. 

Sementara sekolah inklusi merupakan sekolah regular yang mengakomodir siswa-siswa berkebutuhan khusus untuk belajar bersama di kelas regular dengan siswa-siswa umum lainnya. Yang menjadi perbedaan antara pelaksanaan pendidikan inklusif dan integratif yakni dalam pendidikan inklusif sistem yang menyesuaikan pada kondisi serta kebutuhan dari anak berkebutuhan khusus yang ada di sekolah inklusi tersebut, sementara pada pendidikan integratif anak berkebutuhan khusus yang menyesuaikan pada sistem pendidikan yang ada di sekolah tersebut.

Sebagai salah satu peserta dari kegiatan Pelatihan Guru ke Luar Negeri (PGLN) pada bulan Maret 2019 yang lalu, saya bersama 7 rekan guru SLB Se-Indonesia dan 2 orang widyaiswara P4TK TK dan PLB berkesempatan belajar dan menggali pengetahuan berkenaan dengan implementasi pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ala Korea Selatan. Dalam kegiatan Shortcourse "Maternal Reflectie Method Training For Special Needs Educators" ini saya banyak belajar tentang pendidikan secara umum di Korea Selatan dan secara khusus mendalami berkenaan dengan implementasi pendidikan khusus di Negeri Ginseng ini. 

Selama 21 hari banyak hal yang saya pelajari secara khusus berkenaan dengan perkembangan pendidikan khusus di Korea Selatan dan implementasinya. Keseluruhan informasi yang berkenaan dengan perkembangan pendidikan khusus dan implementasinya di Korea Selatan ini saya dapatkan selama menjalani shortcourse di Seoul National University of Education (SNUed) dan saat melakukan kunjungan ke beberapa sekolah penyelenggara pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang ada di Korea Selatan.

"Teacher is one of the Top Prestigious and Respectable Job in Korea" kalimat pembuka yang disampaikan oleh Rektor dari Seoul National University of Education pada saat membuka perkuliahan ini menyiratkan bahwa guru merupakan pekerjaan yang sangat dihargai di Korea Selatan. Selain memiliki penghargaan yang tinggi terhadap guru, Korea Selatan juga memiliki sistem pendidikan yang baik sehingga tidak salah pada tahun 2009.

Korea Selatan menempati urutan ke-2 di dunia setelah Shanghai-China dan mengungguli Finlandia pada PISA Ranking tahun 2009. PISA yang merupakan singkatan dari Programme For International Students Assesment merupakan program yang digagas oleh OECD (Organisation For Economic Co-Operation and Development (OECD). Hal yang dievaluasi adalah kemampuan sains, membaca, dan matematika pada siswa-siswa yang berumur 15 tahun di suatu negara dan tak hanya itu gambaran utuh tentang pendidikan pada negara yang dievaluasi menjadi menjadi target utama dari survey yang dilakukan oleh OECD .

Selama kegiatan perkuliahan di Seoul National University of Education (SNUed) banyak hal menarik yang disampaikan oleh para professor dari SNUed  berkenaan dengan perkembangan pendidikan khusus di Korea Selatan. Pendidikan adalah salah satu hal yang menjadi prioritas utama di negara maju seperti Korea Selatan. Secara umum sistem pendidikan di Korea Selatan menjalankan sistem pendidikan (6-3-3-4) yakni sekolah dasar, menengah pertama, menengah atas, dan universitas. Pendidikan menjadi hal yang utama bagi seluruh warga negara termasuk bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus.

 Sejarah pelaksanaan pendidikan khusus di Korea Selatan sudah dimulai pada tahun 1971 dengan mulai dibangunnya sekolah khusus (SLB) di Korea Selatan. Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Korea Selatan semakin terarah pelaksanaannya semenjak landasan hukum tentang pelaksanaan Pendidikan Khusus dikeluarkan pada tahun 1977 yang selanjutnya dirumuskan dalam Undang- Undang yang mengatur tentang pendidikan khusus dan sampailah pada tahun 2007 terbentuklah "The Act on Special Education For Disabled Person With Disabled Person" yang makin menyempurnakan peraturan yang mendukung pelaksanaan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Korea Selatan.

"The Act on Special Education For Disabled Person With Disabled Person" mengklasifikasikan anak berkebutuhan khusus menjadi 10 kategori yakni : visual impairment (gangguan penglihatan) ; hearing impairment (gangguan pendengaran); intellectual disabilities (hambatan intelektual); physical handicapped (hambatan gerak/fisik); emotional behavior disorder ( gangguan emosi dan perilaku); autism spectrum disorder (autis); learning disabilities ( kesulitan belajar); health impairment (gangguan kesehatan); communication disorder ( gangguan komunikasi); dan developmental delay (perkembangan terlambat). 10 kategori anak berkebutuhan khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Korea Selatan ini diakomodir kebutuhan pendidikannya sesuai dengan karakteristik serta kebutuhan dari peserta didik tersebut. Layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus diakomodir melalui pendidikan di sekolah umum yang pelaksanaannya berupa inklusi penuh ataupun inklusi sebagian (kelas khusus) dan sekolah khusus (SLB).

Tak hanya sekolah inklusi dan sekolah khusus (SLB), Korea Selatan memiliki pula sekolah rumah sakit (hospital school operation) yang pelaksanaannya difungsikan untuk mengakomodir kebutuhan belajar anak yang tidak dapat mengikuti pembelajaran pada setting kelas regular dikarenakan kondisi  kesehatan dan rutinitas pengobatan yang mengharuskan untuk tetap berada di lingkungan rumah sakit. Pelaksanaan hospital school operation tetap menggunakan kurikulum dalam pengajarannya dan mengedepankan rencana pendidikan individual (RPI). 

Di samping itu pelaksanaan hospital school operation menggunakan layanan pembelajaran dirumah secara cyber dan menggunakan model sistem instruksi dengan video. Sebagai informasi hospital school operation ini dalam pelaksanaannya tidak dipungut biaya / gratis bagi anak- anak yang memang memiliki gangguan kesehatan.

Banyaknya jumlah sekolah penyelenggara inklusi di Korea Selatan menggambarkan bahwa kesadaran akan pelaksanaan pendidikan yang ramah terhadap pembelajaran dengan mengedepankan tindakan menghargai dan merangkul perbedaan sudah mulai terbentuk. Melihat banyaknya sekolah penyelenggara inklusi di Korea Selatan lantas tidak mengesampingkan peran dan eksistensi dari penyelenggara pendidikan khusus yang lain seperti sekolah khusus (SLB). 

Para orangtua di Korea Selatan sudah terbentuk kesadaran akan kondisi serta kebutuhan dari putra-putrinya yang berkebutuhan khusus. Bagi anak dengan kondisi kebutuhan khusus dalam rentang kategori sedang-berat orangtua memiliki kecenderungan untuk memasukkan putra putrinya di sekolah khusus (SLB). Pilihan untuk menyekolahkan anak-anak berkebutuhan khusus kembali ke orangtua masing-masing, tentunya hal ini sudah dipertimbangkan sesuai dengan kebutuhan dari anak mereka yang memiliki kebutuhan khusus.

Pelayanan yang diberikan untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus di Korea Selatan tidak hanya sebatas pada pelayanan pendidikan, namun Pemerintah Korea Selatan membangun pula Special Education Support Centre. Special Education Support Centre berfungsi sebagai pusat layanan yang dibentuk untuk memberikan layanan informasi bagi orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus berkenaan dengan kebutuhan anaknya disesuaikan dengan jenis layanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Pusat layanan ini berisikan orang-orang yang berkompeten dalam pendidikan khusus yang nantinya dapat memberikan rekomendasi bagi orangtua anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan layanan yang sesuai. 

Di samping Special Education Support Centre, layanan yang dikhususkan bagi anak berkebutuhan khusus adalah diberikannya kartu layanan bagi anak yang terdeteksi mengalami kebutuhan khusus. Kartu layanan ini dapat diperoleh oleh orangtua dengan kebutuhan khusus dari dokter/ahli yang melakukan pemeriksaan yang menerangkan kebutuhan khusus dari seorang anak. Layanan yang diperoleh oleh orangtua anak berkebutuhan khusus dengan kartu ini adalah kemudahan akses untuk memperoleh layanan pendidikan khusus sesuai dengan kebutuhan siswa (direct apply).

Lalu bagaimana dengan anak berkebutuhan khusus yang sudah menyelesaikan jenjang pendidikan SMALB? Bagaimana keberlanjutannya? Bagi anak berkebutuhan khusus baik yang berada di sekolah inklusi maupun di sekolah khusus (SLB) setelah menyelesaikan tingkat SMA mereka kembali memperoleh pelatihan yang difokuskan untuk mencari pekerjaan. 

Di Korea Selatan pelatihan khusus bagi Anak Berkebutuhan Khusus pasca lulus pendidikan menengah ini bernama Special Course For Job (kursus khusus untuk pekerjaan). Special Course For Job ini dilaksanakan selama 1-2 tahun dan fokus pada pelatihan keterampilan yang nantinya dapat dipergunakan untuk mencari pekerjaan bagi anak--anak berkebutuhan khusus. Pada kursus khusus ini anak-anak berkebutuhan khusus diberikan pelatihan keterampilan yang disesuaikan dengan kemampuan mereka yang nantinya dapat mereka manfaatkan untuk mencari pekerjaan.

Gambar 2. School Visit ke Sekolah Inklusi dan Sekolah Khusus (SLB) di Korea Selatan
Gambar 2. School Visit ke Sekolah Inklusi dan Sekolah Khusus (SLB) di Korea Selatan
Mengintip pelaksanaan pendidikan khusus di Korea Selatan, saya berkesempatan melakukan kunjungan ke beberapa sekolah penyelenggara pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Korea Selatan. Sekolah pertama yang saya kunjungi adalah Central Christian Academy (CCA)  di Korea Selatan. Sekolah yg saya kunjungi ini merupakan sekolah inklusi yang terdiri dari jenjang TK-SMP. Terdapat 25 guru di sekolah Central Christian Academy (CCA) ini , dengan uraian 11 org guru kelas, 11 guru pendamping khusus(GPK) dan 3 orang tenaga ahli (tenaga kesehatan, tenaga terapis dan psikolog). 

Dan untuk jumlah siswa berkebutuhan khusus yang ditangani ada 67 siswa yang terdiri dari 8 siswa TK, 41 orang siswa SD dan 18 orang siswa SMP. Dalam satu kelas maksimal terdiri dari 29 siswa dengan komposisi 26 siswa reguler dan hanya terdapat 1-2 siswa berkebutuhan khusus dalam satu kelas regular. Teknis penggabungan kelas di sekolah inklusi ini yakni di dalam satu kelas  terdapat 1 guru umum dan juga terdapat 1 guru pendamping (shadow teacher) bagi siswa berkebutuhan khusus.  Jenis anak berkebutuhan khusus yang saat ini ditangani disekolah ini yakni autisme , cognitif developmental delay dan tunadaksa.

Beberapa point penting dalam kunjungan ke salah satu sekolah inklusi di Korea Selatan ini adalah: 1. Konsep sekolah inklusi yang dibangun oleh CCA adalah walaupun memiliki siswa beraneka ragam namun tetap satu dan harmonis. Guru menolong siswa, dan harapannya siswa mampu menolong siswa yang lain (kooperatif).;2. Lingkungan Inklusif yang Ramah Pembelajaran  sangat nampak di sekolah inklusif ini. Hal ini tercermin saat proses pembelajaran di kelas anak-anak reguler sangat peduli terhadap teman mereka yang berkebutuhan khusus. 

Kesadaran ini bertumbuh karena empati mereka sudah dipupuk sejak di taman kanak-kanak mereka dibiasakan berbaur dengan teman-teman berkebutuhan khusus mereka sehingga tidak ada lagi rasa canggung dan aneh ketika bersama teman mereka yang berkebutuhan khusus; 3. Sekolah inklusi ini benar-benar mempersiapkan segala sarana dan prasarana yang menunjang bagi proses pembelajaran bagi seluruh siswa-siswanya di kelas seperti : aksesibilitas lingkungan fisik penunjang pembelajaran, memiliki ruang sumber untuk pendidikan khusus, memiliki 3 perpustakaan yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang ada di sekolah tersebut, ruangan olahraga, tempat ibadah dan beberapa fasilitas lainnya.

Selanjutnya saya berkesempatan menengok pelaksanaan salah satu sekolah khusus (SLB) yang ada di Korea Selatan. Sekolah yang saya kunjungi kali ini adalah ke salah satu Sekolah Khusus/ Sekolah Luar Biasa di Korea Selatan.  Sebagai gambaran penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Korea Selatan 70 persen inklusi dan 30 persen di sekolah khusus \ SLB.  

Di Korea Selatan terdapat kurang lebih 175 SLB dan khususnya di Seoul terdapat kurang lebih 30 SLB. Adapun untuk SLB di Korea Selatan terbagi atas 4 sekolah yang dikhususkan untuk siswa dengan hambatan penglihatan , pendengaran, fisik dan hambatan intelegensi. Sekolah khusus St. Peters School ini sudah berdiri sejak 45 tahun yang lalu. Sekolah ini dikhususkan untuk siswa siswa dengan hambatan intelegensi, walaupun dalam pelaksanaannya terdapat pula siswa dengan hambatan emosi, autism bahkan siswa dengan multiple disability.

Banyak hal yang menjadi point penting selama kunjungan ke salah satu sekolah khusus (SLB) yang ada di Korea Selatan ini. Adanya program Job Training  yang diberikan selama 1-2 tahun bagi siswa yang telah menamatkan jenjang SMALB. Program job training merupakan program yang di desain untuk mempersiapkan siswa berkebutuhan khusus di korea untuk memasuki dunia kerja dengan memberikan secara fokus latihan2 keterampilan vokasional sesuai dengan kemampuan mereka. 

Selama siswa mengikuti Job Training , mereka pergi ke working centre untuk magang dan diberi upah yang sesuai, kegiatan ini dilaksanakan dua kali setiap bulannya. Untuk penerimaan siswa baru dilakukan dengan cara melihat tingkat berat ringannya siswa dan di prioritaskan bagi siswa dengan tingkat hambatan yang lebih berat. Kuota penerimaan telah ditentukan oleh pemerintah pusat dan regional. 

Apabila terdapat siswa yang tidak dapat masuk ke SLB akan diarahkan ke sekolah inklusi. Adanya program yang dirancang untuk mengedukasi keluarga anak dengan kebutuhan khusus (Pendidikan Keluarga) yang diakomodir melalui kegiatan parenting hal ini dimaksudkan karena untuk mencapai pendidikan yang maksimal butuh kerjasama yang baik tidak hanya dari siswa , guru dan sekolah namun juga butuh peranan dari orangtua.

Berbicara tentang keramahan lingkungan fisik bagi anak maupun individu dengan kebutuhan khusus, Korea Selatan menjawab pertanyaan mengenai aksesibilitas yang mengakomodir kebutuhan anak maupun individu berkebutuhan khusus. Sekolah, tempat umum, layanan publik, transportasi umum serta area-area publik sudah dilengkapi dengan sarana aksesibilitas yang universal design. Sedikit cerita yang bisa saya bagi selama 21 hari berada di Korea Selatan mengenai universal design yang mengakomodasi aksesibilitas bagi difabel. 

Universal design itu layaknya design bangunan , design produk, sampai dengan design lingkunga yang dapat diakses oleh semua orang tanpa memandang usia, kebutuhan khususnya apa dan lain-lain dari dalam diri individu. Selain bisa digunakan untuk semua orang, konsep universal design lainnya yakni fleksibel dimana dapat mengakomodasi semua pengguna dengan berbagai jenis kemampuan individu dengan design yang sederhana dan mudah untuk digunakan dan tak lupa disertai dengan informasi yang memadai

Gambar 3. Aksesibilitas di Korea Selatan | dokpri
Gambar 3. Aksesibilitas di Korea Selatan | dokpri
Beberapa gambar diatas merupakan fasilitas umum yang saya jumpai selama di Korea Selatan. Di stasiun terdapat jalur Subway yang memberikan prioritas untuk individu seperti (difabel, stroller bayi, atau dengan keperluan tertentu), bahkan sayapun pernah mencobanya karena kartu T-Money saya mendadak tidak berfungsi sehingga diperkenankan memasuki jalur tersebut. 

Guiding block pun terpasang di setiap jalan tempat umum dan fasilitas umum lainnya dan pemasangannya pun benar-benar membantu rekan-rekan tunanetra untuk melakukan perjalanan secara mandiri. Untuk rekan-rekan tunadaksa yang menggunakan kursi roda apabila ingin mengakses jalanan menanjak ataupun menurun yang bertangga tidak perlu khawatir karena ada fasilitas hidrolik yang disediakan untuk membantu rekan-rekan tunadaksa melakukan mobilitas di jalanan bertangga.

Saat melakukan kunjungan ke Museum National Korea, lagi-lagi kami menemukan kemudahan akses informasi benda-benda bersejarah bagi rekan-rekan difabel. Di museum disediakan replika dari benda bersejarah yang diperkenankan untuk disentuh dan mampu mengeluarkan suara dan tak lupa terdapat pula informasi tertulis menggunakan Braille untuk mengakomodir kebutuhan akses informasi bagi rekan-rekan tunanetra. 

Seakan tidak ada habisnya menceritakan tentang aksesibilitas yang saya temui, baik di lingkungan sekolah maupun ruang-ruang publik selalu diberikan keterangan nama ruangan yang dilengkapi dengan huruf Braille bahkan di ujung pegangan tangga selalu dilengkapi dengan tulisan Braille. Sarana aksesibilitas pada toilet yang berada di sekolah maupun tempat-tempat umumpun rata-rata sudah universal design.

Keseluruhan pengalaman belajar dan memperdalam ilmu tentang pendidikan khusus di Korea Selatan ini tidak lepas dari kesempatan belajar yang diberikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui PPPPTK TK dan PLB (Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-Kanak dan Pendidikan Luar Biasa). 

Melalui pengalaman belajar di luar negeri ini selain menambah wawasan, dan pengalaman kedepannya dapat meningkatkan profesionalisme saya sebagai seorang guru SLB. Hal-hal positif dari perkembangan dan implementasi pendidikan khusus yang dipelajari dari Korea Selatan harapannya  dapat bermanfaat untuk dijadikan referensi pengembangan keilmuan Pendidikan Luar Biasa guna kemajuan Pendidikan Khusus di Balikpapan, Kalimantan Timur khususnya dan Indonesia pada umumnya.

Gambar 4. Guru SLB dan Widyaiswara PLB Peserta Shortcourse di Seoul National University of Education bersama Kepala PPPPTK TK dan PLB serta Kabid Program Dan Data | dokpri
Gambar 4. Guru SLB dan Widyaiswara PLB Peserta Shortcourse di Seoul National University of Education bersama Kepala PPPPTK TK dan PLB serta Kabid Program Dan Data | dokpri
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun