Mohon tunggu...
Ade Putri Riajang P.
Ade Putri Riajang P. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Vacationist

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ujaran Kebencian dan Kaitannya dengan Hukum Pidana

26 Mei 2023   10:50 Diperbarui: 26 Mei 2023   11:02 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Dalam berkomunikasi bahasa mempunyai peran penting dan dampak yang luas dalam kehidupan manusia, utamanya di media sosial. Peran bahasa yang saat ini banyak menjadi sorotan adalah peran bahasa di bidang hukum (Indah & Subyantoro., 2020). Media Sosial memiliki peran sebagai ruang publik untuk berkomunikasi secara bebas, berdiskusi, dan bertukar pikiran (Kusumasari & Arifianto, 2020). 

Media sosial merupakan salah satu bentuk dari adanya perkembangan dalam dunia teknologi informasi dan komunikasi. Semua informasi dan komunikasi yang dilakukan saat ini dapat diakses dengan mudah berkat adanya kecanggihan teknologi. Kecanggihan teknologi utamanya dalam penggunaan media sosial dapat membawa pengaruh atau dampak negatif bagi beberapa pihak. Dampak negatif yang dihasilkan bisa berupa ujaran kebencian kepada seseorang.

Ujaran kebencian merupakan suatu tindakan penghinaan, provokasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok. Ujaran kebencian sering terjadi di media sosial twitter, instagram, facebook, youtube, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, pemerintah membuat peraturan untuk meminimalisir tindak pidana kriminal di dunia teknologi. 

Peraturan tersebut yaitu UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) Nomor 11 Tahun 2008 Pasal 27 ayat (3) yang menyebutkan bahwa setiap individu dilarang dengan sengaja dan tanpa hak untuk menyebarkan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memuat isi pencemaran nama baik dan/atau hinaan. Pemerintah berharap dengan adanya peraturan yang mengikat diatas dapat menjaga tutur kata setiap orang di media sosial dengan baik.

Pada hakikatnya dalam konteks tuturan terdapat makna implisit dan eksplisit. Penggunaan bahasa dalam konteks disebut dengan pragmatik. Konteks merupakan sarana untuk memperjelas suatu maksud. Sarana tersebut berupa koteks (ekspresi yang mendukung kejelasan maksud) dan dapat juga berupa situasi yang memiliki hubungan dengan kejadian. Konteks dikatakan sebagai model fisik, tempat dimana tuturan dilahirkan. 

Sedangkan koteks dikatakan sebagai sebuah latar budaya, sesuatu yang memiliki pengaruh secara kultural terhadap munculnya tuturan. Oleh karena itu, konteks maupun koteks mempunyai kaitan yang erat dalam bentuk tuturan seseorang yang dapat bermakna secara implisit maupun eksplisit tergantung apakah tuturan tersebut memiliki makna tindakan atau bersifat makna literal saja (Thamrin et al., 2019) .

Ilmu pragmatik muncul pada tahun 1960-an. Salah satu linguis yang pertama kali memperkenalkan pragmatik adalah Ross dan Lakoff. Kemudian ilmu pragmatik mengalami perkembangan yang signifikan oleh para ahli filsafat. Ahli pragmatik sekaligus ahli filsafat pada awal perkembangan munculnya ilmu pragmatik adalah Austin (1962), Searle (1969), dan Grice (1975). How to Do Things with Words (1962) merupakan sebuah karya Austin yang dijadikan sebagai perintis ilmu pragmantik. 

Karya tersebut mengemukakan gagasan seorang Austin mengenai tuturan performatif dan konstatif. Gagasan penting yang lain adalah tindak lokusi, ilokusi, perlokusi, dan daya ilokusi tuturan. Peneliti lainnya, Searle (1969) mencetuskan teori tentang tindak tutur. Tindak tutur memiliki jumlah yang tak terbatas dikategorisasikan berdasarkan makna dan fungsinya.

Tindak tutur adalah makna tuturan yang mempunyai perbedaan fungsi dari tuturan yang telah diucapkan sehingga tuturan tersebut seolah-olah merupakan bentuk dari suatu tindakan. Tindak tutur menurut Searle terdapat tiga macam dalam praktiknya antara lain: (1) lokusioner adalah tindak bertutur menggunakan kata, frasa, dan kalimat sesuai makna yang terkandung dalam kata, frasa, dan kalimat tersebut.  

Lokusioner tidak memperdebatkan maksud dan fungsi tuturan yang dituturkan oleh si penutur. (2) ilokusioner merupakan perilaku yang melakukan sesuatu dengan fungsi dan maksud tertentu. The act of doing something merupakan sebutan lain untuk tindakan ilokusi. (3) perlokusioner adalah tindakan menumbuhkan effect kepada mitra tutur. Searle (1969:36 dalam Bachari 2017:54) membagi tindak tutur ilokusi ke dalam lima bentuk tuturan dengan fungsi komunikatif tertentu. Kelima bentuk tersebut adalah sebagai berikut.

  • Asertif (assertives), yaitu tuturan yang menetapkan penutur pada kebenaran yang diungkapkan tuturan. Contoh tindakan dalam tuturan ini adalah menyarankan (suggesting), membual (boasting), menyatakan (stating), mengklaim (claiming), dan mengeluh (complaining).
  • Direktif (directives), tuturan yang dimaksudkan untuk memberi pengaruh agar mitra tutur melakukan tindakan yang diinginkannya. Contoh tindakan tuturannya adalah memesan (ordering), memerintah (commanding), memohon (requesting), menasehati (advising), dan merekomendasi (recommending).
  •  Ekpresif (expressive), tuturan yang memiliki fungsi menyatakan atau menunjukkan perilaku psikologis penutur terhadap keadaan hasil pengamatan atau evaluasi. Contoh tuturan ekspresif adalah berterimakasih (thanking), meminta maaf (pardoning), memberi selamat (congratulating), berbelasungkawa (condoling), memuji (praising), menyalahkan (blaiming), dan kebencian (hate).
  •  Komisif (commisives), tuturan yang berfungsi menyatakan penawaran atau janji. Contoh tuturan yang menyatakan komisif adalah berjanji (promising), ancaman (threatening), bersumpah (vowing), dan menawarkan sesuatu (offering).
  • Deklarasi (declarations), tuturan yang mempertemukan isi tuturan dengan kenyataan. Contoh dari tuturan deklarasi adalah pasrah (resigning), memberi nama (naming), mengangkat (appointing), mengucilkan (excommicating), dan menghukum (sentencing).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun