Mohon tunggu...
Ade Pratiwi
Ade Pratiwi Mohon Tunggu... lainnya -

murid kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Capres, Agama, dan Sampah

3 Juli 2014   23:13 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:36 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan presiden tinggal enam hari lagi. Hari-hari terakhir ini, semakin banyak rasanya pemberitaan yang saling menjatuhkan, baik itu pasangan capres nomer 1 atau 2. Masing-masing mengaku sebagai korban bullying kampanye hitam. Segala macam isu, fitnah, sudah tidak terlihat lagi mana yang benar dan tidak. Rakyat justru dibuat makin bingung. Ulama satu dengan lainnya berbeda pandangan. Kekuasaan seolah jadi makanan lezat yang harus dimiliki. Bukannya beradu visi dan misi. Masing-masing calon malah sibuk menepis isu-isu yang disebarkan entah oleh iblis yang mana. Yang paling menyedihkan, Tuhan pun dijual namanya demi memuluskan jalan masuk istana. Isu agama menjadi paling santer dan mengerikan. Rakyat pun terpecah menghadapi hal itu.

Sementara saya tidak habis pikir, kenapa sih orang repot, bahkan ketakutan ada golongan yang dianggap sesat akan berkembang. Bukankah agama kita merupakan tameng untuk menghadapi semua kesesatan itu? Kenapa harus takut kalau kita akan dikalahkan oleh segelintir orang yang berbeda pendapat dengan kita? Toh kita punya jalan masing-masing yang kita percayai benar itu jalan kebenaran. Kalau masih takut, bukannya malah mengerdilkan agama dan Tuhan kita ? Tidak percaya dirikah kita?

Bukankah kita justru bisa merangkul, bahkan mungkin membalik logika berpikir mereka yang dianggap sesat itu supaya kembali lurus? Dan lagi, sebetulnya apa sih agama itu?

Buat saya sih simpel aja. Agama itu terkait erat dengan sampah. Maksudnya, cara kita memperlakukan sampah dan menjaga kebersihan lingkungan, itu yang mencerminkan agama kita.
Bagaimana bisa, kita bicara hal-hal besar yang jauh dari mata. Sementara kita masih melempar bungkus bekas makan kita sembarangan. Kita bicara tentang pendukung capres ini begini. Capres itu begitu. Bahkan ada yang dengan mudahnya mengharamkan salah satu pasangan capres karena berbagai alasan. Tapi pas waktu sholat hampir lewat bahkan kita masih asyik facebook-an.

Terus terang, saya bukan ahli agama. Pengetahuan agama saya masih jauh, amat jauh dari sempurna. Saya dilahirkan sebagai seorang muslim, sempat mengalami peristiwa mencari Tuhan pada umur 19 tahun sampai saya menemukan Allah SWT memang Yang Terbaik bagi saya. Saya tidak takut orang lain akan mempengaruhi keimanan saya karena saya percaya pilihan saya adalah yang terbaik. Bagi saya, agama saya adalah agama terbaik yang merahmati seluruh alam. Tentang mereka yang berbeda keyakinan, maka lakum dinukum waliyadin adalah jawabannya.

Jadi kalau kita percaya pada Allah SWT, kenapa harus takut keimanan kita luntur karena pengaruh ajaran sesat? Bukankah Allah SWT sudah menjanjikan akan menjaga orang-orang yang percaya pada-Nya, selama kita berpegangan pada tali buhulnya kuat-kuat? Kenapa kita harus takut ajaran-ajaran sesat menjadi besar kalau kita punya keimanan yang kuat pada Allah SWT? Berhentilah mengatasnamakan Islam kalau membuang bungkus permen yang ada di depan mata ke tempat sampah saja tidak pernah kita lakukan.

Saya rindu pemilu yang damai. Sebesar kerinduan saya pada agama saya, Islam yang ramah, yang merahmati seluruh alam. Yang sulit sekali ditemui di masa-masa saat ini.

Saya sadar, inilah pelajaran demokrasi yang harus dilalui bangsa Indonesia. Negeri dengan asas demokrasi Pancasila. Dimana Tuhan menjadi nomor satu diatas segalanya. Sehingga kekuasaan pun mereka peroleh dengan mencatut nama Tuhan. Yah....semoga saja orang-orang yang mengatasnamakan Tuhan itu sudah membuang sampah pada tempatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun