Mohon tunggu...
Ade Paranata
Ade Paranata Mohon Tunggu... -

Staff pengajar di FE UNRAM

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nyala Tetapi Bergilir (NTB)

1 Juli 2010   06:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:10 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ade Paranata

Tepat tertanggal 1 juli 2010 ini, tarif dasar listrik (TDL) mengalami kenaikan. Adapun besaran yang disepakati Pemerintah dan DPR. Untuk kelompok pelanggan 450-900 VA tidak mengalami kenaikan, dan untuk kelompok pelanggan di atas 900 VA dikenai kenaikan secara proporsional 6 persen hingga 20 persen atau rata-rata 10 persen mulai hari ini (baca: tanggal 1 Juli 2010).

kesepakatan mengenai kenaikan ini yang besaran rata-ratanya 10 persen harus diberlakukan agar tidak melanggar Undang-Undang No 2 Tahun 2010 Tentang APBN Perubahan 2010 yang mematok subsidi listrik sebesar Rp 55,1 triliun (Faisal Basri, Kompas 21 Juni 2010).

Kembali soal Nusa Tenggara Barat, bahwa pihak PLN Mataram menyatakan mulai 30 juni 2010 pemadaman bergilir berakhir. Apakah janji ini hanya sekadar janji? kita lihat saja, apakah janji ini terbukti kebenarannya.

Tak terbayangkan betapa besar kerugian yang dialami masyarakat NTB dengan ketidakpastian ini. Dampak dari pemadaman bergilir ini, mungkin telah banyak barang-barang elektronik yang sudah mengalami kerusakan dan bahkan bolak balik masuk rumah servis. Apalagi jika ditambah dengan aktivitas industri rumahan dalam kelompok masyarakat, hanya karena seringnya terjadi pemadaman banyak yang mengalami kerugian atau penurunan omzet.

Efek yang tidak terbantahkan lagi, adalah efek sosial dalam masyarakat yaitu kehilangan berupa barang milik pribadi. Karena rumah tidak diterangi lampu maka tidak heran jika efek negatif ini muncul dalam lingkungan seperti ini.

Menurut daat NTB dalam angka Tahun 2008 bahwa ada sebanyak 7. 176 kelompok Industri formal dan 71.537 industri non formal. Dalam realitanya hal ini adalah benar karena jarang sekali investor besar yang menanamkan modalnya di NTB. Hal ini bisa jadi disebabkan dengan ketidakpastian dalam hal Kelistrikan, yang akan membawa dampak pada pengangguran karena kurangnya lapangan kerja bagi tenaga kerja produktif. Tidah heran bahwa di NTB lebih di dominasi oleh industri non-formal.

kebutuhan listrik di NTB terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data NTB dalam angka bahwa produksi listrik pada tahun 2007 mencapai 638,03 juta Kwh. Listrik yang terjual mengalami peningkatan, dari 501,134 juta Kwh di tahun 2006 menjadi 566,233 juta kwh tahun 2007 sebagian besar kebutuhan tenaga listrik ini dipenuhi oleh PLN dan sisanya oleh Non-PLN.

Peningkatan ini bisa jadi disebabkan oleh semakin maraknya aktivitas pembangunan di NTB, bila dilihat dari aktivitas pembangunan yang ada di Kota Mataram, maka kita akan melihat maraknya pembangunan perumahan-perumahan yang di bangun oleh pihak Swasta maupun pemerintah (perumnas), dalam hal ini lebih didominasi oleh pihak swasta. hal ini dapat menjadi salah satu pemicu meningkatnya kebutuhan listrik di NTB. Sayangnya pemerintah tidak mengantisipasi hal ini jauh hari sebelumnya.

Tidak adanya koordinasi dan pemetaan akan kebutuhan listrik di NTB menjadi salah satu kebuntuan dalam proses pemecahan masalah. Pihak Pemerintah Daerah seharusnya mampu memetakan berapa kebutuhan masyarakat akan perumahan dan bangunan tempat perdagangan. Di Kota Mataram tidak hanya perumahan yang semakin meningkat, Tetapi bangunan Ruko (rumah toko) malah semakin marak. Investasi masyarakat dalam pembangunan ruko ini sangat pesat, ada selentingan alasan dari maraknya pertumbuhan ruko ini, salah satunya adalah jika satu ruang bisa menyerap dua orang tenaga kerja, pemerintah dapat mengurangi pengangguran.

Pendapat diatas sah-sah saja, tetapi perlu diingat bahwa dengan adanya pertumbuhan ruko di Kota Mataram ini akan menyebabkan peningkatan kebutuhan listrik pula. Tidak hanya kebutuhan listrik yang menjadi dasar masalah tetapi masalah tata ruang kota juga perlu menjadi perhatian kita, khususnya Pemerintah Daerah.

Kembali pada persoalan, Pemerintah NTB mengakui akan kekurangan pasokan listrik. Pemerintah pusat diharapkan mampu mencari solusi bagi Propinsi NTB dalam hal penyediaan pasokan listrik. Agar ada investor yang mau menanamkan investasi terutama dalam bidang kelistrikan di NTB. Harapan demi harapan di utarakan oleh masyarakat NTB. Tentunya masyarakat membutuhkan action dari Pemerintah dalam mengurai benang kusut kelistrikan NTB. Tidak hanya sekadar berwacana dan janji. Masyrakat tentunya butuh bukti.

Sesuai dengan visi NTB sekarang bahwa NTB ingin bersaing dan berdaya saing. Hal ini hanya sekadar opini pribadi dari refleksi yang ada. Saling mengingatkan antar sesama masyarakat Indonesia adalah bukti kecintaan kita yang kuat dan tulus akan maju dan jaya Indonesia kedepan. Electric for the better life.

*) Dosen FE UNRAM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun