Mohon tunggu...
Yunus Thariq
Yunus Thariq Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang manusia biasa. Hanya mempunyai benak pikiran yang penuh dengan pemikiran-pemikiran aneh yang terkadang tidak bisa dikeluarkan. Berusaha memahami dunia dengan otak yang kecil dan belum tentu cerdas.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Wahai Mahasiswa, Sudah Pantaskah Menyandang Gelar “Maha”?

15 Maret 2014   07:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:55 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang ada di benak pikiran anda bila mendengar kata mahasiswa? Tentu banyak persepsi dari anda mengenai arti dan pemaknaan dari sebuah kata mahasiswa. Bisa saja anda mengatakan mereka adalah golongan orang pintar, orang yang sedang berkuliah di perguruan tinggi, atau anak-anak muda yang suka bikin rusuh di jalan dalam aksi demonstrasi mereka? hahaha Saya mencoba mengajak anda mejelajahi pemaknaan dari diksi MAHAsiswa. Sebelumnya saya ingin mempaparkan temuan melalui perselancaran di dunia digital. Mahasiswa bagi saya merupakan julukan bagi seseorang yang menuntut ilmu perkuliahan di segenap penjuru dunia. Entah anda berkuliah di Harvard, Stanford, ITB, UI, UGM, bahkan Telkom University, anywhere. Dan menurut fakta yang saya temukan “Baru 7,2 Persen Anak Bangsa Nikmati Bangku Kuliah.” Sekarang baru 7,2 persen, setidaknya suatu negara yang ideal memiliki mahasiswa sekitar 20 persen dari penduduk. Malaysia saja saat ini, yang dulunya kita ekspor guru kesana sudah 20 persen. Jadi, Bersyukurlah kita yang masih bisa menikmati bangku perguruan tinggi. Anugerah yang tidak semua orang memiliki kesempatan ini. Pemaknaan dari kata mahasiswa sendiri secara harfiah terbagi menjadi dua kata. Maha dan Siswa. Seperti yang mungkin pernah anda ketahui, Maha identik dengan hal yang tidak terbatas, tidak pernah habis, tak terhingga, dan tak dapat dijangkau. Menariknya, unsur penggunaan diksi ini banyak dipakai dalam gelar untuk Tuhan. Contohnya, Mahakuasa, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang. Unsur kata itulah kemudian diejawantahkan dalam siswa, hingga menjadi sebutan mahasiswa. Sedangkan siswa sendiri selalu diidentikan dengan seorang yang menuntut ilmu. Pelajar SD, SMP dan SMA/SMK. Mereka disebut siswa. Berbeda dengan penyebutan mahasiswa dalam bahasa lain seperti bahasa inggris. Mahasiswa disebut student, atau terkadang ditambahkan College Student. Tidak ada spesialisasi khusus dalam penyebutan orang yang sedang sekolah di perguruan tinggi. Hanya di Indonesia yang menggunakan pola kata seperti ini. mengapa? Karena pada dasarnya ada harapan khusus bagi mahasiswa sebagai pelajar yang tidak terbatas hasratnya untuk terus menuntut ilmu. Saya tidak mengetahui siapa yang memberikan stereotipe kata Maha ini dalam unsur siswa. Sehingga saat ini, tanpa kita sadari, sebenarnya kita memikul beban berat sebagai pembelajar. Agak kontradiksi mungkin melihat realita yang ada di lingkup dunia perkampusan kita. Bergaya sana sini, tampil keren, hingga berdandan berlebihan serasa pergi ke acara resepsi pernikahan. Mahasiswa dalam konteks sosial, mereka tidak hanya sebagai pembelajar namun juga bagian dari masyarakat. Mereka memiliki peran yang kompleks sehingga dikelompokkan dalam tiga fungsi: Agent of Change, Social control dan Iron Stock. Dengan peran ketiganya, tentu saja tidak dapat dipungkiri bahwa mereka memiliki peran besar bagi perubahan bangsa. Mereka tercipta sebagai seorang pemikir dan aktor intelektual. Sempat saya kemukakan pendapat ini ke dosen HRM, dan beliau menyederhanakan bahwa concern perbedaan antara mahasiswa dan pelajar-pelajar yang ada di bawahnya adalah dari segi perilaku. Yaa, attitude. Katanya percuma saja menyandang gelar MAHAsiswa tapi sikap masih serupa dengan anak SMA, SMP, SD, bahkan TK. Jegeer! Pendapat saya hanya dipelintirkan dengan simpulan yang simpel sangat. Meski demikian, bagi saya menuntut ilmu tak hanya dalam ruang kuliah yang di depannya terdapat seseorang yang memainkan slide secara berurutan. Terlalu sempit bila mengatakan menuntut ilmu hanya disitu. Banyak dimensi-dimensi lain yang bisa kita refleksikan untuk pembelajaran. Menjadi mahasiswa yang bertanggung jawab atas pilihan hidup mungkin adalah kesepakatan kita bersama. Whatever you learn, whatever you do. The Choice is yours, The Responsibility is yours too.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun