Mohon tunggu...
Adenita Yusminovita
Adenita Yusminovita Mohon Tunggu... profesional -

Owner of www.studiokatakreatif.com \r\nCreative Writing Course\r\n\r\nadenita@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kumpulan Kisah Sahabat : Kalau Masih Cinta, Buat Apa Cerai?

28 Juni 2010   05:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:14 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam itu di sebuah Café kecil di Bogor. Mata sahabat saya berkaca-kaca. Sorot Matanya menyiratkan luka dan kesedihan mendalam. Wajahnya lesu. Tatapannya menerawang. Sesekali ia menarik nafas dalam. Menghembuskannya dengan kencang. Dadanya naik turun. Sebuah gejolak besar dan hebat sedang berkecamuk di tubuhnya. Bahunya membungkuk. Sebuah masalah besar sedang ia hadapi. Cobaan yang harus ia lewati. Suaminya selingkuh.
Ia memilih untuk bertahan. Bertahan dengan sisa kekuatan yang ia miliki. Seperti seorang tentara perang yang tetap mempertahankan wilayahnya walaupun tubuhnya sudah compang-camping karena tembakan. Atau, seperti seorang nelayan yang bersikeras mencari ikan di tengah ombak lautan yang menggunung. Ia bertahan. Memegang pada satu-satunya hal yang harus dijaga, dua anaknya yang masih kecil.
Jika tubuhnya adalah kapal yang bocor, maka ia berusaha keras menambal satu lubang di kapal. Sayangnya, saat ia fokus menutup satu lubang, orang-orang yang dicintai dan dihormati, malah membuat lubang baru. Satu lubang baru. Dua lubang baru. Terus saja hingga ’kapalnya’ berlubang di sana-sini. Ia pun hampir ’karam’. Dengan sekuat tenaga yang dimiliki, ia tutup semua lubang-lubang. Ia pun kelelahan. Ia ingin menyerah. Ia menangis.
Saya mendengar semua kata yang meluncur dari mulutnya. Masih ada sisa ketegaran dibalik ceritanya. Karena, sahabat yang saya kenal ini adalah perempuan tegar dan kuat. Ia adalah batu karang. Tapi bukankah sebuah batu karang sekalipun semakin lama semakin terkikis oleh deburan ombak?
”Ini terlalu berat,” desisnya. Saya meremas tangannya pelan.”Tapi saya masih cinta, saya tidak mau cerai!” Ia pun menangis lagi.
Saya tidak bisa berkata apa-apa selain memeluknya. Memberi semangat tambahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun