Zaman yang sudah maju ini bukan hanya kesehatan fisik yang harus di perhatikan, tetapi dari segi metal juga harus di perhatikan. Sayangnya untuk perkembangan zaman ini perkembangan mengenai kesehatan mental masih buram atau masyarakat masih belum paham betul mengenai kesehatan mental, contohnya seperti pengetahuan mengenai konseling.Â
Sebagian besar masyrakat masih takut jika akan konseling atau curhat ke Psikolog, hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan mengenai Psikolog dan Tugasnya. Terus Psikolog itu apa ya?Â
Seorang Psikolog adalah gelar professional yang dapat membuka izin praktik, dalam hal kewenangan psikolog memiliki hak atau kewenangan yang berkaitan dengan praktisi konseling atau klinis, praktik klinis, konseling, lalu juga dapat melakukan asesmen.Â
Lalu jika Ilmuwan Psikologi adalah gelar yang tidak memiliki izin praktik. Tetapi Ilmuwan Psikologi memiliki hak tau kewenangan yang berkaitan dengan pelayanan menenai perkembangan ilmu psikologi, yang mana Ilmuwan Psikologi berhak mengajar, pengembangan kebijakan, evaluasi program, dll. Jadi bisa disimpulkan bahwa Psikolog sendiri adalah pihak professional yang  dapat membuka praktik menangani kasus terutama yang berhubungan dengan mental atau jiwa manusia, sedangkan Ilmuan Psikologi adalah seseorang yang sedang menempu pendidikan, S1, S2, bahkan S3 tetapi focus mengembangkan keilmuan psikologi, tetapi mereka dibolehkan untuk konseling hanya saja tidak dengan membuka praktik. Â
Lalu untuk peran atau tugasnya diantaranya adalah seperti menangani klien, memberikan diagnosis, serta menjaga kerahasiaan data klien yang mana terdapat di kode etik psikologi. kode etik psikologi ini adalah pedoman bagi para Psikologi, Psikolog untuk menjaga kerahasiaan serta peraturan selama menjadi ilmuwan psikologi dan psikolog. Jika memang terdapat pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pihak psikolog tentunya ada jeratan hukum. Nah teruntuk teman-teman yang akan mencoba konseling harus hati-hati juga terhadap praktik konseling, karna untuk membuka praktik tidak sembarangan orang bisa membukanya.Â
Contoh kasus pelanggaran kode etik adalah seperti Salah satu mahasiswa (S1)melakukan  dalam kegiatan konsultasi layanan melalui platform seperti Myspace, Facebook atau LinkedIn. Menurut survei yang dilakukan pada Pertemuan Tahunan APA 2011 (diakses melalui http://www.apa.org/monitor/2010/10/google.aspx) lebih dari 150 lulusan psikologi mendaftarkan mahasiswa yang memberikan nasihat online. Â
Meski konseling ini dilakukan secara online, namun perilaku tersebut tetap dianggap sebagai pelanggaran kode etik psikologi. Selain itu, konseling psikologis online juga dapat melanggar privasi pelanggan. Di Indonesia, pengaturan terkait hal ini telah diatur dalam Petunjuk Umum Pasal 1 poin a dan b. Pasal-pasal ini menekankan bahwa psikolog (dengan gelar psikologi) mempunyai wewenang untuk memberikan layanan psikologis, tetapi tidak memiliki izin untuk mempraktikkan psikologi.Â
Praktik tersebut meliputi pemberian pelayanan dan praktik kepada masyarakat dalam menangani permasalahan psikologis baik secara individu maupun kelompok, dengan menerapkan prinsip psikodiagnostik.Â
Pengertian praktik psikologi juga mencakup penerapan prinsip-prinsip psikologi yang berkaitan dengan diagnosis, prognosis, konseling dan psikoterapi, sesuai dengan Kode Etik Psikologi Indonesia Tahun 2000.Â
Untuk kasus ini termasuk pelanggaran berat didalam kode etik Psikologi. Jadi untuk teman-teman yang akan melakukan konseling haruslah teliti, karena untuk mendapatkan perizinan resmi agar bisa membuka praktek adalah seorang Psikolog profesi. Banyak kasus praktik illegal yang mana mempunyai keinginan lebih baik justru makin buruk karena bukan kompetensinya. Jaga selalu kesehatan mental kalian yaa, kesehatan mental kalian sangatlah berpengaruh untuk kebahagiaan kalian.
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia, H. P. (2010). Kode etik psikologi Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia.
Ningsih, W. (2021). Etika Psikolog dalam Pengumpulan dan Penyampaian Hasil Pemeriksaan Psikologis (Tinjauan Aksiologi). Jurnal Filsafat Indonesia, 4(1), 53-58.
Pramiari, N. M. A. S., & Perbawa, K. S. L. P. (2022). Informed Consent Dalam Penggunaan Layanan Psikologi Ditinjau Dari Kuhperdata. Jurnal Hukum Mahasiswa, 2(02), 458-471.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H