Judul Cerita : Puaka Sungai Kapuas (Kalite dan Napuas)
Asal Cerita : Kampung Bangka Kelurahan Benua Melayu Laut
Kategori Sastra Lisan : Legenda Setempat
Penutur Asli : Masyarakat Kampung Bangka
Penyebaran Cerita : Cerita ini diketahui oleh masyarakat setempat terutama daerah Pontianak dan sekitarnya.
Puaka Sungai Kapuas (Kalite dan Napuas)
Pada zaman dahulu kala, dua orang pemuda dari negeri seberang sedang berlayar di lautan. Mereka berdua adalah saudara kandung yang mencari pulau-pulau untuk dikuasai.Â
Nama kakak adalah Kalite dan nama adiknya Napuas, mereka berdua kembar yang serupa dan sakti. Kalite memiliki kepribadian yang bijaksana dan penyayang, sementara Napuas sangat serakah, dan sombong. Suatu hari, keduanya menepi di sebuah pulau yang disebut pulau Kalimantan, memiliki hutan lebat dan hanya dihuni oleh binatang saja. Mereka tidak menemukan seseorang di pulau tersebut dan memutuskan untuk berkeliling lebih jauh.
Suatu ketika mereka menemukan aliran sungai yang sangat panjang dan terbentang luas. Mereka meminum air sungai untuk melepaskan dahaga dan beristirahat di tepiannya. Saat mereka duduk di bawah pohon dekat sungai, tiba-tiba muncul seekor ular dari atas pohon. Sang Ular itu berkata pada mereka berdua.
Sang Ular : "Hai anak manusia, mengapa kalian bisa menemukan pulau ini?".
Kalite : "Kami berasal dari negeri seberang yang jauh, kami mencari pulau-pulau untuk dikuasai".
Sang Ular : "Kalian adalah manusia pertama yang menjejakkan kaki di pulau ini, tapi kalian tidak akan bisa keluar dari sini karena sudah meminum air sungai."
Napuas : "Mengapa kami tidak bisa keluar? Kami punya sebuah kapal. Namun, pulau ini tampak sangat bagus. Aku bisa mendirikan sebuah kerajaan baru disini. Setelah ini kami akan kembali ke negeri kami, lalu mengabarkan tentang pulau ini yang sangat luas sehingga orang-orang dari negeri kami bisa datang untuk hidup disini."
Sang Ular : "Siapa yang memberi izin kalian menguasai pulau ini? Kalian tidak bisa kembali ke negeri kalian karena siapa pun yang meminum air sungai maka akan tinggal menetap selamanya disini."
Napuas : "Apa maksudmu mencegah kami kembali hah?! Dan siapa pula yang berani menentangku jika aku ingin berkuasa disini. Aku punya kesaktian tak tertandingi."
Napuas menggunakan kesaktiannya menghancurkan pohon itu sehingga Sang Ular yang bergelantung di pohon jatuh ke tanah dan tertimpa batang pohon. Sang Ular tersebut terluka parah dan tidak sadar karena perbuatan Napuas, hal itu membuat Kalite menegurnya dan menyuruhnya meminta maaf.
Kalite : "Napuas, kau harus meminta maaf karena perbuatanmu salah. Kita seharusnya menghormati makhluk penghuni pulau ini, bukan malah melukainya."
Napuas : "Buat apa aku minta maaf pada ular itu? Biarkan saja dia, lebih baik kita kembali ke kapal dan negeri kita untuk memberitahu semua orang tentang tempat ini."
Kalite : "Kau saja yang kembali ke kapal. Aku akan mengobati luka ular ini."
Napuas : "Terserah kau saja!" ujarnya pergi meninggalkan Kalite dan Ular.
Napuas pergi meninggalkan saudaranya yang memutuskan untuk mengobati luka Sang Ular yang pingsan. Kalite sebenarnya tidak ingin membiarkan adiknya pergi sendiri karena mereka sudah terbiasa bersama. Kalite mengobati Sang Ular dengan kesaktiannya. Saat hari mulai gelap, Kalite beristirahat di samping Sang Ular yang belum sadar.
Keesokkan harinya, Kalite terbangun dari tidurnya karena mendengar suara Sang Ular memanggilnya. Sang Ular berterimakasih padanya karena telah mengobati lukanya sampai sembuh. Kalite pun meminta maaf atas perbuatan adiknya yang tidak menghormati Sang Ular dan malah melukainya. Sang Ular menyadari bahwa walaupun wajah Kalite dan Napuas serupa tetapi sifat keduanya sangat berbeda. Sang Ular baik hati memberikan Kalite buah-buahan dan mereka makan bersama. Tak lama kemudian, Napuas kembali di hadapan mereka dan mengatakan bahwa kapalnya sudah hilang.
Napuas : "Kalite, kapal kita sudah hilang. Aku sudah mencarinya tapi tidak dapat menemukannya. Pasti ada yang menyembunyikannya dan aku yakin Si Ular yang melakukannya karena dia berkata kalau kita tidak bisa kembali."
Kalite : "Kau tidak bisa menuduh sembarang!"
Sang Ular : "Aku tidak menyembunyikan kapal kalian. Kapal itu hilang dihanyutkan oleh sungai ke lautan agar kalian tidak bisa kembali karena kalian adalah manusia pertama disini dan telah meminum air sungai. Mau tidak mau kalian harus menetap disini."
Kalite : "Aku tidak keberatan jika harus menetap disini. Semoga ada orang yang dapat menemukan pulau ini selain kami sehingga nantinya bisa dibuat kehidupan manusia disini."
Napuas : "Jika kita harus tinggal disini, maka aku adalah Rajanya. Semua penghuni hutan harus tunduk padaku. Semua wilayah adalah kekuasaanku dan Sang Ular akan jadi bawahanku."
Sang Ular : "Tak bisa seperti itu mengaku dirimu sebagai seorang Raja. Harusnya kakakmu yang menjadi Raja dan wilayah ini dapat dibagi dua jika kalian mau berbagi."
Napuas : "Tidak! Aku tidak mau berbagi, seluruhnya akan jadi wilayah kekuasaanku. Hei ular bodoh! Jangan mengaturku karena kau harus jadi bawahanku."
Kalite : "Mengapa kau sangat serakah adikku? Tidak pantas kau menghina ular ini."
Sang Ular : "Napuas, kau sudah melampaui batasanmu. Kau akan menanggung akibat perbuatan dan ucapanmu!"
Napuas yang semakin diluar batas karena serakah dan menghina Sang Ular bahkan tidak menghargai saudaranya lagi. Tiba-tiba, air sungai meluap dan membanjiri daerah sekitarnya. Ketika kaki Napuas terendam air sungai, dia berubah menjadi seekor buaya yang sangat besar. Kalite terkejut melihat adiknya berubah menjadi seekor buaya dan Sang Ular menjelaskan hal tersebut.
Sang Ular : "Kesombongan dan keserakahanmu tidak bisa dimaafkan. Kau tidak akan pernah menjadi penguasa di pulau ini. Aku adalah leluhur pulau ini dan kau sebagai pendatang bersikap sangat keterlaluan. Mulai sekarang kau akan menjadi buaya yang akan tinggal selamanya di sungai."
Napuas : "Kaliteeeeee.... Tolong aku"
Napuas terseret air sungai yang membawanya tenggelam ke dalam sungai. Kalite sangat kasihan pada adiknya dan memohon pada Sang Ular agar dia diizinkan menemani adiknya karena dia menyayangi adiknya. Sang Ular pun memahami perasaan Kalite dan mengubahnya menjadi buaya putih yang besar agar bisa hidup bersama adiknya di sungai.
Sang Ular : "Kau menjadi buaya putih sebagai wujud kebaikan agar bisa tinggal di sungai bersama adikmu. Aku harap hal ini dapat memberi adikmu pelajaran. Kau sangat baik sebagai saudara, aku harap kalian berdua dapat hidup dengan damai. Aku menjadikan kalian sebagai penjaga sungai ini, wilayah kekuasaanmu di Hulu dan wilayah adikmu di Hilir. Kalian bisa saling bertemu tapi tidak sering karena akan terjadi banjir besar saat kalian berdua bertemu."
Kalite dan Napuas kini telah menjadi makhluk penjaga sungai dan Sang Ular memberi nama sungai itu sebagai Sungai Kapuas. Nama tersebut diambil dari gabungan nama Kalite dan Napuas yang sekarang dikenal sebagai Puaka atau Penjaga Sungai. Kalite menjaga di Hulu Sungai Kapuas dan Napuas menjaga di Hilir Sungai Kapuas.Â
Mereka hanya bisa bertemu sesekali karena besarnya tubuh mereka dapat menyebabkan banjir apabila mereka bertemu. Sejak saat itu, Sang Ular bersumpah bahwa siapa pun pendatang di pulau ini akan bisa keluar masuk, tetapi barangsiapa yang meminum air Sungai Kapuas, maka tidak akan pernah melupakan Sungai Kapuas. Kemudian, Puaka Kalite dan Puaka Napuas sejatinya merupakan wujud dari kebaikan dan keburukkan.
-SELESAI-
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H