Surabaya (08/06/2022)Â --- Sepak terjang dunia pendidikan memang tidak akan ada habisnya. Pendidikan di Indonesia semakin hari kualitasnya semakin menurun.Â
Mulai dari pembangunan infrastruktur yang masih belum memadai, tenaga ahli (guru) yang kurang, bahkan aturan UU pendidikan kacau. Kualitas siswa semakin rendah karena biaya pendidikan yang semakin mahal namun pengajar kurang professional.Â
Berdasarkan data BPS pada 2013, rata-rata nasional angka putus sekolah usia 7-12 tahun mencapai 0,67 persen atau 182.773 anak; usia 13-15 tahun sebanyak 2,21 persen atau 209.976 anak; usia 16-18 tahun mencapai 3,14 persen atau 223.676 anak, dan semakin bertambah setiap tahunnya.Â
Sedangkan berdasarkan data UNICEF tahun 2015 menyebutkan bahwa lebih dari 2,5 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan lanjutan, baik di usia Sekolah Dasar (SD) maupun usia Sekolah Menengah Pertama (SMP).Â
Sebagian besar anak putus sekolah adalah anak dari keluarga miskin. Walaupun sudah ada program wajib belajar 12 tahun dari pemerintah, tidak sedikit anak Indonesia memilih putus sekolah akibat asyik bekerja dan meraih penghasilannya sendiri.Â
"Mungkin lebih baik tidak memberikan cap bahwa mereka 'malas' sekolah, karena banyak faktor yang menyebabkan mereka mengalami kesulitan untuk mengikuti sekolah formal yang ada," jelas Yohana Ratrin Hestyanti, Psi, dosen di Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya.
Selain banyak anak yang putus sekolah, faktor penghambat lainnya adalah perkembangan IPTEK. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah menciptakan perubahan besar dalam kehidupan ini.Â
Televisi atau media massa lain yang lahir dari kemajuan IPTEK telah banyak memberikan dampak yang negatif kepada perkembangan anak, terutama dalam pembentukan pribadi dan karakter anak.Â
Sekian banyak dari tayangan televisi, hanya sekitar 25% yang sifatnya mendidik dan terbebas dari hal-hal yang kontradiktif. 75% lainnya justru memberi pengaruh yang buruk bagi para penontonnya.Â
Perkembangan IPTEK di Indonesia tertinggal jauh dan sangat memprihatinkan dibanding Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat bahkan pula di Negara-negara Asia misalnya Jepang dan China. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya IPTEK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu : (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke tempat dimana dan kapan saja, (3) dari kertas ke "online" atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata.Â
Namun teknologi juga memiliki dampak negatif terhadap kehidupan sehari-hari seperti malas melakukan sesuatu, hilangnya budaya tradisional secara perlahan sampai penyalahgunaan pengetahuan bagi orang-orang tertentu untuk melakukan tindak kriminal.
Nah, jangan terbuai oleh teknologi ya! Jadikan teknologi sebagai pemacu dalam belajar dan gunakan untuk hal yang positif.Â
"Jika anda orang rajin dengan dikelilingi teknologi, maka anda adalah orang sukses di zaman ini."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H