“Arhhhhhh...bunda kakiku sakit, luka tuh bunda. Sakit....” nana mengerang kesakitan sembari terisak seraya mengiba pada bunda. Tubuh tambunnya seketika terhempas hingga menghantam onggokan mainannya. Tragedi terjadi pasca limpahan air melabas sekutu semut hingga mengusaikan kongsi mereka siang itu. Separuhnya terkapar, tergopoh-gopoh, mantap menantang, serta umpat pada pinggir emperan. Tak ada praduga akan terjadinya hal ini.
****
Binar surya berpendar memenuhi selasar, hawanya perlahan menguap melaminasi kulit ari. Siang mulai beranjak dari senarai tugas hari ini. Nampak berjajar, sekutu semut pada undak-undakan. Aba-aba terarah dari semut paling hulu, dikendalikannya kemudi ke kanan dan ke kiri. Semut paling hilir mengikuti para pendahulunya. Kemarau telah bersilih mengganti penghujan, kala itu mereka tengah mencari pintu-pintu ternyaman. Pada pengembaraannya, salah satu semut berseru “wahhh...ada aroma lezat sepertinya. Yuk kita temukan.”.
Mereka bergegas mencari sumber tersebut. Kemudian komandan menemukannya “Lihat kawan, ada makanan lezat di sana. Mari kita serbu..” kemudi dikendalikan. Ramai-ramai mereka berjalan menuju sumber-sumber. Pada arah selatan dan utara, datang segerombolan lainnya. “Halo kawan. Ayo kita habiskan bersama-sama.” sapa komandan semut kepada semut lainnya. Semut si serangga sosial ini, gemar hidup berkelompok dan saling bekerja sama. Begitu bahagianya sampai-sampai postur makanan tak nampak.
Tak lama kemudian komandan memerintahkan salah satu dari mereka“Tolong juga beritahu lainnya kalau disini sedang ada pasokan.”. Salah satu dari mereka beranjak meninggalkan kongsi. Semakin lama semakin banyak semut-semut yang berdatangan. Meski tak merta habis, namun terlihat pembagian yang teratur pada sisi-sisinya. Makanan itu sangat manis sehingga mereka menyukainya.
****
Nana kini terjaga dalam lelap siangnya. Tubuhnya agak tambun untuk anak sebayanya. Geliat postur mulai nampak di sela bilik kala mengusai rehat. Sembab mata menyiratkan persinggahannya selama dua jam terakhir. Terseok-seok raganya kala beranjak dari pembaringan. Derap langkah berbisik seraya menyingkap kusen yang menyembunyikannya. Krekkk (suara pintu) “bunda..” sapanya kepada wanita muda sambil berlari kecil. Wanita itu tengah menantinya sembari sibuk menyulam “Anak bunda sudah bangun ya?” diulurkan kedua tangan pertanda menyambut. “Pintar sekali..anak bunda, kalau siang tidur. Duduk sini ya, bunda ambilkan buah kesukaan nana”.
Tak lama kemudian, bunda membawakan pinggan berisikan beberapa buah jeruk nan ranum. Rona kulitnya menandakan buah-buahan masih sangat segar. Tengkulak langganan bunda, baru saja mengambilnya dari petani. Seminggu sekali pasokannya memenuhi lemari pendingin. Bunda menjadi pelanggan setianya. Selain karena buahnya bagus, harganya juga sangat terjangkau bila dibandingkan dengan toko lain. Perwujudannya masih sumringah, menarik diri untuk segera melahapnya. “Sabar ya, bunda kupaskan buat nana. Ini kan kesukaan kamu.” ucap bunda sembari mengupas kulit jeruk. Jika makan buah ini, nana bisa menghabiskan hingga 2 buah. Sehingga pemesanan lebih dahulu sering bunda lakukan untuk mengantisipasi stok persediaan pasokan.
Satu per satu dilahap oleh nana hingga tiada tersisa.“Bunda..aku mau lagi jeruknya.” pintanya sembari merajuk. Bunda kemudian mengupas lagi sebanyak satu buah “Nanti kalau sudah selesai makan, sampahnya dibuang ya.” ucap bunda sambil menunjuk ampas yang ada. Bunda mulai beranjak dari tempat duduknya bersegera menyiapkan hidangan untuk makan malam. Kini telah habis semua jeruk dihadapannya, perut nana nampak semakin menggembung. Seraya memenuhi titah bunda, dibawanya sampah ke emperan halaman belakang. Tercecer segala yang terbawa baik itu kulit pun daging buah yang tidak habis. Nana sepertinya lupa membuang sampah yang benar.
Lamat-lamat senja mengudara, pertanda jejak matahari siang itu telah usai. Selepas memakan buah, lekas nana bergegas ke teras halaman belakang. Semenjak pandemi nana hanya bermain di sekitar rumahnya. Seperangkat mainan hasil kreasinya dibawa olehnya beserta tumpukan lain yang disimpan bunda pada teras itu. Kala bermain, dilirik olehnya semut-semut yang berkerumun. Semut-semut itu menoreh bak lukisan nan elok. Mulai dari yang rapi hingga bercerai berai. Meskipun indah, nana tetap tidak menyukainya. Sebab, pengalaman digigit semut membuatnya geram bilamana tengah bertamu. Nana pergi berlari kecil dan kembali dengan buah tangan berupa sabun cair dan segayung air.
Sabun cair itu ditumpahkan pada kerumunan semut-semut. Berkali-kali dan berulang-ulang, Nana menaburnya dengan begitu semangat. Air dipercikan sedikit demi sedikit. Bilamana didapati masih ada yang bergerak, disembur olehnya dengan sabun dan dibilas dengan air. Semangatnya itu membuat Nana lupa bahwa dia tengah menginjak undakan tempat semut berada. Tak lama kemudian untuk kesekian kalinya, Nana digigit kembali oleh semut “Arhhhhhh...bunda kakiku sakit, itu luka bunda. Sakit....” nana mengerang kesakitan sembari terisak seraya meraih perhatian bunda.
Tragedi terjadi pasca limpahan air melabas koloni semut hingga mengusaikan kongsi siang itu. Tubuh tambunnya seketika terkapar hingga menghantam onggokan mainannya. Separuhnya terkapar, tergopoh-gopoh, mantap menantang, serta umpat pada pinggir emperan. Semut-semut tunggang langgang berhamburan. Teras pun menjadi licin tersebab sabun dan air yang ditabur oleh Nana.
Bunda yang sedang menumis sayur, lari segera menghampiri Nana. Irus di tangannya ditanggalkan “Kamu kenapa nak? Sini bunda lihat". Tampak kulitnya ruam memerah dan muncul beberapa gelagata. Bunda pergi ke teras belakang untuk memastikan apa yang terjadi, dikoreksinya segala sudut.
Setelah didapati ternyata nana mengusik koloni semut. Remah-remah ampas jeruk yang tercecer nampak oleh bunda “Nana, kamu tadi buang sampahnya bukan di tong sampah ya?” tanya bunda dengan membawa krim gatal di tangannya. “Iya bunda. Tadi Nana langsung buang di situ aja. Terus waktu Nana mau main ada semut banyak. Nana langsung siram mereka pakai sabun sama air.” jawab Nana sambil terisak-isak.
“Hmmm...Nana, pantas saja kamu digigit. Bunda kasih tahu sekali lagi ya. Kalau nana mau buang sampah, buangnya jangan sembarangan. Nanti semutnya pada datang. Semut itu ga salah, kalau kamu usik mereka pasti memberontak. Seandainya Nana lagi main nih, terus bunda suruh berhenti. Nana mau ga?” nasehat bunda sambil mengoleskan krim ke nana pada gelagata yang nampak dan gatal. “Iya bunda, nana salah. Janji deh besok ga akan buang sampah sembarangan lagi biar semutnya ga datang. Biar nana ga usik mereka lagi.” ucap nana.
“Mereka itu juga bagian dari kita nak. Meskipun dalam bentuk yang lain. Alam dan seisinya itu ciptaan Allah. Sebagai manusia, nana harus menjaganya supaya tidak timbul bencana. Contoh kecil, teratur membuang sampah pada tempatnya. Kan kalau tak ada sebab sudah barang tentu tak ada akibat.” pinta bunda sesekali meniupkan kulit yang ruam. “Nana jadi nyesel bunda. Maafin ya...lain kali nana janji lebih menghargai.” ucap nana sembari memeluk bunda.
"Ya sudah..jangan ulangin lagi ya. Mulai sekarang lindungi dan hargai setiap ciptaan Allah. Supaya tidak terjadi kerusakan di muka bumi.Seperti ayatNya yang mengatakan bahwa."
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (Ar-Rum:41).
Meski masih terasa sakitnya, nana tetap terdiam kala bunda memberi nasehat. Nana paham bahwa dirinya sudah berbuat salah dan menyadari hal itu.
Semilir angin mulai menghembus hawa panas pada tiap relung ruangan. Pertanda senja akan segera berlalu meninggalkan hari. Pingai kecil berhamburan hinggap di dahan-dahan hijau pada halaman belakang rumah nana. Setelah diberi obat oleh bunda, nana mulai merapikan mainan dan teras yang licin. Pengalaman hari ini akan menjadi guru berharga baginya. Manusia dan lingkungan adalah bagian yang tiada terpisahkan dan saling berdampingan. Menghargai dan mencintai CiptaanNya adalah bentuk pengabdian terhadap sesama.
Sekian.
Selamat Hari Dongeng 2020
@adelyanovi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H