Mohon tunggu...
Juliana Adelheid Sinagula
Juliana Adelheid Sinagula Mohon Tunggu... -

Juliana Adelheid S,S.Pd lahi di Larantuka, 23 Juni 1968. Dalam kariernya sebagai pengajar di :1. SMAK Budi Luhur Sunter Agung Jak.Utara 2. SMK / SMAK St.Lukas Penginjil Sunter Agung 3. SMA Pax Patriae Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Minat Membaca

14 Februari 2012   05:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:40 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel

MENURUNNYA MINAT MEMBACA:

SEBUAH TANDA DAN TUGAS

I.PENDAHULUAN

Non Scholae sed vitae discimus (Kita belajar bukan untuk sekolah tetapi untuk hidup) kata sebuah adagium lama. Proses pembelajaran selalu berlangsung seiring perjalanan hidup manusia dengan aneka bentuk, entah pendidikan formal, informal maupun non formal yang sangat berpengaruh dalam proses pemanusiaan manusia. Proses humanisasi yang tepat dan efektif akan berpengaruh pada totalitas kehidupan manusia, artinya harmonisasi kehidupan komunal akan tertata baik dan etis termasuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar inilah, pemerintah selalu berupaya memperjuangkan kualitas pendidikan.

Salah satu upaya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan cara manumbuhkan minat membaca. Banyak orang menyebut “Buku adalah jendela ilmu.” Untuk memasuki dunia ilmu dengan segala panoramanya, orang harus bersahabat dengan buku. Sebagai jendela ilmu, buku menghadirkan pelbagai pengetahuan yang selalu membuka horison pemikiran kita untuk memahami diri dan orang lain serta menenun hidup yang lebih humanis dan etis.

Budaya membaca merupakan persyaratan penting dan fundamental dalam proses memajukan diri dan bangsa sekaligus mengembangan kemampuan IPTEK dan memperdalam kreativitas. Untuk itu maka sejak tahun 1972, UNESCO sebagai badan PBB telah meluncurkan program “Buku untuk Semua (Books for All).”

Tulisan singkat ini secara khusus menelaah menurunnya minat membaca para siswa SMU dengan merujuk pada hasil penelitian Taufiq Ismail terhadap sejumlah tamatan SMU di 13 negara antara Juli-Oktober 1997. Dari hasil pergumulan ini, materi ini dapat dipakai sebagai bahan retrospeksi dalam proses pembinaan dan peningkatan semangat belajar para siswa di SMU Pax Patriae.

II.MENURUNNYA MINAT MEMBACA: SEBUAH TANDA ZAMAN

Dunia terus berputar. Kehidupan mengalami dinamika proses tiada henti. Pelbagai perubahan dan tawaran baru selalu mewarnai setiap jejak perputaran peradaban. Suatu ide yang menjadi paradigma penilaian atas segala yang akan muncul bisa saja berubah seturut perkembangan pemikiran manusia dan upaya eksplorasi yang dilakoni penghuni jagat ini. Hal ini pun sama dengan proses penyempurnaan diri manusia itu sendiri. Sebagai makhluk dinamis (ens dinamicum), proses penyempurnaan adalah suatu proyek mulia yang tak pernah selesai. Atas dasar ini maka, penulis sedikit berani mengatakan penurunan minat membaca para siswa ini dapat dilihat sebagai sebuah tanda zaman (sign of time). Keberanian ini tentu bertumpu pada suatu dasar pijakan yang adekuat yakni pada pengertian tanda zaman itu sendiri. Tanda zaman adalah kejadian atau peristiwa yang mempunyai dampak luas sehingga mempengaruhi jalannya sejarah. Menurunnya minat membaca dapat disebut sebagai tanda zaman karena penurunan ini membawa ekses yang luas pada keseluruhan aspek kehidupan manusia baik secara personal maupun kolektif. Asumsi ini berangkat dari pemahaman kolektif akan utilitas aktus membaca itu sendiri yakni sebagai upaya memperluas dan mempertajam cakrawala pemikiran. Eksplorasi ini serentak berdampak pula pada pola tingkah laku setiap orang. Dengan membaca, setiap orang berusaha secara sadar untuk membuka serat-serat ketidaktahuan dan ketertutupan untuk memulai suatu zona baru yakni berpikir kritis dan cerdas terhadap kehidupan. Belenggu atau keterkungkungan pemikiran atas arogansi primordial perlahan-lahan dilepas dan dibentuk sebuah paradigma baru yang lebih manusiawi dan beradab, sehingga terciptalah generasi-generasi yang santun dan cerdas yang mampu bersaing dalam kompetisi global.

Dengan demikian, menurunnya minat membaca dapat dijadikan sebagai sebuah tanda zaman (sign of time) yang mengingatkan kita akan suatu gejala di mana manusia mengalami keterasingan (alienasi) dalam dirinya sekaligus lonceng peringatan akan urgensitas tindakan yang harus segera diambil.

III.MENURUNNYA MINAT MEMBACA: SEBUAH TUGAS

Berdasarkan uraian di atas maka dapat kita simpulkan bahwa budaya membaca sangat mendukung proses humanisasi manusia itu sendiri. Ia menjadi salah satu aspek penting yang turut menentukan kualitas hidup seseorang. Manusia semakin manusiawi bila ia mampu memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya termasuk budaya membaca sebagai salah satu upaya memperluas horison pemikiran.

Kedudukan aktus membaca yang begitu esensiil serentak menuntut perlakuan yang layak pula artinya tindakan ini mesti mendapat tempat dalam hidup setiap orang. Ia menjadi sebuah tugas yang inheren (melekat) dalam diri setiap orang atau bagian yang tak terpisahkan dalam rutinitas hidup manusia.

Sebagai sebuah tugas, merosotnya budaya membaca mesti menjadi sebuah peringatan akan kepincangan hidup manusia itu sendiri yang menuntut upaya penyelesaiaan yang tepat dan menyeluruh. Berangkat dari penelitiannya, bagi Taufiq Ismail, kemerosotan budaya membaca merupakan akibat kelalaian beberapa komponen penting dalam proses pendidikan dan pembiasaan anak itu sendiri. Taufiq menilai kegagalan ini sebagai ketidakpekaan pemerintah dalam menciptakan sebuah kurikulum yang mendukung peningkatan budaya membaca itu sendiri. Selain itu, menurunnya proses pembudayaan dalam keluarga bahkan nyaris tidak ada, menimbulkan tumpulnya minat para siswa dalam membaca. Membaca cenderung dilihat sebagai beban yang diperparah dengan kehadiran layar kaca (televisi) yang sangat mengganggu pertumbuhan budaya anak-anak.. Hal ini berlaku juga di lembaga pendidikan (sekolah). Sekolah tidak membudayakan kebiasaan membaca sehingga kecintaan siswa-siswi terhadap buku (baca: membaca) tidak terlalu besar.

Dari pemaparan persoalan di atas, dapat kita upayakan beberapa hal mendasar yang diharapkan mampu mendorong kecintaan siswa/i pada kegiatan membaca. Untuk mengatasi hal ini, menurut Taufiq, membaca buku harus menjadi kurikulum yang fixed atau mengikat. Artinya, pemerintah sebagai pemegang otoritas atau kekuasaan mesti menyusun suatu kurikulum yang memungkinkan kegiatan menonton televisi di rumah lebih sedikit. Penciptaan kurikulum ini mesti didukung oleh pola hidup atau pembudayaan di sekolah dan di rumah. Para siswa dibudayakan untuk membaca sejak dini termasuk memperkenalkan pelbagai cara yang sederhana seperti; mengajak anak ke toko buku atau perpustakaan di mana mereka diberi kebebasan untuk memilih sendiri buku yang diminati namun tetap dalam batasan-batasan seleksi orang tua, atau menonton filmnya dan membeli bukunya. Dengan cara demikian, anak semakin antusias jika membaca cerita dari tokoh film yang sudah dikenal.

Dalam tingkat SMU, kebiasaan menukar buku dengan teman akan sangat baik terutama dalam menambah pemahaman. Semakin banyak buku yang dibaca, akan mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku siswa. Dapat juga mendramatisasi secara kelompok cerita yang telah di baca dalam buku. Dengan cara ini, para siswa diharapkan lebih mengingat pesan cerita untuk proses pematangan diri.

IV.APLIKASI PRAKTIS

Dari penelusuran di atas, kita dapat menemukan beberapa solusi penting untuk menghidupkan kembali budaya membaca dalam diri para siswa/i SMU Pax Patriae. Menurunnya minat membaca tidak harus dilihat sebagai sebuah takdir namun sebaliknya menandakan suatu upaya yang segera diambil. Kebiasaan mendramatisasi hasil bacaan atau upaya saling menukar buku yang dibumbuhi nuansa kompetitif (acara yang diadakan sekolah) akan selalu memikat para siswa dalam membaca.

Dengan demikian, menurunnya minat membaca seumpama membunyikan lonceng. Ia membangunkan kita (baca: sekolah) dari tidur intelektual, artinya, menyadarkan sekolah akan belum menyeluruhnya kurikulum atau program yang sedang berjalan sekaligus menuntut suatu perbaikan atau perubahan yang lebih menyapa seluruh dimensi hidup para siswa..

V.PENUTUP

Menciptakan suatu iklim yang kondusif di mana setiap orang selalu mendukung dan menghidupkan budaya membaca bukan upaya yang gampang. Ia mengandaikan suatu latihan yang terus-menerus (kontinu) dan disertai kesadaran yang dewasa. Kedua hal ini bertumpu pada motif dasar yakni esensi manusia itu sendiri yang selalu berjuang menuju kesempurnaan dan kedewasaan.

Charles Kinsley pernah menulis, “Kita sudah belajar terbang di udara seperti burung, kita sudah belajar berenang di dalam laut seperti ikan, sekarang yang kita pelajari adalah berjalan di dunia sebagai manusia.” Dengan menghidupkan budaya membaca, kita sedang belajar untuk menjadi manusia di mana kita tidak lagi terasing dari diri kita sendiri.

Juliana Adelheid Sinagula, S.pd

SMA Pax Patriae

W.J.S. Poerwadarminta, dkk. Kamus Latin-Indonesia. Jogjakarta; Kanisius, 1969.

“Minat Baca Anak SMU sangat Merosot,” dalam Harian UmumSinar Harapan, hari Senin tanggal 10 Februari 2003.

Ibid.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun