Mohon tunggu...
Adella Ervs
Adella Ervs Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Fenomena "Anti Pacaran Club", Apakah Justru Membahayakan?

2 Februari 2018   16:58 Diperbarui: 5 Februari 2018   10:01 3790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Facebook - Indonesia Tanpa Pacaran

Rasa miris yang dirasakan ketika melihat artikel Vice.com yang membicarakan tentang gerakan Indonesia Tanpa Pacaran atau Anti Pacaran Pacaran Club. Sebuah club yang berawal dari Facebook kini memiliki lebih dari 5000 followers, ditambah dengan viralnya meme lucu yang mendukung gerakan ini. 

Kenapa miris? Karena ini adalah salah satu bukti bagaimana orang Indonesia menyelesaikan masalah dari batang, bukan akar. Cara pikir yang sempit dan suka menggeneralisasikan suatu ilmu budaya atau keagamaan yang harusnya memiliki nilai yang berbeda-beda.

Bisa terlihat alasan mengapa gerakan ini ada. Beberapa diantaranya adalah pengaruh media dimana gaya hidup kebaratan (dalam hal ini berpacaran) yang sangat eksplisit memperlihatkan kemesaraan, tingginya perilaku seks bebas yang berunjung HIV/AIDS atau hamil diluar nikah, pernikahan muda yang menjadi trend beberapa tahun ini dan banyak lagi. Perilaku yang mengarah keperzinahan adalah alasan utama dibentuknya Anti Pacaran Pacaran Club. 

Pertanyaan terbesar dari gerakan ini adalah; apakah pacaran harus selalu berunjung pada perzinahaan? Jika kita mau berpikir layaknya sebagai manusia yang berpendidikan, berwawasan luas, berpikiran terbuka dan memiliki prinsip diri yang kuat, pilihan untuk berpacaran atau tidak adalah pilihan setiap individu. 

Tidak ada seorang pun yang bisa memaksa apakah kita harus berpacaran dengan siapa, kapan dan bagaimana.  Jika ada bukti dari pemaksaan itu, maka itu adalah bagian dari pelanggaran hak asasi manusia untuk memiliki free will. Selama pacaran itu sehat, maka tidak ada alasan untuk kita ikut campur dalam hubungan tersebut.

Lalu apa sesungguhnya makna dari pacaran itu sendiri? Dari pelajaran agama Kristen/Katolik kelas 2 SMA, didapatkan bahwa pacaran adalah awal dari suatu hubungan yang memiliki masa depan. 

Di mana pasangan saling mengenali diri masing-masing, melengkapi satu sama lain untuk menjadi individu yang lebih baik. Tidak pernah tertulis bahwa pacaran mengharuskan kita untuk berdekat-dekatan, saling obsesi bahkan melalukan perzinahan. 

Didalam ajaran Kristen/Katolik sendiri diingatkan bahwa perilaku maksiat adalah dosa. Namun, apakah semua yang berpendidikan Kristen/Katolik adalah yang paling benar? Tentu tidak. Itu hanya bagian dari pembentukan kepribadian, pada akhirnya setiap keputusan yang akan dilakukan adalah pilihan diri sendiri. 

Tiap individu harus memiliki pendidikan moral, nilai dan norma, agama, dan untuk hal ini; edukasi seks, yang cukup. Dari sinilah tiap individu bisa memilih gaya hidup yang lebih sehat dalam hal ini juga; berpacaran.

Namun pembentukan kepribadian melalui pendidikan ini juga menjadi masalah dimana masih ada kurang tegas dan kuantitasnya pendidikan tersebut, terutama edukasi seks. Edukasi seks sendiri masih dianggap tabu oleh banyak orang. Padahal edukasi seks sangat dibutuhkan, karena setiap anak akan mengalami masa-masa dimana mereka akan mempertanyakan seksualitas mereka. 

Membicarakan tentang seks menurut banyak masyarkat terutama kaum laggard adalah hal yang tidak baik, yang bisa memicu anak-anak untuk melakukan hal-hal senonoh. Cara berpikir seperti ini adalah cara pikir yang sungguh sempit dan tidak mau maju. 

Edukasi seks membantu anak untuk mengerti kegunaan alat reproduksi mereka, bagaimana menjaganya, penyakit apa saja yang bisa didapat jika tidak mau menjaga, dst. Malah, dengan dikitnya pengetahuan tentang seks membuat anak semakin penasaran dan mencoba untuk mencari jawabannya sendiri dengan mengakses hal-hal yang senonoh.

Makna pacaran yang harusnya menjadi fase saling mengenal satu sama lain lebih dalam, memperbaiki kepribadian masing-masing dan memberikan memori-memori manis menjadi rusak hanya karena cara berpikir yang pendek. 

Menyelesaikan masalah seks bebas, HIV, hamil diluar nikah tidak dapat diselesaikan dengan melarang berpacaran. Itu hanya batang yang ditebas, bukan akar. Akan lebih baik kalau dimulai dengan perhatian orang tua, pendidikan moral, nilai dan norma, agama dan edukasi seks yang lebih memadai agar kepribadian anak bisa dibentuk menjadi lebih baik sesuai agama yang dianut dan budaya Indonesia. 

Pada akhirnya, keinginan untuk berperilaku zinah adalah pilihan individu, tidak dapat disalahkan karena dirinya memiliki seorang pacar, karena dizaman sekarang seks tidak perlu selalu bersama pacar.

PS : Diingatkan bahwa seks bebas di Indonesia tidak ada undang-undang yang mengatur tentang hal tersebut. Selama itu bukan pesta seks, penyebaran HIV, pornografi, pemerkosaan, anda tidak berhak untuk main hakim sendiri, merusak psikologi/mental dan masa depan orang lain. (Melihat kejadian akhir tahun 2017 sepasang kekasih diarak warga karena DIDUGA berperilaku mesum).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun