Habitus dan kepribadian adalah dua konsep yang sering dikaitkan satu sama lain, tetapi sebenarnya memiliki beberapa perbedaan penting.
Kepribadian
Kepribadian merupakan keseluruhan cara seorang individu berinteraksi dan bereaksi dengan individu lain. Kepribadian juga sering diartikan sebagai ciri-ciri yang tampak menonjol pada diri seorang individu, contohnya kepada orang yang murah senyum maka akan dikenakan atribut "berkepribadian ramah".
Dalam paradigma post-strukturalis, kepribadian tidak dipandang sebagai sesuatu yang esensial atau statis, melainkan sebagai sesuatu yang dikonstruksi secara sosial dan historis. Paradigma ini menolak gagasan bahwa kepribadian adalah sesuatu yang ditentukan oleh gen ataupun faktor biologis lainnya. Sebaliknya, paradigma ini berpendapat bahwa kepribadian dibentuk oleh interaksi kita dengan dunia sosial dan budaya.
Salah satu tokoh dalam paradigma post-strukturalis bernama Michel Foucault berpendapat bahwa kepribadian adalah produk dari kekuasaan. Dia menganalisis bagaimana kekuasaan beroperasi melalui berbagai praktik sosial, seperti pendidikan, hukum, dan medis, untuk membentuk perilaku dan identitas kita.
Tokoh lain yang berpengaruh dalam paradigma post-strukturalis yang bernama Jacques Lacan juga berpendapat bahwa kepribadian adalah produk dari bahasa. Dia menganalisis bagaimana bahasa membentuk cara kita berpikir dan merasakan tentang diri kita sendiri.
HabitusÂ
Habitus merupakan sistem pengetahuan, keyakinan, dan praktik yang dimiliki oleh individu. Habitus terbentuk dari pengalaman individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang paling awal dan paling berpengaruh dalam pembentukan habitus individu.
Dalam paradigma post-strukturalis, habitus dipahami sebagai sistem kecenderungan yang diinternalisasi oleh individu melalui proses sosialisasi, yang kemudian mempengaruhi cara individu berpikir, merasakan, dan berperilaku. Habitus tidak dilihat sebagai sesuatu yang statis, tetapi sebagai sesuatu yang dinamis dan dapat berubah seiring waktu.
Habitus dapat dilihat sebagai semacam "lensa" yang digunakan oleh individu untuk melihat dan memahami dunia. Lensa ini akan mempengaruhi cara individu mengkategorikan pengalamannya, membuat penilaian, dan mengambil keputusan.
Paradigma post-strukturalis juga menekankan pentingnya praktik dalam pembentukan habitus. Praktik adalah aktivitas sosial yang berulang-ulang, seperti bekerja, sekolah, dan beribadah. Praktik-praktik ini akan mengendapkan habitus di dalam diri individu.
Habitus orang tua yang mempengaruhi kepribadian anak
Habitus dapat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepribadian individu. Habitus akan mempengaruhi cara individu berinteraksi dengan orang lain, membuat pilihan hidup, dan menghadapi berbagai tantangan.
Hubungan antara habitus dan kepribadian sangat kompleks dan saling terkait. Habitus individu dapat membentuk pola pikir dan sikap yang kemudian berkontribusi pada pembentukan kepribadian mereka.
Dalam konteks keluarga, habitus orang tua dapat berpengaruh terhadap kepribadian anak. Hal ini karena anak-anak belajar dan meniru perilaku orang tua mereka sejak dini. Misalnya, jika orang tua memiliki habitus yang rajin dan disiplin, maka anak-anak mereka juga cenderung akan memiliki kepribadian yang rajin dan disiplin.
Berikut adalah beberapa contoh bagaimana habitus orang tua dapat berpengaruh terhadap kepribadian anak:
1. Orang tua yang memiliki habitus disiplin akan cenderung mendidik anak-anaknya dengan cara yang disiplin. Hal ini dapat membentuk kepribadian anak yang disiplin dan bertanggung jawab.
2. Orang tua yang memiliki habitus ramah dan terbuka akan cenderung mendidik anak-anaknya dengan cara yang ramah dan terbuka. Hal ini dapat membentuk kepribadian anak yang hangat dan mudah bergaul.
3. Orang tua yang memiliki habitus religius akan cenderung mendidik anak-anaknya dengan cara yang religius. Hal ini dapat membentuk kepribadian anak yang beriman dan bertakwa.
4. Orang tua yang memiliki habitus kreatif akan lebih cenderung untuk membesarkan anak-anak yang juga kreatif. Anak-anak dari orang tua kreatif akan lebih cenderung untuk memiliki nilai-nilai kreativitas, seperti inovasi, originalitas, dan keingintahuan.
Tentu saja, pengaruh habitus orang tua terhadap kepribadian anak tidak selalu mutlak. Ada faktor-faktor lain yang juga dapat mempengaruhi kepribadian anak, seperti lingkungan sosial dan pengalaman hidup. Namun, habitus orang tua tetap merupakan faktor yang penting dalam pembentukan kepribadian anak.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan orang tua untuk membentuk habitus yang positif pada anak-anak mereka, antara lain:
1. Memberikan contoh yang baik
Orang tua adalah panutan bagi anak-anak mereka. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk memberikan contoh yang baik dalam perilaku dan tutur kata mereka. Jika orang tua ingin anak-anak mereka menjadi orang yang jujur, maka orang tua juga harus jujur dalam perkataan dan perbuatan mereka.
2. Menanamkan nilai-nilai positif
Orang tua juga perlu menanamkan nilai-nilai positif pada anak-anak mereka, seperti nilai kejujuran, kedisiplinan, dan kerja keras. Nilai-nilai ini dapat ditanamkan melalui pendidikan dan pembiasaan.
3. Memberikan kesempatan kepada anak untuk berkembang
Orang tua juga perlu memberikan kesempatan kepada anak untuk berkembang sesuai dengan potensi mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan motivasi dan juga dukungan kepada anak.
Dengan memahami bagaimana habitus orang tua dapat berpengaruh terhadap kepribadian anak, maka orang tua dapat lebih bijak dalam mendidik anak-anak mereka. Orang tua dapat berusaha untuk membentuk habitus yang positif pada diri mereka sendiri, sehingga dapat menjadi panutan yang baik bagi anak-anak mereka.
Oleh: Adelima Patricya Ginting
Program Studi: Ilmu Komunikasi
Dosen Pengampu: Drs. Syafruddin Pohan, S.H, M.Si, Ph.D.
Email: patricyaadelima@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H