Kearifan Lokal : Kisah Unik
Pasar Wage (Pasar Banyurip)
Pasar Banyurip atau juga dikenal dengan sebutan Pasar Wage. Sesuai dengan sistem penanggalan Jawa, Pasar Wage ini hanya buka 5 hari sekali yaitu pada saat hari Wage. Menurut cerita dahulu pasar ini sempat dibom oleh Belanda sekitar tahun 45 sehingga lokasi pasar sempat dipindah ke kopel selama beberapa waktu hingga situasi pasca bom pulih. Cerita lain menuturkan bahwa keberadaaan Pasar Wage dahulu juga dipakai untuk mengelabui Jepang saat ingin menjatuhkan bom. Bagaimanapun sejarahnya, saat ini Pasar Wage beroperasi seperti pasar pada umumnya. Hanya saja yang berjualan juga dari penduduk sekitar dan didukung oleh ruko-ruko disekelilingnya untuk menunjang ekonomi warga.
Kandangan
Ini bukanlah kandang peternak, melainkan sebuah pohon jati besar yang konon katanya terus tumbuh dan tidak pernah mati. Oleh karena itu, kandangan cukup dikeramatkan oleh sekitar dan digunakan dalam prosesi ritual tertentu. Mengelilingi kandangan menjadi salah satu rangkaian kegiatan dalam prosesi pernikahan atau disebut ngubengi. Kandangan juga dijadikan lokasi berkumpul warga saat melaksanakkan tradisi nyadran. Ternyata kandangan ini juga dikenal oleh masyarakat luar Banyurip. Biasanya mereka datang dengan maksud tertentu dengan membawa seserahan.
Panggang-panggang
Sama seperti kandangan, panggang-panggang juga merupakan lokasi yang dikeramatkan oleh masyarakat sekitar. Sebuah pohon beringin besar yang pada zaman dahulu sebelum adanya agama, panggang-panggang dijadikan sebagai tempat pemujaan. Setiap orang yang ingin punya hajat, pohon ini digunakan sebagai media perantara untuk berdoa. Panggang-panggang saat ini juga digunakan untuk ngubengi dan nyadran.
Desa Banyurip memiliki potensi luar biasa besar di segala aspek kehidupan, dari sosial-budaya, ekonomi hingga pertanian. Ulasan diatas merupakan segelintir potensi yang ada di Desa Banyurip yang patut didukung untuk terus dikembangkan sebagai penunjang pembentukan desa wisata. Kehadiran mahasiswa KKN Undip di Desa Banyurip dalam pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Nyata selama kurang lebih 45 hari semoga dapat memberi manfaat bagi desa dan masyarakat itu sendiri. Dan nantinya, Desa Banyurip mampu secara mandiri mengembangkan desa menjadi desa yang maju yang dikenal masyarakat luas, tidak kalah dengan desa wisata lainnya.
Penulis:Adelia Safitri / FIB - Antropologi Sosial
Editor: Hendrik A.S., Ocid M., Renata J.N.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H