Sebelum membicarakan lebih dalam tentang Stafsus Milenial, perlu kita ketahui tentang generasi milenial itu seperti apa. Mungkin kata “Milenial” tidak asing lagi bagi kita yang hidup di zaman milenial ini dan disebut sebagai generasi –Y. Generasi milenial adalah mereka yang lahir dalam rentang tahun 1983 sampai dengan 2001.
Jika didasarkan pada Generation Theory yang dicetuskan oleh Karl Mannheim pada tahun 1923, generasi milenial adalah generasi yang lahir pada rasio tahun 1980 sampai dengan 2000. Generasi milenial juga disebut sebagai generasi Y .
Tak berhenti disitu, ada kelahiran generasi baru yang disebut generasi-Z yang merupakan generasi yang lahir rentang tahun 2001 sampai dengan 2010. Generasi Z ini merupakan peralihan dari Generasi Y atau generasi milenial pada saat teknologi sedang berkembang pesat.
Pola pikir Generasi Z cenderung serba instan. Namun sebagai catatan, generasi tersebut belum akan banyak berperan pada bonus demografi Indonesia pada 2020.
Kalau kita kerucutkan lagi siapa sih yang merupakan generasi milenial? Jawabnya adalah mereka yang lahir di era modernisasi dimana perkembangan teknologi begitu pesat dan membawa dampak ke bidang kehidupan seperti bidang ekonomi;bidang sosial budaya dan bidang lainnya.
Bicara soal generasi milenial, tak kalah hebohnya di Indonesia telah lahir Stafsus yang dibentuk oleh Presiden yang kita kenal semuanya sebagai “Stafsus Milenial”.
Perlu kita tahu bagaimana dan siapa saja mereka Pak Jokowi selaku Presiden RI membentuk Stafsus Milenial ini?. Mereka adalah Putri Indahsari Tanjung, Adamas Belva Syah Devara, Ayu Kartika Dewi, Angkie Yudistia, Gracia Billy Yosaphat Membrasar, Andi Taufan Garuda, dan Aminuddin Ma’ruf.
Presiden telah memaparkan alasannya mengapa dibentuk Stafsus Milenial ini, alasan pertama adalah karena Presiden Jokowi memerlukan ide-ide, gagasan-gagasan yang segar, kreatif dan inovatif, alasan kedua adalah Presiden Jokowi ingin memberikan pesan kepada para politisi serta partai-partai pendukungnya.
Nah ini yang paling penting, mengenai fleksibilitas kerja para staf khusus, bukan sesuatu yang harus dipersoalkan. Para staf khusus presiden ini memang diperbolehkan kerja dari mana saja dan tidak full time. Kecanggihan teknologi dapat dimanfaatkan dan dapat melakukan pekerjaan dari mana saja.
Dan yang menjadi perbincangan disini hingga menimbulkan berbagai pertanyaan, kenapa mereka harus dibentuk padahal kerja mereka tidak ekstra untuk melayani rakyat?, apakah Stafsus Milenial ini dibentuk sebagai eksistensi semata agar dapat perhatian publik? , satu hal lagi bukankah hal seperti ini hanya akan menambah beban negara untuk menggaji mereka.
Dan beberapa waktu dekat ini isu Stafsus semakin memanas karena banyaknya polemik yang mereka timbulkan. Mulai dari beredarnya surat berkop Sekretariat Kabinet (Setkab) Republik Indonesia bertanda tangan salah satu stafsus milenial Presiden Jokowi yaitu Andi Taufan Garuda Putra.
Ditambah lagi, surat yang ditujukan untuk para Camat di seluruh Indonesia tersebut, berisi keterlibatan perusahaannya sendiri, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) pada program pemerintah dalam penanggulangan Covid-19 di desa-desa.
Belakangan, Andi Taufan Garuda Putra akhirnya meminta maaf serta mencabut surat tersebut. Uniknya, permohonan maaf tersebut juga ia tuliskan dalam bentuk surat, namun kali ini tidak dilengkapi dengan kop atau header apapun.
Namun demikian, belum jelas seputar apakah ada sanksi bagi Andi atas kesalahannya serta kepastian program tersebut akan tetap berjalan atau tidak, mengingat hal ini telah memicu kegaduhan di masyarakat dan bahkan di antara pejabat publik lainnya.
Selain kasus surat berkop Setkab, perhatian publik juga menyoroti beberapa stafsus milenial Presiden Jokowi yang menyandang status Chief Executive Officer (CEO) atau pemilik bisnis pribadi.
Selain Andi dengan Amartha yang bergerak di bisnis peer to peer landingnya, terdapat nama Putri Tanjung sebagai CEO Creativepreneur, Billy Mambrasar sebagai CEO Kitong Bisa, dan Belva Devara sebagai CEO Ruang Guru.
Khusus nama terakhir, saat ini sedang hangat dibicarakan seputar bisnisnya yang dinilai seolah mendapatkan privilege dalam keterlibatan pada program andalan Presiden Jokowi beranggaran cukup besar yaitu Kartu Prakerja.
Inilah yang saat ini menjadi polemik terhangat dikarenakan isu mencuat ketika eksekusi program telah berjalan. Lantas hal tersebut memantik pertanyaan mengenai apakah ada keterkaitan antara jabatan sebagai stafsus milenial dengan keuntungan mendapatkan “proyek” pemerintah tersebut? Dan apakah Stafsus Milenial hanya untuk ajang eksistensi dan mendapat profit saja?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H